Personal Blog

CERITA SEBUAH KEMALUAN Cerpen @edi_akhiles


Catatan: Plis baca cerpen ini sampai habis agar tidak sepenggal kesimpulanmu.

Sambil memperhatikan dengan seksama posturnya, aku lalu terpikir, mengapa Tuhan hanya menyematkan satu kemaluan ya padaku? Juga orangtuaku, adik-kakaku, teman-temanku?
Kenapa tidak setidaknya dua? Bukankah dengan dua, selain aku bisa berhermaprodit dengan diriku sendiri, aku pun memiliki cadangan kemaluan seandainya satu kemaluanku mengalami masalah?
“Otak kotor!” dengus sobat gilaku ini, Ali Amrin.
Aku ngekeh, “Coba aja apa jawabanmu?”
Ia terdiam sejenak, lalu menukas begitu saja seolah tidak lahir dari pikirannya, “Biar sabun laku!”
Angin remuk oleh kekehan kami. Semut-semut yang berbaris mengangkut remah-remah roti sisa makan kami yang tak pernah rapi seolah berhenti menyimak kekehan gila kami. Mungkin semut-semut itu sekarang sedang menggunjikan kami:
“Dasar manusia! Punya otak bukannya dipakai untuk berpikir benar, malah nyeleneh jorok kemana-mana gitu!” tukas seekor semut yang sixpack itu.
“Itu, itu, itulah kamu sebagai jantan, persis mereka!” sergah seekor semut betina sambil memonyongkan mulutnya, sengak. “Udah punya satu pasangan kemaluan, masih mikir kemaluan lainnya! Kurang apa coba aku ini!”
“Lho, kok jadi marahin aku sih?” kaget, memicingkan mata.
“Ah, sudahlah, kamu dan mereka sama saja joroknya! Dasar otak jantan!”
Dasar betina, gumam semut jantan itu, selalu saja melesakkan amarah jika sudah menyangkut masalah kemaluan, seolah-olah aku sama saja dengan jantan-jantan lain yang doyan tukar-menukar kemaluan. Dasar! Tapi ehhmm, katanya sih yummy juga sih gituan…
***
Nangiso sedino ping pitu yen kui keputusanmu
Aku ora bakal ngganduli lungamu ninggalke aku
aku wis lilo yen sliramu lungo senajan dodo ngempet ing loro
aku ra kuoso menging sliramu sing tak jaluk jujur atimu
mugo sliramu ra cidro senajan adoh ing kono
sliramu tansah gumanti ono ing mripat lan dodo
budal o tak tunggu balimu

Maafkanlah wahai sayangku terpaksa meninggalkanmu
Aku tak membenci dirimu dan melepaskan cintamu
Kau tau diriku ku tau dirimu kita sudah tak sendiri lagi
Kuharap dirimu mengerti diriku tak mungkin kita terus begini
anggap saja semua ini sebagai mimpi tidurmu
lupakanlah masa lalu dari semua kenanganmu
yang lalu biarlah berlalu.

