Personal Blog

CINTA DAN BENCI



“Ya, aku tahu, kamu mencintaiku. Tapi, kenapa kamu sering membuatmu membencimu?”
“Kamu kira aku pun tidak memiliki pikiran yang sama?”
“Ya, aku tahu itu…”
“Lebih sering mana yang kamu rasakan, antara mencintaiku atau membenciku?”
“Ya, lebih sering mencintaimu.”
“Aku pun juga begitu.”
“Kamu belum jawab pertanyaanku….”
“Memang masih ada masalah yang harus kujawab? Bukannya jawabanmu tadi adalah juga jawabanmu pada pertanyaanmu?”
“Iya, sih, cuma kamu tahulah aku ingin mendengarnya darimu langsung.”
“Apa nanti setelah kamu dengarkan jawabanku, lalu kamu pun akan memperdengarkan jawabanmu padaku?”
“Haaaa…. Kukira itu tak perlu, karena kukira juga akan sama saja intinya, kan?”
“Iya, baiklah.”
“Aku menyimak….”
“Mencintai dan membenci itu sunnatullah, hukum alam. Tidaklah mungkin melulu hujan tanpa terang, sebagaimana mustahillah hidup akan selalu menangis tanpa tertawa, juga tidaklah akan terjadi semulia apa pun seseorang lalu semua orang akan memujinya tanpa ada yang mencelanya. Tidaklah mungkin kamu berharap semua orang akan mencintaimu atau membencimu. Kanan-kiri, atas-bawah, alim-kafir, baik-buruk itu serupa kerjanya dengan siang-malam, hitam-putih, hujan-terang, cinta-benci.”
“Lalu?”
“Kamu akan jadi pembenci, jika benci itu yang kamu dahulukan. Kamu akan jadi pencinta, bila cinta itu yang kamu utamakan. Semua tergantung kamu seorang. Dan kamu seorang akan sangat dipengaruhi oleh pendidikanmu, pergaulanmu, agamamu, budayamu, hingga kepentinganmu. Kamu adalah otonom yang diciptakan oleh semua item itu. Apa yang kamu alami, rasakan, dan tindakkan, sepenuhnya adalah kamu otonom itu.”
“Apakah aku yang otonom bisa membebaskan keputusanku dari item-item pencipta otonomku itu?”
“Bisa!”
“Apa iya? Caranya?”
“Setiap yang kamu baca, dengar, dan renungkan pastilah memberikan pengaruh padamu, bukan? Bahkan sekalipun itu berlawanan dengan item-item otonom yang sudah membentukmu. Seseorang jika berhadapan dengan sesuatu yang berbeda dengan item otonomnya selama ini akan bersikap begini: menerima penuh, menerima sebagian dan menolak sebagian, atau menolak semuanya tanpa ampun. Sekali lagi, kamu akan menjadi seperti apa yang kamu lakukan saja. Juga ucapkan. Bukan pikirkan. Soal pikiran dan pengalaman memberikan sumbangan pengaruh, itu benar. Tetapi seringkali apa yang kamu lakukan tidak sejalan dengan apa yang telah kamu pikirkan dan alami, bukan?”
“Iya sih.”
“Jadi, boleh saja perasaanmu membenciku saat kamu menilai aku menyebalkan. Namun bukankah itu tidak berarti lalu kamu memarahiku, kan? Antara apa yang kamu rasakan dan lakukan pun bisa berbeda. Tentu saja, aku hanya tahu apa yang kamu lakukan, juga ucapkan. Di luar itu, pikiranmu dan perasaanmu, sama sekali aku tak tahu. Jika kamu membenciku, tetapi perbuatanmu adalah mencintaiku, maka aku tahunya kamu mencintaiku. Demikian sebaliknya.”
“Ya, ya, ya, aku tahu.”
“Jadi, sudah beres, kan?”
“Mungkinkah kita menempuh hidup yang di dalamnya ada benci dan cinta sekaligus?”
“Memang begitulah hidup, bukan?”
“Bukankah itu menyiksa sekali?”
“Apa yang kamu rasa menyiksa, itu karena kamu melakukannya sebagai tersiksa. Jika dibalik, kamu melakukannya dengan tidak menyiksa, maka kamu pun akan merasakannya tidak menyiksa.”
“Berarti aku hanya perlu melakukan ya?”
“Iya.”
“Marah, misal?”
“Iya. Aku akan tahunya kamu marah, tidak cinta.”
“Cinta, misal?”
“Iya. Aku akan tahunya kamu cinta, tidak marah.”
“Padahal keduanya berdenyut bersamaan?”
“Aku hanya tahu yang kamu lakukan dan ucapkan. Di luarnya, aku, dan semua orang, tidak pernah tahu.”
“Jadi, kalau marah sebaiknya dikatakan saja, kalau cinta dikatakan saja, begitu?”
“Marah yang diam akan membuat pemiliknya tidak bisa nyenyak. Marah yang bicara akan membuat pemiliknya sakit jiwa. Ada orang bijak yang bisa mengatasi marahnya tanpa harus mengatakannya. Cinta yang diam akan membuat pemiliknya memeluk bantal. Cinta yang bicara akan membuat pemiliknya tahu apakah dia akan memeluk bantal juga atau memeluk orang yang dicintainya.”
“Seperti si secret admirer?”
“Iya. Enakkah jadi secret admirer?”
“Tidak.”
“Kalau begitu, katakan saja kamu mencintaiku, agar kamu segera tahu apakah kamu akan memeluk bantal atau memelukku.”
Prettt!”
Jogja, 22 April 2014
10 Komentar untuk "CINTA DAN BENCI"

duh, saya masih punya utang untuk nulis catatan tentang #KAMPUSFIKSI Malang dan sosok almarhumah Rina Shu

Kalau begitu, katakan saja kamu mencintaiku, agar kamu segera tahu apakah kamu akan memeluk bantal atau memelukku. sesudah mengatakan lalu ditolak pada akhirnya memeluk bantal juga deh pak guru :-D

oya, yang selalu tak pernah berubah dari gaya menulis pak edi ini, begitu ngena.... saya suka banget bukumu pak yang dibeli beberapa tahun silam berjudul " andai aku berjalan kaki " ..... pas golepas pas pas :-D

Cinta&Benci tidak berlawanan ya, Pak?

naaah ayo ayo Pak Rektor, tulisan tentang kampus fiksi malang mana??? ditunggu looh hehe :D

Saya ketinggalan yang kampung fiksi malang hiks ;(

Back To Top