Personal Blog

HATI BUKANLAH DIKSI



Diksi adalah kosa kata, vocabulary, mufradat. Jika kau berpikir bahwa segala hal selesai diwakili oleh kata-kata, maka ada satu urusan yang tak pernah sanggup ditampung secara sempurna olehnya, yakni urusan hati.
Apa pun, segala yang berurusan dengan hati, laksana hempasan samudera yang hanya insan pemiliknya yang sanggup merasakannya. Di luar itu, sedekat apa pun hubungannya, takkan pernah ada yang sanggup merasakan apa yang dirasakan oleh yang merasakan, kecuali sekadar serpihan-serpihannya.
Kekasih terbaik sekalipun takkan pernah kuasa merasakan perasaan kekasihnya. Apa yang bisa turut dirasakannya hanyalah serpihan perasaannya belaka, yang termunculkan dalam kata-kata.
“Aku sayang kamu.”
Kalimat ini sungguh hanyalah serpihan dari keluasan samudera sayang yang bergelombang di kedalaman hati si pengucap. Tiada satu diksi pun, satu kata pun, yang akan sanggup untuk mewakilinya dengan utuh sebening cermin bersih yang memantulkan bayangan dengan utuh.
Kata-kata sejatinya hanyalah soal kebutuhan kita untuk mengkomunikasikan apa yang ada di kedalaman hati. Kata-kata membantu mengalirkan jalinan pengungkapan-pengungkapan antar dua atau lebih insan, tetapi tidak sungguh benar-benar mewakili gelombang hati itu sendiri. Ibarat jilatan ombak, di situlah kata-kata membatasi dirinya untuk menyentuh tubuh kita. Di kedalamannya, di balik jilatan ombak itu, yang berupa gelombang-gelombang tersembunyi, kata-kata tak pernah sanggup untuk menyentuh lengkisaunya.
Maka segala apa pun yang bersumber dari urusan hati, yang diungkapkan dalam rajutan kata-kata terbaik sekalipun, di waktu yang sama, ia bukanlah wakil dari keadaan yang sesungguhnya. Ia hanyalah bayangan yang menyemburatkan kenyataannya, tetapi sama sekali bukanlah kenyataan yang sesungguhnya.
Kita semua lalu berdiri di atas kaki kata-kata untuk menangkap bayangan-bayangan hati itu. Kita semua lantas mengatakan dengan wajah ceria telah berhasil menangkapnya, memilikinya, dan memahaminya.
Aslinya, kita hanya memiliki dan memahami bayangannya. Aslinya, hakikatnya, tetaplah bersemayam di kedalaman hati yang sangat jauh, dalam, dan tak terperikan.
Kadangkala, seseorang menangis di tengah malam buta, seorang diri, dengan air mata hangat membasahi kelopak dan pipinya, bukan sebab ia tak bisa berkata-kata, namun semata ia hanya sanggup menyesap telangkai gelombang di kedalaman hatinya yang sama sekali tak terjangkau oleh diksi, kata-kata, atau bahkan puisi seindah apa pun.
Begitulah kita hidup, begitulah kita berkata-kata, dan begitu pulalah kita menikmati anugerah hati ini.
Jogja, 5 November 2014
0 Komentar untuk "HATI BUKANLAH DIKSI"

Back To Top