Personal Blog

YOUR WORDS HAVE POWER, US THEM WISELY

Kata-kata, bukan katak-katak, apalagi kodok-kodok dan otok-otok, sungguh sama sekali bukanlah sekadar suara kosong. Ia pun bukan semata sarana komunikasi yang menjadikan dua orang atau lebih mengerti maksud dan tujuan masing-masing.

Lebih dari itu, kata-kata adalah jati dirimu seutuhnya.

Segala apa yang kamu katakan mencerminkan siapa dirimu sebenarnya. Utuh, seutuh-utuhnya: mulai soal pengetahuan, etika, pergaulan, latar-belakang keluarga dan budaya, hingga keyakinan dan agama. So, pendek kata, kata-katamu adalah cara pandangmu tentang kehidupanmu (world views).

Seheboh itukah?

Ya, lantaran setiap kata yang kita ucapkan membawa energi yang sangat besar yang mampu menjadikan sesuatu atau seseorang berpikir dan berbuat kea rah sesuatu itu. Energi (power) di balik kata-katamu itu mengangkut serta siapa dirimu secara sejati, sehingga kamu akan ternilai seperti apa di hadapan orang lain sepenuhnya terukur melalui caramu berbahasa.

Berbahasa tentu bukan soal membangun kata-kata, tetapi sekaligus caramu memilih kata-kata dan pula caramu menyampaikan dan mengekspresikannya (termasuk intonasi dan gesture). Sedemikian detailnya varian yang diangkut oleh bahasa dan caramu membahasaknnya, maka sudah semestinya kita memperhatikan betul setiap kosa kata yang kita pilih serta bagaimana cara menyampaikannya.

Buat gue ini bukan sekadar teori, tapi aksioma. Tapi, baiklah, jika kamu kurang percaya dengan gagasan tersebut, mari kita buktikan dengan cara begini:

Anak kecil yang biasa menerima komunikasi dari orangtuanya dengan bahasa yang kasar, keras, dan emosional, niscaya akan tumbuh menjadi anak yang bandel, tengil. Semakin sering ia mendapatkan perlakuan bahasa kasar begitu, maka ia akan semakin tengil. So, jika kamu bercita-cita memiliki anak atau adik yang kelak tumbuh menjadi preman atau bajingan paling tengik, gampang sekali caranya: beri dia asupan bahasa yang keras, kasar, dan buruk. Semakin intens, maka akan semakin bajinganlah ia kelak.

Haa…begitu ya…

Mengapa bisa begitu ya?

Lagi-lagi, kuncinya adalah bahasa yang ia terima dalam kehidupan kesehariannya. Saat anak dimarahi, dibentak, diteriaki, dengan seabrek ekspresinya (termasuk dipukuli), ia menyerap dengan sempurna segala makna psikologis, etis, dan eros (cinta) di balik bahasa yang tampak di permukaan itu. Trauma psikologis, etis, dan eros yang menderanya secara intensif akan mencetak jiwanya untuk berada pada level berkomunikasi semacam itu. Kian lama, kian intens, ia pun akan kian kebal terhadap level-level ekspresi bahasa amarah itu, sehingga untuk mengaturnya dibutuhkan level kekerasan bahasa yang lebih tinggi lagi, lagi, dan lagi.

Persis seperti proses pecandu narkotika, semakin waktu ia semakin membutuhkan dosis lebih akibat kekebalan yang terus meningkat.

Umpama kamu punya anak atau adik usia dua tahun, dan dia sering dimarahi dengan serapah “Dasar anak nakal kamu…!!!”, maka setahun kemudian, ia menjadi tak lagi mempan dengan kata keras begitu. Ia baru akan takut dengan bahasa, misaal, “Kupukul kamu kalau bandel…!!!” Setahun kemudian, ia butuh dosis kekerasan lebih, misal, “Anak brengsek kamu, bandell…!!!” Setahun lagi, lagi, dan lagi, ia kian sempurna menjadi anak yang hanya akan mempan diomongin bukan dengan bahasa verbal lagi, bisa hanya dengan pukulan.

So what?

Sampai di sini, mudah kan dimengerti, kalau ternyata anak atau adikmu kok tumbuh menjadi sosok yang bengal, bandel, tengil, pecicilan, petakilan, celelekan, plis introspeksi bagaimana caramu selama ini membangun komunikasi dengannya sejak dini. Semakin kamu mengabaikan pemahaman tentang world views di balik kata-katamu, sehingga kamu begitu enteng mengumpat dan menyerapahi anak atau adikmu, yang menandakan bahwa kamu menganggap bahasa hanya sekadar alat bicara, sebuah suara tak ubahnya kokok ayam atau gonggongan anjing belaka, maka akan serupa itu pulalah kelak anak atau adikmu itu tumbuh.

Ingat selalu teori psikologi The Power of Repetation (pengulangan terus-mnenerus akan terekam di alam bawah sadar dan seringkali muncul ke alam sadar tanpa terkendali lagi). Kian sering kamu menggunakan kata kasar, niscaya ia akan terekam di alam bawah sadarmu, dan sontak menyeruak ke alam sadarmu tanpa mampu kamu bendung lagi.

Jadi, umpama kamu bertemu seseorang yang dalam obrolan kesehariannya suka melontarkan kata, “Assuuuuu…”, bahkan untuk konteks yang nggak ada kaitannya ma kata itu, pastilah ia adalah orang yang telah mengalami situasi repetation itu dalam hal kata asu itu. Sebaliknya, jika kamu bertemu dengan orang yang begitu sering mengatakan, “Ya Tuhan…”, pastilah ia pun telah menempuh proses repetation itu.

Well, apa pun yang kamu pilih, okelah itu urusanmu. Tapi tentu sangat berharga sekali buat kita semua untuk memahami bahwa kita semua adalah manusia, yang dianugerahi kemampuan berbahasa untuk berkomunikasi, yang sama-sama memiliki perasaan yang sama untuk tidak disakiti. Maka pilihlah dengan bijak kata-katamu dalam berkomunikasi, karena ia sungguh menyimpan energi dahsyat yang bisa menyulap dunia: membahagiakan atau menghancurkan.

Jogja, 12 Desember 2012
0 Komentar untuk "YOUR WORDS HAVE POWER, US THEM WISELY"

Back To Top