Sedaappp…
Mulianya hidupku: secangkir Kopi Luwak, sebungkus Marlboro, beberapa gadget, debum traktakdess Tak Tunggu Balimu yang di-repeat tanpa henti.
Senja yang basah. Ah, stalking akun tweeter porno tentu mengasyikkan,  gumamku seraya menebar harapan bakal ada yang fresh, meski kutahu sebenarnya mau baru dan baru kayak apa pun pastilah isinya hanya foto-foto susu dan vagina yang bentuknya akan tetap selalu buruk demikian rupa, dengan sedikit-sedikit variasi tentunya. Dan, masih sama seperti sebelum-sebelumnya, lamat-lamat aku pun horny!
Saat horny beginilah, ingatanku tentang pertanyaan lama “mengapa kelaminku hanya satu?” kembali melambai-lambai bak nyiur di pantai yang tak pernah capai. Andai dua, tentu saat ini pun aku kan bisa langsung memuaskan hasrat seksualnya pada diriku sendiri: satu kemaluan dengan kemaluan lainnya yang sama-sama ada padaku.
“Tanggung benar ya Tuhan menghibahkan kemaluan cuma satu gini,” batinku tanpa kumengerti apa jawabannya. Tepatnya, lebih karena aku merasa saat ini horny-ku tak tersalurkan sih.
Terdengar suara kaki diseret dari garasi. Mungkin simbok! Buru-buru kusembunyikan kemaluanku yang sedari tadi terhampar penuh pesona keperkasaan. Benar, simbok melintas dari garasi menuju dapur.
Sial, jadi terganggu horny-ku. Kulirik perlahan kemaluanku, sekilas. Ah, bener kan, sekarang dia udah kehilangan sixpack keperkasaannya, menjadi ular pemalas yang melungker tanpa daya dan asa hidup mulia.
Kubuka lagi akun porno itu, tapi…aku benar-benar sudah gagal membangun kekuatan kemaluanku lagi. Tetap melungker tanpa optimisme menatap masa depan.
Kulihat simbok kembali melintas keluar, entah mau kemana. Damn! Ini hanya gara-gara suara kaki simbok yang diseret tadi kan?
Ternyata, kemaluanku begitu takut pada suara sendal simbok. Tepatnya, kemaluanku memiliki malu yang begitu besar sampai-sampai sontak ia kehilangan kekuatannya saat rasa malu itu menyergap.
“Malu, kemaluan, bagaimana menurutku?” ku-send BBM pada Ali Amrin.
Tak lama, BB-ku bergetar. “Ya itu makanya titit orang disembunyiin, karena malu kali. Kecuali titit orang gila! Lol.”
Malu, kemaluan, iya sih, benar sekali jawaban si sinting itu. Kemaluanku jadi mengkeret sekeret-keretnya semata karena didera rasa malu diketahui orang lain, ya simbok itu tadi. Jika tidak ketahuan, tentu kian merajalelalah ia memamerkan otot-otot gym-nya.
Malu, ya, malu, jangan-jangan memang inilah maksud dasar mengapa Tuhan hanya menyediakan satu kemaluan padaku ya?
“Berarti sekali aku malu, maka habislah aku sebagai manusia ya, gitu ya?” tanyaku sambil menatap tajam wajah Ali Amrin yang sepintas kayak dirubung malaikat.
“Iyalah, kata pepatah…”
“Ups! Mainsream banget main pepatah!” tukasmu memotong. Aku tahu pastilah dia hanya pengen ngutip: Lebih baik putih tulang daripada putih mata, lebih baik mati berkalang tanah daripada malu.
“Owww, sok tau, makanya dengerin dulu!” sergahnya monyong. “Kata pepatah kan gini, gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan nama….”
Aku menyimak, entah mau kemana dia bersilat pepatah gitu.
“Nama itu kan kemaluan itu to maksudnya…”
Aku ngakak. Tafsir yang lebih tak beraturan dari ketakberaturannya postmo Foucault dan Derrida.
“Lho bener kan?!” Seolah minta persetujuanku dia.
“Iya deh, benar,” sahutkua asal. “Semua hal kan bisa dibenarkan tergantung argumen yang melandasi kepentingan-kepentingan.”
“Gini maksudku,” kalau masang muka serius, Ali Amrin ini sudah berhasil benar mengalahkan ustadz koplak. “Kita mau hidup gimana coba kalau kita menanggung malu yang tak bisa disembunyikan lagi? Kemana-mana jadi nggak nyaman, nggak eksis. Bukankah lebih baik mati to? Makanya, manusia mati meninggalkan nama itu, maksudnya ya nama kemaluannya itu. Bagus tidak reputasi nama kemaluannya dalam menjaga malunya itu kan?”
Aku diam. Menatap tiang PLN yang sama-sekali tak setimpal untuk diimajinasikan sebagai kemaluan.
Benar sih, aku setuju kali ini. Pantas saja Tuhan hanya memberikan satu kemaluan padaku, pada siapa pun. Bertaruh, ya bukankah semua kita sebenarnya sedang mempertaruhkan satu-satunya kemaluan yang akan sangat menentukan nama yang akan kita tinggalkan kelak?
“Andai ya, andai…”
“Ah, masih kemaluan lagi?” sergahnya memotong kalimatku.
“Bukan!”
So?”
“Andai masing-masing kita punya dua kemaluan, pastilah kita akan entengan untuk tidak menjaga malu kita ya. Sebab kalaupun satu kemaluan itu terkuak malunya, masih ada serep satu lagi kan?”
Ia mengangguk. “Hidup hanya sekali, ya logislah bila kemaluan juga sekali saja malunya.”
Cakep, cakep argumennya, gumamku, meski kutahu tak secakep kemaluannya yang sering nongol tanpa ijin saat si empunya yang doyan bersarung tanpa celana dalam lelap.
Jogja, 5 April 2013
1 Komentar untuk "CERITA SEBUAH KEMALUAN Cerpen @edi_akhiles "

haha lucu..lucu..keren..hanya saja masih ada beberapa kata yang masih salah dalam pengetikan..

Back To Top