INI BUKU BARU GUE!
Hidup yang
biasa saja, linier, sama persis dengan hidup yang sekadar menunggu kawin,
kentu, beranak, lalu tua dan mati. Bahwa semua kan menempuh proses alamiah itu, off course
bangetlah. Ayam dan itik juga bakal begitu sikulsnya.
Tapi gue bukan
ayam! Gue ogah jadi itik! So, gue ogah menempuh hidup yang sekadar biasa saja.
Gue harus jadi orang yang sekali hidup, bermakna, lalu mati.
My life is in my hand! Man jadda wajada.
Cogito ergo sum! Ah, seabreklah dalil, fatwa, slogan, yang meneriakkan
pelajaran bahwa hidupku kan
ditentukan oleh diriku sendiri. Jika aku hidup bak ayam saja, maka aku kan mati bak ayam saja.
Memoarku selama hidup kan
kayak ayam saja.
Ayam bisa
orgasme, gue juga! Ayam bisa marah jika terganggu, gue juga. Ayam doyan alay
tuk gaet betinanya, gue juga!
Tapi gue
disemati otak oleh Tuhan. Plus nurani. Dua potensi besar manusia yang secara
azali bedain dirinya dengan makhluk Tuhan lainnya. Jika dua potensi azali itu
nggak gue pake, maka gue udah nyia-nyiain anugerah Tuhan, dan nggak usah heran
kalau akhirnya gue nggak lebih mulia dari ayam. Lebih bebal bahkan. “Ulaika kal an’am! Balhum adhal!” kata Tuhan.
Menjadi nggak
biasa berarti memperjuangkan kebaruan pada diri kita. Kebaruan adalah proses hijrah
tanpa henti. Melesatkan diri dari satu titik, tempat, level, menuju titik,
tempat, dan level baru lainnya.
So, gue kudu
banyak kawan. Gue kudu banyak baca. Gue kudu banyak menulis. Gue kudu banyak
sekolah. Gue kudu banyak main. Gue kudu banyak merenung dan berpikir. Gue kudu
banyak berkreasi.
GUE KUDU
SELALU MEMINDAHANKAN DIRI TERUS-MENERUS!
Mainstream! Comfort zone!
Inilah biang
kerok pembekap manusia untuk terus membiarkan dirinya jadi ayam. Betapa
nyamannya berdiam di petilasan tinggi, jauh dari hiruk-pikuk, lalu membaptis
diri sebagai “mulia, suci”. Ini mainstream!
Betapa enaknya bangun siang, makan, merokok, ngopi, sudah! Comfort zone.
Gue sering
bilang dalam banyak kesempatan (misal aja), bahwa, “Kealiman (ilmu dan amal)
seseorang kan
meretaskan kemuliaan. Tapi ingat, level kealiman yang berada di ruang kosong,
di petilasan sepi, bukanlah kawan candradimuka yang layak dibanggakan. Sebab
hidup ini adalah keramaian, bukanlah kesepian.”
Ya, sejenis
itulah.
Ngomong mulia
tapi nggak pernah tahu jalanan malam, itu sepi. Ngomong itu busuk kotor hitam,
tapi nggak pernah menyentuh sampah, itu sepi.
Itu gue, lo-lo
sih silakan aja mau kayak mana. Satu hal aja yang gue yakini benar dalam hidup
ini bahwa semangat hijrah adalah semangat antimainstream!
Dan
serpihan-serpihan itu termuat dalam buku baru gue ini #CEO KOPLAK.
3 Komentar untuk "HIJRAH ITU KOPLAK = OGAH JADI BIASA! (Review buku gue, CEO KOPLAK)"
sami'na wa atha'na
Salman
Mantaappp...
d tunggu ebook nya gan