Aku selalu
merasa kekurangan. Kurang punya uang banyak. Kurang rumah yang lebih besar.
Kurang mobil lebih banyak dan lebih mewah. Kurang berperut six pack. Kurang
berotot. Kurang mancung. Kurang keren rambutku. Kurang macho tampangku. Kurang
pintar pula. Kurang dihargai orang lain juga. Kurang didengarkan. Kurang
dimuliakan…
Kurang,
kurang, dan kurang………
Lantaran aku
selalu berhasil menemukan kekuranganku, seketika aku selalu merasa kurang
beruntung, kurang dicintai Tuhan bahkan. Tak ada itu kisah ingatan akan semua yang telah ada dalam genggamanku.
Sering banget
aku mengeluh pada Tuhan, entah sekadar bisik keluhan dalam hati, mengapa sih
Engkau doyan banget memurukkanku dalam banyak sekali kekurangan ini? Mengapa sih tidak
Engkau penuhi semua harapku agar kekurangan berkurang, bahkan hilang, agar aku
bisa bahagia dengan hidupku, agar aku bisa sempurna berbakti pada-Mu?
Jadi, jangan
salahkan aku lho Tuhan, bila aku kurang bakti pada-Mu, lantaran semua itu
dipicu oleh ketidaknyamananku untuk berbakti pada-Mu akibat
kekurangan-kekurangan hidupku yang terus saja tidak Engkau tutupi meski aku
sudah bosan banget berdoa pada-Mu…
Coba saja bila
aku punya uang lebih dari 1 milyar, pasti aku bahagiaaaa banget!
Umpama saja
aku bisa membangun rumah yang 5 kali lipat dari rumah yang kuhuni sekarang,
tentu aku akan sangat bahagia.
Kalau saja aku
bisa beli Ferrari dan Bugati Veron yang kemarin kusaksikan pesona jantannya di
IIMS 2012, pasti aku akan sangat bahagiaaa sekali.
Andai saja
penghasilanku tiap bulan tumbuh terus 25% saja, ahhh betapa kan senang hatiku.
Misal saja aku
bisa pelesir ke luar negeri setahun dua kali saja, ahhh betapa kan sangat sempurna
hidupku.
Niscaya aku akan sangat bahagiaaaaaa, lalu dengan modal bahagia itu aku kan bisa banget berbakti dengan khusyuknya pada-Mu.
Tapi, mana itu semua? Mana?
Tapi, mana itu semua? Mana?
Nggak ada.
Tetap saja aku
hidup dengan penuh kekurangan. Pengen ini, itu, ahhh…hanya bisa menekan dada, karena
saldoku nggak cukup untuk merengkuhnya. Selalu begitu. Benar-benar dah, hidupku
ini sangat jauh dari sempurna, bahagia, lantaran Tuhan masih saja menari-nari girang di atasku dengan belitan kekurangan-kekurangan!
Huuhhh…
###
Jogja, 12
Oktober 2012, pukul 10.00 WIB.
Dari gang yang
sempit itu, aku terperangah. Di depan mataku, di depan mobilku yang sering
kunyatakan jauh dari membahagiakan karena seabrek kekurangannya dibanding Ferrari dan Bugati Veron yang tak juga
kunjung mampu kubeli, sepasang suami-istri tengah berboncengan di atas motor
tuanya.
Si suami duduk
di jok motornya dengan sangat mepet ke depan. Di belakangnya persis, tumpukan
jerami begitu menggunung. Masih ditambah lagi dengan wadah-wadah plastik yang
entah untuk apa. Di belakangnya, duduk si istri yang kusut dengan posisi pantat
yang sangat mepet ke belakang, nyaris hanya kebagian besi sadel yang sangat
sempit itu. Kakinya saja tidak bisa untuk diletakkan di footstep-nya, karena sudah habis dimakan tumpukan jerami itu.
Mereka meliuk
di keramaian, lalu tembus ke bawah jembatan layiag Janti, terus ke selatan,
searah denganku. Lalu tembus ke rongroad Blok O. Kujejeri laju mereka yang
beringsut sedemikian pelannya.
Ya Tuhan…..
Plakkkkk…kutampar
wajahku! Kugebrabki dashboard
mobilku. Betapa sangat lega di dalam mobilku ini. Betapa tidak panas karena AC
terus menghembus. Betapa segarnya Metallica menemari pagiku, Sad but True dan The Unforgiven.
Di luar sana, di jejeranku, di
sebelah kiriku, di jalur lambat itu, suami-istri itu begitu hebatnya berkecamuk
dengan barang bawaan yang mungkin nilainya jika diuangkan hanya cukup dengan
selembar kecil gebokan uang di dompetku.
Arrghhh…
Plakkk!
Plakkk! Plakkk…!!!
Bila mereka
bisa bahagia dengan keadaan itu, lalu mengapa aku tidak?!!!
Plakkk…plakkk!!!
Dasar aku,
koplak! Bodoh! Gila! Geblek! Sableng! Sakit jiwa! Tak tahu diri! Buta syukur!
Nuntut mulu! Serakah! Tamak! Barbar!
Tidak tahu
diuntung!!!
Jogja, 12 Oktober 2012
1 Komentar untuk "ARGGHHH, AKU SELALU NGGAK NYADAR TUK BERSYUKUR!"
Iya. Dan saya tahu dari mobil apa gambar ini diambil, pantas sekali kalau Anda menggebrak dashboard dan menampar muka sendiri.
Salut, karena masih ada ingatan untuk itu. Salam. Saya percaya Anda tahu bagaimana cara melakukannya.