Personal Blog

TIADA YANG LEBIH BERHARGA DARI KELUARGA (ULTAH KEDUA KAMPUS FIKSI)





Tanggal 24 April 2015. Jogja diguyur hujan sangat deras sore itu. Simbok berkata pada saya yang sedang duduk di depan tipi, ada tamu. Namanya Mas Saipul dan Mbak Mufi.
Buru-buru saya menyongsong ke pagar rumah. Ya Allah, dua anak ini kok basah-basahan begitu? Ntar kalau masuk angin gimana, lalu sakit gimana?
Saya segera menyuruh mereka masuk. Tak lama, datang lagi dua anak muda lainnya, Fia dan Farah. Juga basah-basahan. Ya Allah, kenapa kalian ini nekat hujan-hujanan sih?
Buru-buru saya menyuruh mereka mandi, ganti baju. Biar nggak kelamaan digerogoti dingin.
Saya meminta simbok menyediakan teh panas buat mereka. Biar angetan badannya. Lalu saya juga meminta disiapkan makan malam sekalian.
“Nggak ada ikan apa pun, Pak,” kata simbok.
Mpun, sak ontene mawon, seng penting lare-lare meniko disiapke maem nggeh. Men mboten masuk angin.
Alhamdulillah, empat anak muda yang kehujanan ini sehat-sehat saja dan bisa mengikuti acara ultah Kampus Fiksi di hari minggunya.
****
Sudah dua tahun ternyata Kampus Fiksi berjalan. Ratusan anak muda dari jalur Kampus Reguler telah datang dan pergi. Ribuan lainnya telah saya jumpai melalui jalur Kampus Fiksi Roadshow.
Berapa orang yang benar-benar sukses menjadi penulis?
Tak banyak.
Saya tahu memang takkan pernah banyak orang yang berhasil memperjuangkan passionnya. Apalagi kegiatan tulis-menulis yang jelas kalah seksi dibanding dunia profesional lainnya.
Saat acara ulang tahun kedua Kampus Fiksi dimulai (26 April 2015) di Reso Den Nanny, saya menatap hadirin yang berjubel di deretan kursi yang memanjang ke kanan-kiri dan ke belakang.  Mungkin ada sekitar 200 orang. Tentu saja saya takkan pernah menangis di depan khayalak, kendati saya sungguh tak berhasil untuk menutupi kejelar haru di dalam dada.


Kaharuan saya sama sekali bukan karena saya ada di depan sini. Bukan. Kau tahu, saya sungguh lebih suka berada di belakang, di taman, klepas-klepus sambil terkekeh untuk menyimak kisah-kisah sepele yang membuat saya bisa rileks sebagai manusia.
Saya terharu karena kepala saya sesak oleh kota-kota jauh tempat kalian berasal, yang jelas membutuhkan energi, waktu, dan biaya, yang rela kalian taklukkan untuk turut berada di sini. Ada yang datang dari Semarang dengan mengendarai motor. Ya Allah, lancarkanlah jalannya pulang. Ada yang terbang dari Lampung dan Jakarta. Ada yang naik kereta dari Surabaya, Bandung, Malang, Purwokerto, dan kota-kota lainnya yang tak bisa saya sebut satu-satu. Ya Allah, semoga semuanya sampai di rumah dengan sehat dan aman.
Dom memenuhi ingatan saya. Tubuhnya yang gempal, tampangnya yang dingin, dan keberaniannya yang tak tertandingi, lungkrah luruh di hadapan keluarga. Ia berkata,“Semua orang menginginkan petualangan dalam hidupnya, tetapi hanya keluargalah petualangan yang abadi.” Ia juga berkata, “Kepada keluarga kita akan selalu kembali.”
Sebentar, sebentar, ada Dek Safitri di TransTV lagi mainan kapas. Ayo, Dek, semangatttt….
Apalah saya di hadapan para penulis hebat nan beken di negeri ini. Hanya butiran debu yang tak tahu arah jalan pulang. Apalah saya di hadapan para taipan penerbitan di negeri ini. Hanya nun ikhfa’ belaka ketika ketemu huruf ba’. Dan apalah-apalah saya ini di hadapan semesta ini: bagai selapis kecil di kue lapis yang akan segera tergulung oleh lapisan-lapisan lainnya yang segera berdatangan kemudian.
Saya hanya sekadar berusaha melakukan sesuatu yang oleh para simbah disebut “nguwongke wong”; memanusiakan manusia. 



