Personal Blog

HASIL #LELANGNULISNOVEL (EDISI 19 JANUARI 2014)


Akhirnya, setelah tertunda untuk memilih cerpen-cerpen peserta #LelangNulisNovel karena barengan dengan event #KampusFiksi 6 di Jogja yang berlangsung dari tanggal 25-26 Januari 2014, di antara sesinya menghadirkan Bernard Batubara, selesai juga saya membayar hutang ini. Ya, ada 2 yang bagus dan memikat, dari 82 peserta lelang.
Ya, saya harus memilih, pilihan saya jelas bukanlah yang terbaik. Namun sebagai juri, ya tentu saja saya berwenang memilih.
Saya memilih cerpen karya Rosgadini ini sebagai pemenang lelang tersebut. Memang cerpen ini masih perlu catatan editing. Tapi, ini tetap cerpen bagus. Silakan kalian baca cerpennya, saya biarkan apa adanya, tanpa editing apa pun. Dan, sesuai komitmen, saya akan membimbing Rosgadini untuk menovelkan cerpen ini sampai selesai, lalu menyodorkan MoU jika sudah kelar, dan menerbitkannya, menyebarkannya ke penjuru nusantara.
Untuk peserta yang lain, ikutlah episode selanjutnya. Untuk Rosgandini, selamat datang di rumah saya, DIVA Press Group.

