Personal Blog

THE CEO KOPLAK SERIES: HAPPY VALENTINE, GUYS


Dari semalam pulang nobar, gue mikir, omaigatttt…ini Valentine ya. Hemm, tanggal 14 Pebruari, sebenarnya bukan Valentine itu sih poin utama gue, tapi ultah DIVA Press Group ini. Sontak, kebayang di pelupuk mata gue, wajah-wajah mereka yang menjadi bagian dari perusahaan ini. Emang nggak semuanya sih kelintas, sebab banyak banget orangnya, kalau semuanya gue lintasin satu-satu, eee busyeettt bisa kagak tidur-tidur gue sampe pukul 8 pagi tadi.
Sebagian kecil wajah saja sih yang melintas, yang gue sadari kemudian, ternyata wajah-wajah itu adalah wajah-wajah yang punya “memori” di otakku. Entah itu memori baik dan menakjubkan maupun memori buruk dan menyebalkan.
Ahhaaa, sampai di sini, benar kan teori gue sebelumnya, bahwa kalau lo bisa berbeda sendiri dalam sebuah kumpulan, niscaya lo akan muncul ke permukaan (soal beda karena baik atau buruk adalah hal lain dong). So, jika lo pengen jadi “pemuncul” dari keriuhan sebuah kelompok, lo kudu menampilkan sesuatu yang berbeda!
Hanya itu caranya, guys!
Oke, Valentine, jubelan karyawan, dan keakraban. Itu tiga poin yang mendominasi pikiran gue.
Kemudian gue teringa coklat: simbol paling dianggap mewakili untuk sosok Valentine.
Lalu, karyawan, hemmm…gilaa kali yak kalau gue kasih coklat satu-satu kepada setiap karyawan gue. Misal saja gue beli coklat Silver Queen, gue butuh sekitar 200 pieces. Nyari segitu banyaknya dengan mendadak gini pasti bakal kelimpungan. Ahhh, itu bukan opsi yang realistis (J ada lagi sih sebenarnya alas an besarnya, soal budget! Kebayang kalau gue beli coklat seharga @11.000, dikalikan 200 orang = 2.200.000! Ahhh, tidak, ini kagak sehat buat masa depan nusa dan bangsa serta keamanan semenanjung Korea dan Selat Hormutz).
Lalu keakraban, hemmm ya…gue punya cara nyeleneh untuk ini. Bikin game, kuis!
Tidurlah gue dengan damai sejahtera kemudian.
Hampir pukul 10.00, gue berangkat ke kantor, mampir di Alfa Mart dekat kantor, dan nanya ke pramuniaganya:
“Mbak, saya nyari coklat yang paling murah tapi layak konsumsi.” LOL!
Dia celingukan sejenak, mungkin mikir ini orang mau ngasih coklat Valentine pake itungan-itungannya dalam banget!
“Ini, Mas, 3.000…”
Ahh, kagak! Kurang elit.
“Yang mahalan!” sahutku. Congkak mulai kambuh, meski tetap mawas diri bahwa batasan budgetnya telah tercatat tebal di kepala.
“Ini, gedean, 11.000.” Dia nyodorin Silver Queen.
“Oke, saya beli 10!”
Dia kembali celinguk sejenak, mungkin lagi-lagi kepalanya mikir, busyet nih orang, ngasih kado coklat Valentine ke 10 cewek sekaligus!
Sambil mengambil 10 coklat itu, di kasir, dia ngomong, “Kok banyak banget, Mas?”
Nah lho, bener kan, orang tuh emang pada punya kecenderungan ngulik pikiran negatifnya sendiri, bahkan untuk hal yang sejatinya sangat sangat sangat kagak penting untuk dipeduliin. Gue yakin, di kepalanya ada kalimat lanjutan yang nggak dikeluarin, “Jadi orang itu jangan serakah, 1 aja kenapa sih…!” Heeerrrrr! Tanpa nyadar, gue pun adalah pelaku sempurna pelantur pikiran negatif itu, guys! Ngapain coba aku jadi mikir begitu anehnya tentang isi pikiran mbak pramuniaga ini? Nggak penting banget kan, tapi gue jungkal juga di jurang itu!
“Untuk karyawan aja…” sahut gue.
“Wah, boleh dong untuk saya, Mas…” tersenyum sambil nutup mulutnya.
