Personal Blog

(Ruang Putih, Jawa Pos, 7 Juni 2015) MERATAPI NASIB KPK

Esai ini saya tulis di Hotel Shafwah Orchid Mekkah. Mulanya saya kirim ke Mojok.co. Ditolak! Hasyem tenan. Lalu saya besut gayanya lebih formal dikit, Jum’at (5 Juni 2015) saya kirim ke Ruang Putih Jawa Pos. Dimuat Minggu tanggal 7 Juni 2015. Ini postingan versi aslinya. Selamat menikmati….

============

Saya cinta Indonesia, itulah sebabnya kendati sedang berada di negeri kelahiran Rasulullah Saw., saya selalu menyempatkan diri mengikuti cerita-cerita gemes dalam negeri. Mulai kisah haru TM yang mewakili hotnews dedek-dedek gemes hingga pemerkosaan sistematis KPK oleh hakim-hakim Praperadilan.

Dulu Kang Sarpin, kini Kang Haswandi. Nanti-nanti, entah Kang-kang hakim siapa lagi yang akan memerawani KPK.

Iya, jelas saya mengerti, selama mematuhi prosedur legal-formal acara, tak ada yang salah dengan keputusan pengadilan, bagaimanapun ia. Hakim berwenang mutlak memutuskan apa pun. Soal kemudian tersisa kepuasaan versus kekecewaan atas keputusan siding, antara penggugat dan tergugat, itu wajar-wajar saja. Ingat lho, hakim juga manusia, sama halnya dengan dedek-dedek gemes, yang tak selalu bisa menyenangkan semua pihak.

Tetapi lain soal bila kok ternyata yang tak puas atas keputusan pengadilan adalah mayoritas rakyat Indonesia. Lha ini. Dalam logika sebuah hadits tentang “wajibnya hidup dalam sebuah jamaah” (yang berarti itu adalah persoalan tendensi mayoritas), wajar bila membuhul kegundahan: “Masak iya mayoritas orang Indonesia sebagai sebuah jamaah nation-state bersepakat untuk kecewa atas keputusan Kang Haswandi?”

Itu pasti ada apalah-apalahnya yang menjadi “hulu ledak” nurani kolektif kita.

Dulu, BG bahagia dengan putusan Kang Sarpin. Rakyat memekik. Kini, Hadi Pornomo bersorak oleh putusan Kang Haswandi. Rakyat meratap.

Berbeda sudut pandang dengan Kang Sarpin yang menggunakan amar putusan MK yang meluaskan cakupan Pasal 77 KUHP tentang penetapan status tersangka sebagai materi gugatan Praperadilan, Kang Haswandi menukik lebih enjleb pada “tidak berwenangnya KPK mengangkat penyidik dan penyelidik di luar institusi kepolisian dan kejasaan.” Sehingga, demikian amar Kang Haswandi, segala proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh penyelidik dan penyidik KPK yang bukan berasal dari dua institusi itu otomatis disebut ilegal. Otomatis pula, segala bentuk penuntutannya pun ilegal, sehingga harus dihentikan.

Sontak KPK terblejeti. Lahir-batin.

Lha iyalah. Keputusan ini membawa konsekuensi sangat dahsyat; bahwa seluruh perkara yang sedang diselidiki dan disidik oleh penyelidik dan penyidik yang diangkat oleh KPK sendiri, yang di UU tidak ada aturan tertulisnya, terancam berstatus ilegal. Terancam berstatus harus dihentikan.

Weladalah, mau jadi apa terus negeri ini? Para haram jadah berzumba-ria, para jelata menggigit jari.

Bayangkan, Bung, pekerjaan penyidikan dan penyelidikan selama berbulan-bulan dan bahkan bertahun-tahun oleh KPK seketika terancam jadi rempeyek oleh “tafsir hukum” Kang Haswandi.

Tafsir hukum, ini dia biangnya.

Kang Haswandi menyandarkan keputusannya pada Pasal 45 ayat 1 Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK, bahwa penyidik KPK adalah penyidik pada KPK yang diangkat dan diberhentikan oleh KPK dan Pasal 4 KUHP tentang penyelidik dan Pasal 6 KUHP tentang penyidik. Tafsirnya adalah: “Penyidik (dan penyelidik) KPK karena itu sebelumnya haruslah berstatus penyidik (dan penyelidik) di Polri atau Kejaksaan.” Dengan tafsir penciutan begini, logis sekali untuk diamarkan bahwa penyidik dan penyelidik yang diangkat oleh KPK yang bukan penyidik dan penyelidik dari Polri atau Kejaksaan adalah ilegal.

Sampai di sini, tak ada yang salah dengan landasan normatif dan sekaligus tafsir Kang Haswandi. Sekilas, di satu sisi.

Tetapi mari segera perhatikan pekikan KPK di sisi lainnya. Indriyanto Seno Adji, Plt Pimpinan KPK, mengatakan bahwa KPK adalah lembaga lex special dengan mekanisme teknis detail berdasarkan perkom KPK. “Kewenangan KPK untuk mengangkat penyelidik dan penyidik independen jelas tertulis dalam UU KPK,” tegasnya.

