Judul itu saya ambil dari sebuah nasihat (maqalah) Arab, artinya “sedikitkanlah
tapi perbanyaklah”. Weeh, nggak
usah bingung gitu, ini nggak serumit yang kau bayangkan saat ketemu Husserl
atau Derrida atau Sartre kok.
Tanggal 17 Mei 1014, saya salah Jum’at di sebuah masjid, dan alhamdulillah khatibnya memberikan
ceramah dan memimpin shalat Jum’at berdurasi 50 menit!
Materi khutbahnya sih baguslah, standar khutbah Jum’at, tapi
dijelentrehkan dengan cara diulang-ulang bak odong-odong. Materinya sehalaman
cuma dikalimatkan setebal novel SeratusTahun
Kesunyian Gabriel Garcia Marquez.
Tuntas khutbah, ia menjadi imam shalat. Tajwidnya bagus, tapi ya itu
lagi, diirit-irit sedemikian rupa sehingga ayat pilihannya yang memang sudah panjang
menjadi lebih melar lagi.
Saya gagal menikmati shalat Jum’at kali ini. Saya ada janji pukul
12.30. Dan saya jadi batal janji gara-gara lamanya shalat Jum’at yang layak
dianugerari rekor MURI itu.
Orang-orang di sekitar pun gelisah. Sebagian saya lihat berseragam
karyawan. Pukul 13.00, jelas mereka harus ngantor kembali. Saat imam mengucap
salam pukul 12.40, sebagian besar langsung melesat. Ya iyalah, mereka masih
harus makan siang dalam sisa waktu 20 menit. Belum jalannya, belum ngantrinya,
belum ngunyahnya, belum, belum, belum, kasihan….
Bahwa sang khatib tadi sangat berhasrat untuk mendedahkan tema
khutbahnya dengan detail, serta saat memimpin shalat ia begitu ingin mengajak
jamaah untuk bertadabbur dengan ayat-ayat panjangnya, baiklah itu keren. Tapi,
buat semua khatib dan imam, sungguh amatlah penting untuk mengerti selalu bahwa
jamaahmu itu beragam! Dari orang yang waktunya sempit sampai yang fisiknya
penuh keterbatasan.
Rasulullah Saw. jelas kagak main-main saat beliau mengingatkan
supaya siapa pun yang jadi imam shalat, perpendeklah. Dalam qiyasannya, siapa pun yang jadi khatib,
persingkatlah.
Qillah wa qalla, kalimatnya sedikit, sehingga tak memakan waktu lama, tapi makna
yang disampaikannya bertenaga banyak!
Boro-boro dapat kualitas ibadah Jum’atan yang asyik, yang dialami
jamaah justru sebaliknya: resah, nggak fokus, otomatis nggak bakal bisa
khusyuk. Belum lagi dampak bawaannya yang menjadikan orang-orang harus
kehilangan janjinya, peluang usahanya, waktu kerjanya, urusan keluarganya, istirahatnya,
dll.
Seringkali, seseorang itu niatnya sangat baik, tetapi hasilnya
menjadi kurang baik, lantaran ia bermasalah dengan satu hal, yakni “cara”, ya cara berbijaksana.
Jogja, 16 Mei 2014
Tag :
Utak Atik Manusia,
Utak-utik Agama
3 Komentar untuk "QILLA WA QALLA: JUM’ATAN YANG TIDAK BAHAGIA"
Ringan tapi sarat pesan, keren pak :)
Saya pesen es teh ya :)
Qalla wa Dalla, jangan Thala wa Dhalla.
Salam kenal, follow @Abiiiiii_ :)