Hestek #SaveHajiLulung benar-benar sukses membuat saya bersedih.
Bukan ngakak seperti yang didaku oleh ribuan pengguna twiter.
Saya sungguh tak habis pikir, bagaimana mungkin ribuan orang bisa
dengan entengnya berjamaah menista Haji Lulung.
Haji lho beliaunya. Catat, HAJI.
Maaf-maaf saja ya, tanpa bermaksud menceramahi para penggila
Mojok.co yang beragam ini, saya ingin menegaskan bahwa penghina haji sama
dengan penista Islam. Dosanya, astajim bangetlah!
Untuk kalian ketahui saja, rukun Islam kelima ini (berhaji) adalah
rukun yang secara khusus disertai dengan embel-embel “bagi yang mampu” (man
istatha’a). Ini secara substantif menunjukkan bahwa pelaku haji adalah
orang pilihan yang “lulus ujian kemampuan” itu; ya mampu hati, mampu
harta, mampu fisik, hingga mampu waktu.
Nilai substantif mampu berhaji ini jelas lebih sulit dicapai rukun-rukun
Islam lainnya. Mampu shalat, misal.
Orang shalat ya bisa di mana saja, kapan saja, tanpa biaya.
Bandingkan dengan orang berhaji. Jelas jauh beda!
Orang shalat hanya butuh beberapa menit. Bandingkan dengan waktu
yang ditempuh oleh orang berhaji. Jelas beda telak!
Kesimpulannya, berhaji jauh lebih susah, berat, dan hebat dibanding
orang shalat.
Lha begini terangnya kok ya masih saja
ada ribuan orang seiman yang begitu ringan hatinya nyinyiran Haji Lulung yang notabene
merupakan manusia pilihan Tuhan yang telah berhasil menempuh jalan terjal
berhaji itu? Bukankah ini sungguh keterlaluan, kabangetan, kesialan, to?
Lalu, mari saya tambahkan referensi serius di sini tentang betapa
beratnya seorang haji untuk meraih maqam mabrur, agar kalian ndak
terus-terusan bangga menghina-hina Haji Lulung.
Dalam kitab Ihya’ Ulumuddin, Imam Ghazali menuliskan sebuah
kisah yang sangat menggugah hati.
Seorang jamaah haji, Ibnu Muwaffaq, sedang berada di sebuah masjid
di Mina. Ia tertidur sejenak dan dalam tidurnya
bermipi melihat dua malaikat sedang berbincang.
“Berapa jumlah jamaah haji tahun ini?” tanya satu malaikat.
“Enam ratus ribu orang,” jawab malaikat satunya.
“Berapa orang dari mereka yang hajinya mabrur?”
“Enam orang.”
Bayangkan lho!
Dari enam ratus ribu orang yang berhaji, hanya enam orang yang
disebut malaikat sebagai haji mabrur, haji yang diterima olehNya.
Sudah keluar biaya puluhan juta, waktu yang lama, tenaga yang besar,
ternyata yang hajinya diterima olehNya hanya enam orang. Sungguh, sungguh ini
perjuangan yang amat berat, lahir dan batin.
Lantas demi apa sih sebenarnya kalian itu kok begitu tega nyinyirin
Haji Lulung yang jelas-jelas seorang haji? Sungguh keterlaluan!
Sepatutnya, kendati kalian memilih sikap politik di pihak Ahok, mari
insafi untuk selalu meletakkan tegasnya sikap Haji Lulung terhadap Ahok sebagai
wujud tanggungjawabnya mengemban amanah rakyat. Beliaunya seorang anggota Dewan
lho, yang jelas-jelas dipilih rakyat banyak. Ketegasan beliau jelas semata demi
demokrasi, demi rakyat!
Ahok menjadi gubernur itu karena kebetulan belaka, bukan karena
dipilih banyak rakyat, sebab rakyat Jakarta lebih melihat Jokowi kala itu.
Bandingkan dengan Haji Lulung coba. Beliaunya jadi anggota Dewan semata karena
dipilih rakyat banyak, bukan hadiah karena mewakili siapa yang kemudian
berhalangan melanjutkan. Sampai logika ini saja, kelihatan sekali bahwa marwah
Haji Lulung jelas lebih tinggi dibanding Ahok to.
Lantas simak pula omongan-omongan kasar Ahok. Dari kata maling,
siluman, bodoh, preman, bajingan, bedebah, semuanya dimuntahkan
berkali-kali. Haji Lulung mana pernah coba? Ya iyalah, beliaunya kan seorang
haji, ndak mungkin berkata kasar. Lha kok kalian sentimen banget
gara-gara Haji Lulung menyebut UPS sebagai USB, lantas beliaunya dibulli begitu
kejamnya. Kenapa kalian ndak pernah membulli Ahok yang jelas-jelas doyan
berkata kasar?
Mbok ya ingat selalu papatah warisan
para sesepuh luhur kita, “Janganlah lulung sebelanga dirusak oleh haji setitik.”
Ingat pula kala Ahok menggusuri pedagang kaki lima yang jelas-jelas
kaum jelata itu, Haji Lulung tampil jadi pahlawan dengan hati penuh haru
memberikan ijin pada bakul kambing untuk jualan di trotoar, di tempatnya biasa
dagangan. Saking empatinya itu!
Demi apa pun, sungguh teramat banyak bukti keluhuran Haji Lulung
dibandingkan Ahok untuk diuraikan.
Kalaupun Haji Lulung bisa memiliki Lamborgini, apanya yang salah?
Kalaupun rambutnya klimis dibelah dua, apanya pula yang salah? Dan kalaupun ia
gigih melawan Ahok, apanya lagi yang salah?
Ah, sudahlah, tak usah diperpanjang. Muak saya! Mendedahkan segala
kemuliaan Haji Lulung pada orang-orang sentimen macam kalian takkan ada gunanya
sama sekali. Ambekan pun tetap saja Haji Lulung akan dilecehkan dan Ahok
dibela. Padahal sudah jelas, yang telah lulus menempuh beratnya ujian berhaji
itu siapa, yang niscaya hatinya putih itu siapa.
Asal kalian tahu saja ya: Haji Lulung adalah salah satu dari enam
orang haji yang disebutkan mabrur oleh malaikat itu.
Mau bukti?
SMS Taufik!
Jakarta, 7 Maret 2014
Tag :
Yang Serba Nakal
6 Komentar untuk "KEJAMNYA HESTEK #SAVEHAJILULUNG Oleh Edi AH Iyubenu"
kata ipin... oh, kasian kasian.
jawab upin.. betul... betull... betulll
hihihihi :D
Kok Taufik dibawa bawa :D
Lunggana ergo sum. Aku Lulung maka aku ada :v
Awalnya serius tiap baca per kata. Angguk2 juga tanda setuju. Eh endingnya SMS Taufik. Ini yg bikin ketawa berhari2.
Haaaa, beberapa hari dibikin senyum-senyum sendiri kalau baca hestek tersebut pak
Pak Aji ini mungkin sebelumnya dosanya banyak, tapi setelah diolok-olok ribuan orang, dosanya berkurang. Apalagi agama dibawa-bawa untuk olok-olok kayak gini.