Saya bisa membelikan pecel lele, ya saya kasihlah mereka. Saya bisa menyediakan kopi, ya saya siapinlah buat mereka. Saya punya asrama Kampus Fiksi yang bisanya digelari tikar dan kasur seret, ya saya gelarlah semua itu. Saya punya senyuman dan say hello, ya saya lakukanlah itu.
Maka tak ada masalah sama sekali buat saya untuk duduk di dekat mushalla sambil memasang sepatu sehabis shalat dan berbincang dengan beberapa anak muda yang datang dari jauh.
“Hai, kamu naik apa? Duh, jauh ya. Nginep di mana? Wah, hati-hati ntar pulangnya ya. Salam sama keluarganya. Semoga kita diberi kesehatan dan bisa ketemu lagi ya.”
Tak sulit untuk melakukan itu sebagai bagian dari ngowongke wong. Tetapi, kata para simbah, talinya amat kuat di dalam hati langsung. Menghunjam! Bagai akar pohon jati!
Saya harus bersyukur betapa setiap event Kampus Fiksi selalu semarak, guyub, dan menggairahkan. Setiap berjumpa orang, saya selalu berusaha menemukan pesan semesta pada diri saya.
Oh, orang ini datang jauh-jauh dari Surabaya padahal dia besok harus masuk kerja ya.
Oh, anak ini kelihatan senang sekali saat saya kasih senyuman sambil sapaan, “Ayo, makannya tambah, yang kenyang lho.”
Benar sekali dawuh Dom, kepada keluargalah kita akan kembali ke manapun kita bertualang. Orang-orang kota rela berdesakan setahun sekali di masa mudik demi bersemuka dengan keluarganya atau sekadar nisan leluhurnya.
Harta, kepintaran, kepopuleran, apalah arti semua itu bila tak ada keluarga untukmu. Keluarga adalah rahim! Keluarga adalah kodrat hakiki kita sebagai manusia!
Maka ingatlah, Adek-adek, mau sehabat dan sekaya apa pun engkau kelak, keluarga jauh lebih sejati dari semuanya. 



Saya akan selalu merindukan senyum-senyum lepas kalian sebagai keluarga saya.
Jogja, 27 April 2015
Tag : KampusFiksi
15 Komentar untuk "TIADA YANG LEBIH BERHARGA DARI KELUARGA (ULTAH KEDUA KAMPUS FIKSI)"

Tiap paragraf dalam tulisan ini terasa langsung menyejukkan hati saya, Pak. Anak perantauan yang jauh dari keluarga dan akhirnya berkesempatan menjadi bagian dari keluarga Kampus Fiksi. Terimakasih.

Terharu, Pak. Bukan karena foto saya nongol di blog ini. Tapi terharu karena perasaan saya berbalas. Maka benarlah jika Mas Raudal kemarin berkata bahwa perjalanan ke Jogja adalah perjalanan untuk menjaga hubungan emosional dengan sastra, dengan dunia yang sejatinya kita cintai. Juga tentu dengan keluarga baru yang kita miliki.

Ada fotomu yaaa. Hee... ijin yaa sekalian xd

Kamu dicari dek gara lho rick....

Kapan saya bisa jadi murid di Kampus Fiksi, Pak Edi?

Kemarin udah main ayunan bareng sama dek gara haha. Salam ya pak buat dek gara.

Terharu baca ini, Paak.... terima kasih utk segala momen dan maaf merepotkan terutama pas adegan hujan. :(
semoga bisa kumpul hore2an di jogja lagiii. Aamiiin ♥

Ada pak, walau cuma sepertujuh layar hahaha...Siap, Pak!

Pak Edi, makasih banyak ya telah memberikan jalan bagi kita untuk bertemu dgn keluarga, makasih telah memberikan keluarga baru bagi kita... :') sekarang, saya akan mengingat jogja sebagai sebuah tempat untuk pulang. *nangis pagi2 gr2 baca ini :')

begitulah, ini tahun ke-14 saya di rantau, momen lebaran adalah perjuangan untuk bisa berkumpul bersama keluarga. semoga keluarga kita sehat selalu ya, Pak.

"Kalian kalo pulang, hati-hati di jalan! Sampaikan salam saya pada keluarga!"
Kalimat itu sungguh membuat kami merasa menjadi keluarga seutuhnya. Ada kepedulian yang luar biasa. Terima kasih, Pak Bos! Sudah membukakan pintu untuk kami. Bukan sekedar ruang berkarya, tapi juga pintu persahabatan yang sangat indah. Terima kasih!

Membaca tulisan ini, membuat semakin semangat agar lolos ke #KampusFiksi angkatan berikutnya. Suwun Pak Edi.

wah bapak terima kasih atas petunjuk arahnya kemarin Alhamdulillah gak nyasar dan langsung sampai stasiun :D

Semoga acara yang selanjutnya bisa berjalan lancar :)

Heee iyaaa berkah mushalla ya xd

Back To Top