Ali bin Abi
Thalib tak mampu menahan matanya untuk tidak menderaikan air-air hangat yang
sangat banyak, begitu pun Muawiyah bin Abi Sufyan. Dua sahabat Rasulullah Saw.
yang pernah bersama-sama memikul berat derita perjuangan menyebarkan dan menegakkan
Islam itu saling tepekur, menekuk kepala, dihantam guruh-guruh pilu di dalam
dada. Jelas betul di tanggul ingatan mereka bagaimana Rasulullah Saw. menyebarkan
Islam, membangun Islam, menghadapi semua cercaan, hinaan, dan serangan; bagaimana
Rasulullah Saw. selalu menekankan persaudaraan bukan hanya sesama muslim tetapi
pula kepada kaum Yahudi dan Nashrani; dan bagaimana Rasulullah Saw. memberikan keteladanan-keteladanan
keluhuran akhlak yang tak tepermanai pesonanya kepada siapa pun dalam hal apa
pun.
Sejarah perang
pertama antarumat Islam itu memang tampaknya harus terjadi. Upaya-upaya
menghindarkannya dijegal banyak rintangan dan hambatan yang makin pelik, yang
makin hari makin mengerucut pada meletusnya peristiwa menyedihkan itu. Para
tentara yang telah saling bersihadap diperintah untuk diam menunggu selama
berbulan-bulan demi terhindarkannya perang itu. Semua tentara dengan sepenuh
hati mematuhi dan mendoakan perang itu tak pernah terjadi.
Akhirnya, aturan
perang harus disepakati dan isinya sangat menusuk hati:
Satu, tentara yang terluka dilarang
dibunuh.
Dua, tentara yang melarikan diri
dilarang dikejar.
Tiga, tentara yang menyerah dilarang
disakiti.
Empat, harta benda tidak boleh dijarah.
Lima, semua jenazah dishalatkan dan
didoakan bersama-sama.
Enam, semua kita adalah sesaudara.
Ada 85.000
tentara di kubu Muawiyah bin Abi Sufyan dan ada 95.000 tentara di kubu Ali bin
Abi Thalib. Kedua tentara di kedua pihak itu sama-sama amatlah mendalam
kencintaannya kepada Islam, kepada al-Qur’an, kepada Rasulullah Saw., dan
kepada pemimpin-pemimpinnya. Mereka menggenggam tombak, pedang, dan tameng
dengan tangan gemetar, sebab mereka tahu di seberang sana adalah sesaudara
semua dalam keimanan dan keislaman. Dada mereka gemuruh ingar bingar remuk-redam
dihempas-hempaskan kesedihan yang sungguh hebat menatap saudara-saudaranya sesama
penjunjung Rasulullah Saw. berdiri di seberang sana.
Komandan
perang di pihak Ali bin Abi Thalib, Asytar al-Nakhi, dan komandan perang di
pihak Muawiyah bin Abi Sufyan, Amru bin Ash, yang sama-sama bagian dari sahabat
dekat Rasulullah Saw., tak mampu lagi membendung genderang perang yang harus ditabuh.
Derap-derap kuda, gemuruh kaki-kaki berlarian, pekik-pekik Allahu Akbar, dan hamburan debu-debu padang pasir yang mengabarkan duka
mendalam kepada angkasa, akhirnya bertabrakan berserakan tepat pada tanggal
26-28 Juli 657 M.
Pada setiap
waktu shalat, mereka berhenti saling menyerang, bersama-sama menegakkan shalat
berjamaah, tanpa dipisahkan kubu-kubu perang lagi. Usai jamaah, sejenak rehat,
perang dilanjutkan. Tubuh-tubuh kembali tertebas pedang, kembali tertikam
tombak, kembali terhantam tendangan, kembali terjungkal hajaran tameng besi, kembali
berdebam meregang nyawa ke pasir-pasir terinjak kuda-kuda; semua itu mengibarkan panji-panji luka batin
yang amat menghunjam di kedua pihak yang terpaksa saling membunuh.
