Personal Blog

BOOMMMM….! CATATAN UMRAH PENUH GUNDAH



 Setiap muslim, tentu tahu Makkah dan Madinah: dua kota suci bagi umat Islam. Haramain, demikian istilah Arabnya. Masjid Nabawi di Madinah yang menyimpan jasad Rasulullah dan Masjidil Haram di Makkah yang menyimpan ka’bah merupakan dua simbol tersucinya.



 

 Merindukan bisa ziarah ke dua kota suci itu tentu menjadi passion utama sebagian besar umat Islam. Meski memang tak semua umat Islam bisa mewujudkannya, yang salah satu pemicunya ialah masalah biaya yang tidak kecil.
Dari sekian kali kunjungan saya ke Haramain, ada beberapa hal yang menggelitik “rasa unik” di hati saya, yang bukan melulu berkutat tentang manasik (rukun ritual), tetapi lebih tentang perilaku. Ya, perilaku para jamaah umrah (haji) yang ganjil, unik, nyeleneh, bahkan aneh!
Sudahlah, saya tidak bermaksud untuk menjadi ustadz di sini. Yang saya tahu dan yakini ialah bahwa substansi umrah/haji ialah “asfsyus salam wa ith’amut tha’am” (menebar kedamaian dan membagikan makanan/sedekah). Hadistnya sangat terang tentang ini. Tentu 2 poin utama yang harusnya diraih para jamaah usai umrah/haji itu tidaklah perlu dipahami secara tekstual: misal di mana-mana mengucap assalamu ‘alaikum tanpa jeda dan menabur makanan di mana-mana tanpa arah yang jelas. Tidak! Ia lebih tentang bagaimana diri kita mampu menjadi bagian dari pembangun kedamaian dan keharmonisan dalam hidup ini dan ringan tangan berderma pada orang-orang yang layak menerimanya.
Jelas kan, untuk meraih ini dibutuhkan satu falsafah hidup: kerendahan hati.
Sudahlah, berustadznya cukup sampai di sini! Sialll, terserat juga saya berlagak ustadz!
Apa yang saya pikir ganjil bahkan aneh dari perilaku para jamaah umrah/haji jika disehadapkan dengan tujuan utama berumrah/berhaji itu ialah:
Pertama, betapa egoisnya kita untuk merengkuh pahala sebanyak-banyaknya di Haramain itu sampai pada level masa bodoh sama orang lain. Sesesak apa pun di Raudhah, misal, enak aja kita duduk berdzikir, ngaji, atau sekadar diam. Padahal, ya Tuhan, seabrek orang berkeinginan bisa shalat sekadar dua salam, butuh tempat untuk numpang dikit aja di tempat yang mereka duduki itu. Tapi, ya gitulah, cuek aja, yang penting gue udah stay tune di Raudhah, so pahala gue bakal segudang banget nih!




 Aksi egois ini terjadi terus-menerus di manapun di beberapa tempat yang disebut mustajab. Di area Multazam iya, area Shafa dan Marwah iya, area Hijir Ismail iya, dan sebagainya.
Kedua, sok benar! Sikap sok paling benar ini suka muncrat dalam celoteh besar atau kecil, yang menyatakan diri ini yang benar cara ibadahnya, sementara yang lain, yang beda, adalah salah.
Seseorang di sebelah sambil thawaf berkata pada sahabatnya, “Itu orang-orang yang thawaf sambil menyentuh ka’bah dan Hijir Ismail, thawafnya batal…”
“Kenapa?”
“Karena thawaf itu mengelilingi ka’bah, bukan menyentuhnya…”
Omigat! Saya speechless. Semoga menatap ka’bah pun tidak dianggapnya membatalkan thawaf, dengan argument yang sama bahwa thawaf adalah mengelilingi ka’bah, bukan menatapnya!
Ketiga, riya’ bin songong! Ini penyakit hati yang benar-benar menyebalkan. Gara-gara bisa menyentuh Multazam, lalu menangis haru-biru di pelukannya, sejurus kemudian diri berasa sudah suci banget, kayak bayi yang baru dilahirkan. Kemana-mana memandang, seolah diri inilah yang telah paling suci. Orang-orang yang hanya duduk di sekitar ka’bah, apalagi yang jalan-jalan di halaman masjid, dianggap gitu deh…
Keempat, syirik. Batas antara memuji dan syirik memang sangat tipis, letaknya hanya di hati. Menangis-nangis sambil menciumi ka’bah jelas baik, tapi jika hati bergeser dengan menganggap kiswah (kain penutup ka’bah) sebagai sesembahan, pujian, walah jelas itu syirik atuh. Apalagi sambil mengambil benang kiswah dan sejenisnya untuk dibawa pulang, dijadiin jimat. Air Zamzam diusapkan sedemikian rupa ke tubuh dengan tujuan supaya gagah, kebal, dan kaya, halah…
Kelima, nentengin sandal. Shalat sambil bersujud ke sandal. Thawaf dan sa’i sambil nenteng-nenteng sandal yang belum tentu terjamin kesuciannya, walah…bukankah itu sama saja dengan meletakkan sebuah najis ke dalam bagian tubuh untuk beribadah?


Keenam, saling bercerita membanggakan “capaian”.
“Alhamdulillah, saya berhasil mencium Hajar Aswad 4 kali dengan mudah…”
Subhanallah! Saya berhasil thawaf sampai 50 kali!”
Masya Allah, pas saya shalat di Hijir Isma’il, seperti ada malaikat yang mengelus pundak saya, subhanallah…”
“Kalau Bapak berapa kali umrah? Oo, saya alhamdulillah sudah berangkat 7 kali, Pak…”
Boommm!
Di balik semua untaian alhamdulillah, subhanallah, masya Allah, terselip ke-aku-an, kesombongan, kelebihmuliaanku, dan sejenisnya!
Boommm!
Ya, ya, masih banyak hal lain yang bisa dicatatkan dengan penuh kegundahan di sini. Celakanya, saya pun kalau mau saya pikir-pikir merupakan bagian dari jamaah umrah sialan itu!
Ya, sialan dong!
Gimana nggak sialan coba? Jelas sekali bahwa tujuan substansial umrah/haji ya itu tadi to, lantas gimana mau berhasil mencapai spirit itu tadi jika perilaku saya pun selama umrah nggak lepas dari kisi-kisi keegoisan, kesombongan, dan pemuliaan diri macam itu tadi?!
Booommm! Mati deh saya!
Madinah-Makkah, 28 Juni 2013

2 Komentar untuk "BOOMMMM….! CATATAN UMRAH PENUH GUNDAH"

Renungan yang dalam, Pak.

Etapi mau ngikik bentar. Bapak rajin ih fotoin sandal :D

Wow...keren,eh Subhanallah,tulisannya :)
Terkadang dalam hati juga suka "kritik" jamaah lain, tetapi baru2 ini "terpaksa" saya berbagi ke salah 1 majalah ttg pengalaman umrah berulangkali. Mudah2an hal tsb gak menimbulkan riya dan justru bermanfaat bagi pembaca, seperti hal-nya artikel ini :)

Back To Top