Usaha, usaha, gue tahu lo ngomong gitu kan dalam rangka usaha untuk bebasin diri lo dari penjara jomblo permanen kan? Modus coklat dan kasir, ahhh, kagak banget! Ealaahh, ternyata gue kembali jungkal ke pikiran buruk gituan!
“Mbaknya kukasih struknya deh…”
Yeee struk…” sungutnya.
“Lho, jangan liat bendanya, Mbak, liat ketulusan pemberinya, sumpaahhh gue tulus banget ngasih struk belanjaan coklat ini ke Mbak…” ngikik gue dalam hati. Pemerkosaan sempurna atas wisdom of Rabindranath Tagore!
Sampai di kantor, gue panggil GM Produksi gue. “Mas, ntar waktu shalat Dhuhur, suruh semua orang ngumpul ya. Dan bawa coklat ini ke dekatku nanti abis shalat.”
Jadilah, setelah shalat bareng, yang kali ini jamaahnya sangat bejibun karena ada instruksi khusus untuk ngumpul gitu (kalau nggak ada instruksi, pada keseeettt semua!), gue mulai ngomong lewat mike.
“Ini hari Valentine, hari ulang tahun DIVA Press Group ya. Saya mau beri dua kabar buat kalian semua…” semua menyimak seksama, seperti biasa.
Pertama, saya pengen kalian semua, semua divisi, dalam seminggu punya 2 seragam yang sama seratus persen. Yang satu bentuknya kemeja lengan pendek, bisa dipakai Senin, yang satu lagi berupa kaos lengan pendek, bisa dipakai hari Kamis...” Hening.
Gue yakin, sampai di sini, semua kepala sedang mikir cepat ala kalkulator, berapa duit lagi nih tuk belanja dua seragam itu.
“Tentang seragam ini, ada berita baik dan buruknya sekaligus.” Mereka cekikikan. “Berita baiknya adalah untuk kaos itu akan saya beri kalian semua gratis!”
Alhamdulillahhhhh….
Yes!
Asyikk…
Suara-suara sumbang itu menyergap otak gue. Giliran gue yang berhitung cepat sekarang. Jika satu kaos harganya 60.000., kalikan 200 orang, jumlahnya 12 juta! Gilaakk! Kagak ada yang lebih murah apa ya, yang tetap layak pakai? Barangkali ada yang 30.000., meski cuma dapat kaos tanpa lengan kanan deh…J
Emang bener-bener deh di sini, sekali gerak dikit aja, urusan kaos aja, bisa ruahan gitu duitnya, yang bila angka 12 juta itu dipake buat futsalan, bisa sampe koplak jadi jari kelingking semua isi jari-jari kaki kita.
“Berita buruknya adalah untuk kemeja itu kalian biaya sendiri ya…”
Sunyi. Senyap. Merana. Nggak ada suara alhamdulillah, yes!, atau asyik lagi.
“Selanjutnya adalah Valentine. Saya punya coklat, tapi cuma 10 biji…” suara mereka seketika riuh. “Saya akan bagikan coklat ini buat siapa pun yang bisa berikan jawaban buat pertanyaan gue…” riuh terus. Setelah sepi kembali, gue lanjutin, “Kuisnya adalah, beri komentar apa pun tentang DIVA Press dan saya, gooo…gooo…”
Ehhh, sepi! Nggak ada yang ngacung. Beberap menit, gue rangsang tetap aja pada saling toleh. Dan gue yakin itu bukan karena mereka kagak demen coklat gratis, Sob! Jangankan coklat, krupuk aja kalau gratis, siapa yang kagak doyan? J
Gue nggak mati akal. Dalam posisi duduk di lantai semua begitu, langsung gue tunjuk Mika, yang tangannya sedari tadi pegangan kursi. “Ayo, Mik, jawab, tanganmu dari tadi naik ke atas terus…”
Mati kutu dia! Jeda beberapa detik, keluar juga jawabannya:
“DIVA Press adalah tempat saya mencari nafkah dan Pak Edi adalah motivator saya…”
Prookk..prookk..prookkk…rame seketika. Coklat pun melayang kepada Mika.
Lalu ada Agus Gendut yang menjawab:
“DIVA Press benar-benar membantu mengurangi pengangguran dan saya berterima kasih banyak kepada DIVA Press yang telah menerima saya sehingga saya sekeluarga….” Malah kultum dia! “Dan Pak Edi adalah orang yang telah….dan saya sekeluarga berterimakasih…..” kultum lagi. Tapi tetep prookk…prookk…prok, dan coklat tertuju padanya.