Taufiqurrahmah Ruki turut menandaskan bahwa UU Nomor 8 tahun 2002 tentang KPK menyatakan bahwa KPK tidak mempunyai kewenangan untuk menghentikan penyidikan. Keputusan Kang Haswandi yang menyuruh KPK menghentikan penyidikan atas kasus Poernomo otomatis bertabrakan dengan Undang-undang tersebut.

Nah lho! Yang mana nih “tafsir hukum” yang sahih?

Ehmm, kalau sudah bicara tentang “tafsir hukum”, nggak peduli itu hukum positif atau agama, semua pihak sama merasa benarnya. Sama merasa sahihnya. Tanya aja itu sama penolak langgam Jawa dalam bacaan Alqur’an. Tanyain juga tuh sama penyeru Syiah itu bukan bagian dari Islam. Biar lebih mantap, tanyain pula itu sama pendakwah khilafah yang senyam-senyum di bawah lindungan Pancasila.

Tak ada ujungnya.

Yang kita lihat kini sebagai #HaswandiEffect, setelah sebelumnya #SarpinEffect, adalah langgam KPK jadi kacau-balau. Keseksian KPK sebagai lembaga paling otoritatif dalam pemberantasan korupsi jadi kisut-keriput. Tafsir hukum Kang Haswandi benar-benar memberikan dampak sistematis yang amat serius dengan mensalingtabrakkan Undang-Undang satu dengan Undang-Undang lainnya; yang niscaya melesatkan problem-problem kepastian hukum bagi perjuangan KPK.

Lalu tersebutlah sosok MA (Mahkamah Agung) dan KY (Komisi Yudisial) sebagai lembaga tinggi segala urusan kemelut hukum di negeri ini. MA dan KY bak pusat rujukan final masalah-masalah hukum. Dengan harapan, segala benturan tafsir hukum bisa dicarikan validasi fatwa finalnya agar langgam hukum bisa kembali stabil.

Sayangnya, di negeri ini, terlalu banyak fatwa-fatwa geje-nyebelin yang hanya bisa berisik tanpa sanggup meneduhkan, mulai fatwa MUI sampai MA dan KY. Para panglima MA dan KY sendiri begitu demen melontarkan pendapat-pendapat subyektifnya, ya tafsir hukumnya sendiri, sehingga kekisruhan hukum menjadi kian blunder. Mereka sering alpa bahwa normativitas diciptakan untuk menaungi historisitas; yang tertulis haruslah ditafsirkan berdasar konteks yang melandasi sebuah kejadian.

Apa lacur!

Ujungnya, kita pun jadi capeeekk deh. Lagi-lagi asssuuuu deh! Hanya kuasa mengelus dada menyaksikan KPK diperkosa lagi dan lagi secara sistematis, dengan senjata prosedur legal-formal itu sendiri sehingga berseolah itu sahih secara hukum.

Bila KPK adalah dedek-dedek gemes, tak ada seorang pun dari kita yang rela menyaksikan dedek-dedek gemes itu tidak dibayarkan haknya, bukan?

KPK harus kuat, seperti dedek-dedek gemes yang juga harus terus kuat. Tanpa kalian, musnahlah harapan semua kita. Kata kaum bijak bestari, “Hidup tanpa harapan adalah hidup yang tak layak ditempuhi.”

Makkah, 30 Mei 2015
Tag : Artikel
3 Komentar untuk "(Ruang Putih, Jawa Pos, 7 Juni 2015) MERATAPI NASIB KPK "

▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬ஜ۩۞۩ஜ▬▬▬▬▬▬▬▬▬
Tulisan yang sangat bagus, heran juga kenapa ditolak tetapi akhirnya bisa dimuat di koran ya. :)
▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬ஜ۩۞۩ஜ▬▬▬▬▬▬▬▬▬

Mau ikut komen mas edi...he he meskipun sya bukan orang hukum dan belum melek hukum tp saya suka melihat perkembangan hukum yang ad di indonesia..pertama, menurut saya soal pernyataan sampean tentang dukungan mayoritas masyarakat indonesia harus dilakukan vote terlebih dahulu...soalnya masyarakat indonesia sekarang ini sudah ratus an juta...dan pengguna internet saja tidak bisa dijadikan acuan dalam mengatasnamakan "masyarakat indonesia", kedua soal penyelidik dan penyidik itu memang sudah baku dari dua instansi tersebut karena memang didalam kuhap dijelaskan serta itu...ndak tau juga kalo DPR membuat revisi besar2an tentang penyelidik dan penyidik sebagaimana disebutkan didalam kuhap tsb. , ketiga, KPK juga bukan lembaga bentukan Tuhan yang didalam nya berisi malaikat malaikat tanpa dosa dan kesalahan, menurut saya karena didalamnya juga berisi manusia manusia maka tidak menutup kemungkinan berbuat kesalahan, dan terakhir saya pernah mendengar asas bahwa "lebih baik melepaskan seratus orang yang bersalah daripada menghukum satu orang yang tidak bersalah" terlepas yang di menangkan oleh praperadilan tsb bersalah atau tidak kita setidaknya melihat atau mungkin merenungi asas tersebut...terima kasih mas edi maaf mungkin bila ada ketidaktahuan karena saya juga terbatas kemampuan saya hehehe

Mksih sharingnya. Ini komen bagus kok. Saya suka.

Back To Top