Ada 45.000
tentara Islam yang meninggal di pihak Muawiyah bin Abi Sufyan dan ada 35.000
pasukan Islam yang meregang nyawa di pihak Ali bin Abi Thalib. Pada setiap
sore, usai perang, mereka bersama-sama mengumpulkan semua jenazah tanpa
membedakan dari kubu mana ia berasal, disatukan, lalu dishalatkan bersama-sama
oleh seluruh pasukan yang masih hidup, berjamaah, bersatu padu, dan dikuburkan
bersama-sama berdampingan berpelukan dalam satu liang. Diiringi isak tangis
yang membuat udara-udara padang pasir mengusap air mata penuh duka. Sungguh,
tiada kesedihan yang lebih menyedihkan daripada menatap korban-korban yang
berkalang tanah di perang saudara itu.
Di antara
tentara muslim yang sangat dihormati yang tercerabut nyawanya di pihak Ali bin
Abi Thalib adalah sahabat Amar bin Yasir.
Semua pasukan seketika
tercekat di atas kaki-kaki yang gemetar menyaksikan tubuh Amar bin Yasir tumbang
dengan darah mengucur deras dari lubang luka-luka yang memerah. Amru bin Ash
dan Asytar al-Nakhi meneteskan air mata di hadapannya. Lalu disusul jerit-jerit
duka seluruh pasukan muslim mengumandangkan takbir sembari berderai tangis.
Mengapa
pembunuhan sesaudara seiman sesama penjunjung Rasulullah Saw. ini harus terjadi?
Amru bin Ash
lalu menuturkan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. berkata, “Engkau,
Amar bin Yasir, tidak akan terbunuh kecuali di antara dua kelompok orang-orang
mukmin. Siapa yang membunuhmu adalah orang yang akan masuk ke dalam neraka.”
Semua orang histeris,
memekik, ketakutan membayangkan gejolak api neraka. Semuanya! Amru bin Ash
sampai memekik dihela gemuruh dada dan air mata, bahwa pasukannya lah yang
telah menyebabkan kematian Amar bin Yasir. “Niscaya orang yang telah menebas
Amar bin Yasir lah yang akan masuk neraka….” lirihnya kemudian.
Perang pun
dihentikan. Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah bin Abi Sufyan mengambil
kesepakatan perdamaian demi keutuhan dan kesatuan umat Islam. Tanpa pemenang,
tanpa pecundang. Mereka saling memeluk dan memohon maaf.
Di luar sana,
jauh di seberang padang-padang pasir yang kerontang, tentara Romawi dan Persia
berpesta pora mendengar kabar pertumpahan darah antartentara Islam. Mereka
merasa menemukan mukjizat untuk menaklukkan umat Islam yang sedang
terpecah-belah.
****
Tidak usah diragukan
perihal kedalaman iman dan cinta Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah bin Abi Sufyan
kepada Allah, Rasulullah Saw., dan ukhuwah
Islamiyah. Niscaya kita tak ada apa-apanya. Mereka adalah bagian dari as-sabiqun al-awwalun.
Peperangan itu
tak bisa dicegah lagi bukan karena kedua pemimpin muslim itu haus darah dan
gila kekekuasaan. Tidak. Mereka terseret ke dalam peperangan hanya karena harus
membela dua kepentingan yang tak bisa disuakan.
Ali bin Abi
Thalib sebagai khalifah keempat yang menggantikan Ustman bin Affan yang dibunuh
para munafik menghendaki semua pemimpin muslim di seluruh wilayah Islam, termasuk
Muawiyah bin Abi Sufyan yang menjadi gubernur Syam (kini Suriah), berbaiat
setia kepadanya. Muawiyah bin Abi Sufyan menyatakan siap berbaiat kepada
kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Ia tidak mempermasalahkan sama sekali Ali bin
Abu Thalib menjadi khalifah berikutnya. Beliau hanya meminta supaya khalifah Ali
bin Abi Thalib mendahulukan penegakan qishah
kepada para pembunuh kakak sepupunya, Ustman bin Affan.
Ali bin Abi
Thalib menyatakan siap menegakkan qishah
itu, tetapi tidak sekarang, karena situasi umat Islam sedang retak akibat ruahnya
fitnah yang dihembuskan para munafik dan musuh Islam. Para kabilah yang
anggotanya terlibat pembunuhan Ustman bin Affan niscaya akan membelot dan
melawan kekhalifahan Ali bin Abi Thalib bila qishah dilakukan sebelum kesatuan umat Islam berhasil ditegakkan.