ICE CREAM GIRL
-Rosgadini-

“Vio, kalau kita besar nanti, Vio mau kan makan es krim lagi sama Bia?”
Dengan bibir belepotan es krim, Vio tersenyum dan mengangguk senang. “Hem. Mau.”
Sayang janji itu tidak bisa dia penuhi. Vio pergi meninggalkan Bia. Untuk selamanya.
***
“Aku ingin begini... Aku ingin begitu...”
Dengan giat Etta mengepel lantai First Scoop—toko es krim tempat ia bekerja—sambil menyanyikan lagu opening kartun Doraemon, sementara sang manajer memperhatikan Etta dari balik ruang kerjanya.
“Gadis aneh,” komentar Bia. “Umur sudah duapuluh dua tahun tapi masih suka sama Doraemon.”
“Kenapa, bang?” Addin yang baru muncul dari dapur bingung saat melihat sepupunya komat-kamit sendirian di depan pintu.
“Itu..., teman kamu. Aneh.”
Addin mengikuti Bia masuk ke dalam ruang kerja Bia. “Aneh gimana?”
“Aneh aja,” ucap Bia sembari duduk di kursinya.
“Dia nggak aneh, bang. Dia unik.”
“Terserah kamu lah,” sambar Bia. “Oh ya, aku memanggil kamu untuk membicarakan perkembangan First Scoop setelah beberapa bulan kita buka.”
“Bagaimana hasilnya, Bang? Semakin baik kan?”
“Ya. Aku harus berterimakasih sama kamu. Kamu memang ice cream maker terbaik di Jakarta. Nggak sia-sia aku menjemput kamu sampai ke Singapura.”
“Ah abang bisa aja...” Pujian Bia membuat pemuda berumur duapuluh tahun itu malu.
 “Aku serius,” lanjut Bia. “Dan pelanggan sangat memuji es krim leci buatan kamu. Aku yang nggak suka es krim jadi penasaran ingin mencicipi es krim itu.”
“Lho, aku udah bilang kan sama abang. Es krim leci itu Etta yang bikin. Bukan aku.”
“Oh ya?”
***
Hari sudah sangat sore saat Bia keluar dari ruang kerjanya. First Scoop juga sudah kosong, tidak ada lagi pelanggan yang menghabiskan sore sambil makan es krim. Bia baru saja akan pamit saat ia menyadari Addin dan Etta sedang serius menatap display berisi puluhan es krim beraneka rasa.
“Kalian lagi apa?” tegurnya.
“Kita mau makan es krim tapi bingung  mau rasa apa,” jawab Addin. “Abang mau ikutan?”
“Aku nggak makan es krim.”
“Kalo nggak makan es krim, kenapa punya toko es krim?” Etta menyambar.
“Bukan urusan kamu,” jawab Bia yang membuat Etta manyun.  “Aku pulang dulu ya. Jangan lupa kunci pintu.”
“Oke...”
“Sepupu kamu itu aneh,” ucap Etta saat Bia sudah pergi.
Mendengar itu Addin jadi tertawa geli. “Tadi si Abang juga bilang kamu aneh.”
“Enak aja. Aku nggak aneh. Aku...”
“Unik,” potong Addin sambil menepuk lembut rambut Etta yang mengembang seperti singa. “Kamu mau rasa apa nih?”
“Stroberi, jeruk, mangga dan bluberi.”
“Etta banget. Berwarna-warni.” Addin mengambilkan es krim pesanan Etta. “Nih.”
Etta mengambil es krim yang diberikan Addin lalu duduk di bangku kecil dekat display. “Eh Din, bos kita itu kan nggak suka es krim, tapi kenapa dia bisa punya toko es krim?”
“Itu mimpi Abang dari kecil.” Addin  duduk bergabung di sebelah Etta. “Dulu ada anak perempuan dekat rumahnya yang ia suka. Anak perempuan itu suka banget es krim. Terus Abang janji sama anak perempuan itu kalau dia besar nanti, dia akan membuat toko es krim dan anak perempuan itu akan jadi pelanggan setianya.”
“Hmm...,” Etta bergumam. “Kamu pernah bertemu anak perempuan itu?”
“Pernah dulu, waktu ada acara keluarga di rumah Abang. Anaknya cantik sekali. Rambutnya dihias dengan pita. Dia memakai gaun berwarna pink. Yang pasti—“
“Dia berbeda sekali sama aku.”
“Hahaha..., iya.”
“Terus sekarang anak perempuannya mana?” tanya Etta. “Selama aku kerja disini, aku nggak pernah melihat dia sama perempuan.”
“Anak perempuan itu sudah meninggal waktu dia kelas dua SD,” lanjut Addin. “Kata Abang, temannya itu kecelakaan saat dia pindah ke luar kota.”
“Kasihan ya...”
“Iya. Mimpi Abang jadi nggak bisa terwujud sepenuhnya. Tapi akhirnya dia tetap mewujudkan setengah mimpinya dan ia persembahkan toko ini untuk cinta pertamanya itu.”
“Aku nggak sangka. Orang menyebalkan kayak dia ternyata bisa romantis,” gumam Etta pelan. Tanpa ia sadari airmata mengembang di sudut matanya.
***
Etta melambaikan tangan dan memasang senyum lebar saat Addin dan Bia pulang. Setelah kedua bersaudara itu tidak lagi terlihat, Etta kembali masuk ke dalam toko dan menghabiskan waktunya di dapur.
Semenjak bekerja di First Scoop, Etta jadi jatuh cinta dengan dunia es krim dan gelato[1]. Dia ingin belajar membuat es krim seenak bikinan Addin yang dulu pernah bekerja di sebuah toko es krim terkenal di Singapura.
Tanpa sepengetahuan Bia, Etta memang sudah membuat beberapa es krim untuk First Scoop, termasuk es krim Leci yang disukai banyak pelanggan. Tapi Etta tidak pernah memberitahukan Bia tentang hal itu. Etta tidak ingin Bia tahu.
“Hmm. Bikin campuran es krim rasa apa hari ini?”
Etta membuka lemari es dan mengeluarkan dark chocolate. Lalu ia mengeluarkan ceri yang ditaruh di belakang coklat. “Ini ceri belum busuk kan ya?” Etta memakan ceri itu dan rasanya sangat enak. “Oh ini dark cherry yang biasa dipakai di kue blackforest,” komentarnya. “Oke. Aku buat es krim blackforest aja.”
Etta mencampurkan susu dan air di atas kompor dengan api kecil. Lalu ia menambahkan tepung maizena, vanili, gula, coklat yang sudah dilelehkan dan sedikit rum masak. Etta terus mengaduk adonan es krim hingga tercampur rata. Setelah mendidih, ia mematikan api dan terus mengaduk adonan hingga dingin. Terakhir, ia menambahkan dark cherry yang sudah ia potong-potong dan jadilah es krim blackforest ala Etta.
Etta baru saja ingin memasukkan es krimnya ke dalam freezer saat ia mendengar suara pintu toko dibuka. Etta mendadak kaku. Jantungnya berdebar kencang saat ia melihat bayangan Bia dari pintu dapur yang terbuka. Etta langsung bersembunyi dan mengintip dari balik pintu. “Mau apa dia balik ke sini?”
Bia mengambil semangkuk es krim lalu duduk di dekat meja display. Biarpun toko gelap, Etta masih bisa melihat wajah sedih Bia dari bias cahaya lampu dapur. “Kenapa dia? Dia kan nggak makan es krim.”
“Jangan sembunyi,” seru Bia tiba-tiba. “Aku tahu kamu disini.”
Etta terkejut. Dengan rasa bersalah ia berjalan keluar dari dapur dan melangkah mendekati Bia. “Maaf, Bi. Aku cuma—“
Bia menatap sendu Etta, membuat gadis itu berhenti bicara. “Selamat ulang tahun, Violetta. My ice cream girl.”
Ya Tuhan, dia tahu.
***


[1] Gelato: sejenis es krim, tapi teksturnya lebih kasar dan padat. Biasa dibuat menggunakan buah asli.
7 Komentar untuk "HASIL #LELANGNULISNOVEL (EDISI 19 JANUARI 2014)"

bagussss.... :D

tapi jengkellll kok cuma segituuu... cepatlah jadi novell :D

jadiii, si vio ternyata masih hidup *manggut2

ayooo ros, segera bikin sinopsismu, kalo sudah oke kubimbing masuk bab 1, dst

Penasaran..cepet jadi novel ya ^^
Katanya ada 2 yang bagus dan memikat,,yang satunya di-share jg donk pak Edi,,pengen tau yang memikat bapak tu yg bagaimana :)

lelang novel ini maksudnya gimana ya? udh telat y kalo mo ikutan...?

Keren banget cerpen ini. Idenya unik dan beneran twist ending. Tastenya Pak Edi emang gak pernah salah milih cerpen bagus *ya ealah...

Back To Top