Personal Blog

UNDERSTANDING YOUR KATOK

What do you think about katok?
Ya, katok, celana dalam itu. Kenapa? Tersinggung? Merengut? Tabu? Saru? Sensitif? Hiyahh, belum apa-apa kok udah under estimate gitu ah…

Let’s think together.
Mengapa katok selalu penting untuk kita kenakan? Mengapa kita perlu mencopot katok kalau lagi pengen pipis atau beol? Mengapa nggak dibalik, katok dipakai saat akan pipis atau beol, dan dilepas saat akan ke kondangan atau kuliah atau kerja?

Ini baru soal “mengapa ia dipakai di satu fase dan dilepas di fase lainnya”.

Belum lagi bila diajukan pertanyaan: Mengapa katok di pakai di dalam celana, rok, atau sarung? Mengapa kok nggak dipakai di luar celana, toh bukankah itu sama-sama bersifat dipakai? Atau, mengapa katok dikenakan di bagian celana, bukan di kaki layaknya posisi kaus kaki atau di kepala layaknya posisi topi?

Huahhh…nggak kebayang ya kalau ada orang mengenakan katok sebagai kaus kaki atau sebagai topi itu, lalu bepergian ke kampus atau kenduri tetangga.

Stop, jangan tertawa, ini serius, bukan untuk bahan tertawaan, karena ini bukan lawakan Sule, tapi ini diskusi penting untuk meluaskan cara pandang kita tentang segala persoalan dalam kehidupan ini. Hiyaahhh, langit banget deh…

Bro/Sist, tahu-tahu kita semua kenal katok lengkap dengan maksud dan tujuan penggunaannya. Orang kesehatan akan bilang bahwa katok penting agar sarang di dalamnya terwadahi dengan baik, tidak memicu penyakit hernia atau terpapar virus yang bertebaran di udara bebas. Orang psikologi akan menyatakan bahwa katok penting untuk menghadirkan rasa percaya diri jika berjumpa dengan orang banyak. Orang agama akan mengatakan bahwa katok penting supaya tidak dekat pada potensi hubungan seksual bebas. Dan sebagainya.

Itulah konteks penggunaan katok, yang begitu saja hadir dalam hidup kita, tanpa mampu kita tolak dan bantah. Wittgenstein menyebutnya “language game”. Segala apa yang dicerabut dari konteksnya sontak akan menjadi berantakan, kacau, dan memicu ketidaknyamanan.

Tapi bagaimana umpama kamu lahir di suku Dani, Papua, yang tidak mengenal katok, tetapi koteka? Apakah kamu akan mengenakan katok? Apakah katok kemudian akan kamu anggap sebagai penting demi menjaga kesehatan, menghadirkan rasa pede, dan tidak dekat dengan hubungan seks bebas?

Owww…

Koteka bagi suku Dani adalah konteks mereka sendiri, dan seperti itulah mereka hidup dan mengekspresikan dirinya di hadapan dunia ini.

Juga bagaimana bila kamu hidup di kepulauan Malibu yang menjadi pusat surfing para bule yang banyak di antaranya hanya pakai katok, tanpa bahan-bahan penyimpan anggota tubuh lainnya? Apakah kamu akan begitu repot untuk menyatakan semua orang di Malibu sebagai kurang bermoral, tidak etis, dan bahkan sesat?

Owww…nooo…

Konteks, ya, konteks, jangan lupakan konteks, dan ingat selalu bahwa konteks itu bukan hanya konteksku, konteksmu, dan konteksnya.

Setiap konteks mencerminkan kehidupan itu sendiri: mulai soal paham budaya, sosial, hingga agama. Luasnya konteks ini seluas langit kehidupan itu sendiri, yang bila ada sebuah tangan yang begitu ambisius untuk merangkum konteks-konteks itu ke dalam sebuah konteks saja, maka sungguh itu sama halnya dengan mencoba menggenggam langit seorang diri.

Mungkinkah? Nonsense….

So, jika kamu ingin menjadi pelopor baru terhadap perubahan konteks di sekitar kehidupanmu, niscaya kamu akan bertabrakan dengan tembok-tembok kokoh pelindung konteks itu.

Jika katokmu ingin kamu kenakan di kepalamu sebagai ekspresimu sendiri untuk mengubah fungsi sebuah katok, niscaya kamu akan bertabrakan dengan abrekan mata dan cibiran sinis. Mengapa itu bisa terjadi? Karena kamu melawan konteks yang melingkari kehidupanmu. Apakah itu salah? Ooww, tidak, ini bukan tentang benar atau salah, tetapi tentang keselarasan hidupmu di hadapan konteksmu sendiri, yang bila itu diabaikan, maka akan memicu kerancuan makna eksistensimu sendiri.

Superman tidak pernah divonis bersalah gara-gara dia mengenakan katok di luar celananya kok. Tetapi ia tak pernah ditiru. Kamu pun boleh kok kuliah tanpa mengenakan katokmu, tetapi kamu takkan pernah dinyatakan “menakjubkan”, apalagi ditiru. Kamu boleh saja memasang katokmu di saat akan pipis atau beol, tetapi kamu takkan pernah mendapatkan penghargaan nobel apa pun untuk pelanggaran konteksmu itu.

So, jika kamu ingin nyaman, selaras dalam eksistensimu sendiri, ikutilah konteks kehidupanmu. Jika kamu ingin keluar dari konteks kehidupanmu, dengan alasan apa pun, maka keluarlah terlebih dahulu dari kehidupan yang memberimu konteks itu.

So what?

Konteks mengajarkan bahwa katok untuk dipakai di dalam celana, rok, dan sarung, bukan di luarnya, apalagi di kaki dan kepala, maka caramu meggunakan katok itu sebaiknya selaras dengan konteks kehidupanmu.

Konteks juga mengajarkan bahwa seorang wanita kamu nikahi sebagai istri untuk menjadi pendamping hidupmu, yang sejajar, dialogis, bukan sebagai pembantu, pembokat, apalagi budakmu, maka pergunakanlah istrimu dengan seperlunya konteks kehidupan menuntunmu.

Haaa…pergunakanlah istrimu seperlunya, sebagaimana pergunakanlah katok seperlunya…opooo ikiiii…weslah gitu yooo cara memahami katok, ehh, konteks…peace…
Jogja, 20 Desember 2011
1 Komentar untuk "UNDERSTANDING YOUR KATOK"

pak, Superman pake katok di luar karena dia ga sempat make di dalam keburu orang yg butuh bantuan mati. hihihi

Back To Top