Maka qishah akan dilakukan setelah
semua pemimpin Islam di semua wilayah berbaiat kepadanya –setelah kesatuan umat
Islam tergenggam sepenuhnya. Umpama para kabilah itu benar-benar melakukan
pemberontakan karena menolak qishah,
niscaya mudah bagi khalifah Ali bin Abi Thalib untuk mengatasinya bersama
seluruh umat Islam yang telah bersatu.
“Bagaimana
bisa hatiku berdiam saja menyaksikan tubuh anak pamanku, yang amat kucintai,
ditikam-tikam, berdarah-darah, dan para pelakunya tak kunjung dihukum dengan hukum
Allah?” Muawiyah bin Abi Sufyan menggelepar menanggung pedih yang amat luar
biasa. Beliau memohon kepada Ali bin Abi Thalib untuk memenuhi pintanya perihal
qishah itu. Khalifah Ali bin Abi
Thalib pun memohon kepada Muawiyah bin Abi Sufyan untuk mengerti posisinya dan memenuhi
pintanya demi kemulusan rencana kepemimpinannya.
Sejarah
berjalan, titik temu tak tercapai, perang meletus, nyawa-nyawa terenggut dari
rahim umat Islam yang sama.
Saya menceritakan
kepadamu tentang Perang Shiffin ini dengan berurai air mata. Tak sanggup hati
saya membayangkan betapa hebatnya gemuruh sedih, pilu, dan keterpaksaan yang harus
ditanggung kedua pemimpin Islam itu, kedua komandan perang itu, ribuan prajurit
yang sama-sama beriman itu, dan para keluarganya di kampung-kampung jauh.
Langit
menangis. Semua umat Islam menangis. Sejarah menangis sampai akhir masa.
Pertikaian sungguh
hanya menorehkan luka dan air mata.
Jogja, 13 Desember 2016
Tag :
Kajian Agama,
Utak-utik Agama
6 Komentar untuk "TIADA YANG LEBIH MENYEDIHKAN DARIPADA MELETUSNYA PERANG SHIFFIN"
Pelik sekali...
Ini ujian..
Ujian dari Allah..
TRADING ONLINE
BROKER AMAN TERPERCAYA
PENARIKAN PALING TERCEPAT
- Min Deposit 50K
- Bonus Deposit 10%** T&C Applied
- Bonus Referral 1% dari hasil profit tanpa turnover
Daftarkan diri Anda sekarang juga di www.hashtagoption.com
enak dibaca penulisan sejarahnya….lanjutkan
Artikelnya sangat bagus. Terima kasih sudah membagikan info yang bermanfaat.
Furniture Rotan
NAGAQQ | AGEN BANDARQ | BANDARQ ONLINE | ADUQ ONLINE | DOMINOQQ TERBAIK
Yang Merupakan AGEN BANDARQ TERBAIK, Domino 99, Dan Bandar Poker Online Terpercaya di asia hadir untuk anda semua dengan permainan permainan menarik dan bonus menarik untuk anda semua (ᵒᴥᵒ)
Bonus yang diberikan NagaQQ :
<<(ᵒᴥᵒ)>> Bonus rollingan 0.5%,setiap senin di bagikannya
<<(ᵒᴥᵒ)>> Bonus Refferal 10% + 10%,seumur hidup
<<(ᵒᴥᵒ)>> Bonus Jackpot, yang dapat anda dapatkan dengan mudah
<<(ᵒᴥᵒ)>> Minimal Depo 15.000
<<(ᵒᴥᵒ)>> Minimal WD 20.000
Memegang Gelar atau title sebagai AGEN BANDARQ Terbaik di masanya
Games Yang di Hadirkan NagaQQ :
* Poker Online
* BandarQ
* Domino99
* Bandar Poker
* Bandar66(NEW GAMES)
Info Lebih lanjut Kunjungi :
Website : NAGAQQ
WHATSAPP : +855967014811
Line : Cs_nagaQQ
TELEGRAM :+855967014811
INFO NAGAQQ
BACA JUGA BLOGSPORT KAMI YANG LAIN:
<<(ᵒᴥᵒ)>> berita nagaqq/
<<(ᵒᴥᵒ)>> agen bandarq online/
<<(ᵒᴥᵒ)>> Kemenangan NagaQQ/
Ternyata ini penyebabnya perang shiffin ya pak Edi. Semoga di zaman sekarang tidak lagi terjadi perang seperti ini.