Lalu muncul Slamet, “DIVA Press adalah tempat saya bergaul dan Pak Edi adalah pimpinan yang kurang dekat sama karyawannya.”
Gue jleb, yang lain ngikik nggak habis-habis. Coklat pun meluncur ke pangkuannya. Gue nyempetin bilang, “Itu gampang tipsnya, ikutan main futsal deh, pasti selesai yang gituan…” Mereka terbahak.
Lalu ada yang ngacung lagi, Ayun, yang kalem lembut kayak sutra dari Tiongkok hasil produksi abad The Forbidden Kingdom,  “Buat saya, DIVA Press adalah rumah kedua dan Pak Edi adalah bapak kedua saya.”
Ya Allah, ya Tuhan, omaigat, omaisaroh dan omaimunah (istri gue nih!), semoga itu tidak dimaksudkannya bahwa gue kelak akan nikah ama ibunya ya J.
Lantas ini yang seumpeehhh demi apa pun dah kagak pernah gue sangka, komen dari @ajjah_aja.
Dengan pede, dia yang selalu memproklamasikan dirinya dengan intonasi lebih heroik dari Ruhut Sitompul dan Sutan Batughana bahwa dia adalah wanita chhaaannn….theeekkkk (catat: huruf dan jumlahnya serta titik antaranya harus pas begitu!), berdiri, meniru gaya catwalk si Putri Indonesia Jateng 2004, @IenMyunk, yang kini tersugesti pol-polan untuk jadi Bella Swan versi koplak J, “Bagi saya, DIVA Press adalah tempat mengembangkan diri dan Pak Edi adalah orang yang congkak tapi baik sih…”
Antara jleb dan terbuai. Sikapnya abu-abu, setengah hati, maka gue sontak bilang lewat mike: “Untuk Ajjah, coklatnya separuh saja!”
Gerrrrrrrrrr…keeekkkkkeekkk….gerrrhhhh…tawa meledak!
Coklat terakhir jatuh ke tangan Yuni, anak Pak Kardi yang rumahnya gandeng tembok dengan kantor gue, “Pak Edi adalah pimpinan yang gaul dan DIVA Press adalah tempat biro jodoh!”
Udara sontak meledak. Tawa berhamburan. Cekikik berlompatan. Mulut mangap semua. Gigi nggak akur semua antara bagian atas dan bawah. Bahakan membahana.
“Yuni sih itu curcol dirinya sendiri…” komen gue sambil berderai-derai nahan tawa.
Ahhh, 10 coklat yang gue beli demi para karyawan gue tercintaahhhh tersayannnkkkk terkasiihhhhh celllallu cellaamaanyaahh diii dalammm hatiiikuuhhh terdalllaammmhhh itu tuntas tersebar. Nggak seberapa sih emang duit coklatnya, tapi derai tawa panjang kami siang ini, yang merontokkan sekat-sekat hierarki pimpinan dan bawahan, manajer dan anak buah, divisi redaksi yang pegangannya komputer dengan divisi lain yang pegangannya tinta cetak, di hari Valentine yang barengan dengan ultah DIVA Press Group ini, melampaui segala aset yang gue punya!
Gue nggak bakal pernah bisa beli kekariban, tetapi gue bisa menciptakannya dengan cara-cara sederhana tapi penuh kesan begitu. Kali ini, coklat dan Valentine gue kreasikan demikian.
Tahun depan, kudu beda, sebab gue kagak demen pengulangan, nggak kreatif!
Jogja, 14 Pebruari 2013
4 Komentar untuk "THE CEO KOPLAK SERIES: HAPPY VALENTINE, GUYS"

keren euy. seru puol ya. terutama yg bikin tambah asyik itu gaya berceritanya yg super jail dan koplak :)

Ya Allah, ya Tuhan, omaigat, omaisaroh dan omaimunah (istri gue nih!), semoga itu tidak dimaksudkannya bahwa gue kelak akan nikah ama ibunya ya >>> paling kusuka kutipan ini

hahaha.... ngakak banget baca ini. Nama ibu saya juga Maimunah, Pak (ciyus lo).
Btw, saya baru sadar kalo saya ini kalem lembut kayak sutra dari Tiongkok hasil produksi abad The Forbidden Kingdom setelah baca postingan ini.
Matur nuwun, Pak. :) :)

kwakakakak. ngakak jungkir balik. ckckk. mantaps

Back To Top