Personal Blog

Jangan Pelit Memuji Wanitamu + 1 Tips Rahasia Mengatasi Pasangan Gila Pujian

Catat sedari awal: “Wanitamu!” Kalau yang kamu puji wanita lain, maka wanitamu akan marah menyeruduk bak banteng terluka dan lagi menstruasi. Hahh, gimana ya suasana psikologis banteng terluka dan lagi menstruasi?

Sudahlah, lupakan banteng itu, yang penting dibahas sekarang ialah mengapa ya wanita suka dipuji?

Pada mulanya, ini bukan hanya karakter khas wanita, tapi juga laki-laki. Bahkan, kucing pun suka dipuji lho. Buktinya, kalau kit angelus-ngelus kucing, makin nempeelll aja dia kan, sok hangat, sok dekat, sok kalem gitu. Apalagi manusia to, laki atau wanita. Mengapa begitu?

Karena pujian selalu mampu mengalirkan hangatnya kebermaknaan diri dalam hidup ini. Hadirnya rasa kebermaknaan diri itulah yang memicu diri menjadi pede, ceria, dan senang bahagia. Nggak pernah ada kan ceritanya orang yang lagi sedih, lalu kelakuannya lonjak-lonjakan di jalanan sambil cekak-cekikik begitu cerianya?

Naluri. Insingtif. Itu sifat dasarnya. Tetapi memang dalam ekspresinya, kaum laki-laki menjadi lebih mudah meletakkan puja-puji itu hanya selintas belaka. Tidak menjadikannya sangat penting dalam hidupnya. Apalagi terumuskan sebagai kebutuhan hariannya.

Ini berbeda dengan kaum wanita yang lebih sering begitu butuh pujian orang lain di sekitarnya sekadar untuk meyakinkan diri bahwa bedaknya sudah benar, celananya sudah oke, sendalnya sudah keren, rambutnya sudah wangi, keteknya sudah tidak gondrong, betisnya sudah semulus kaca, dan bekas jerawatnya sudah nggak sedalam lubang Buaya, dll.

Wanita memang memiliki sensitivitas rasa yang lebih detail dan dalam dibanding laki-laki. Bagi laki-laki ini biasa saja, tidak penting dibahas, tapi bagi wanita bisa jadi itu divonis sebagai sikap ketakpedulian, ketaksayangan, atau pengkhianatan bahkan. Karena sensitivitas rasanya itu begitu kuat (meski antar wanita beda-beda), maka sebaiknya kaum lelaki mau mengerti kondisi alamiah tersebut, dan tidak pelit untuk sekadar memberikan pujian pada wanitanya.

Nggak rugi kan, Bro, sekadar muji-muji lipstick gitu to? Husss, awass, jangan keras-keras jawabnya, ntar kedengaran wanita, bisa marah mereka, bisa ngatain aku penuh kepura-puraanlah, munafiklah, bunglon cap kadallah, dll.

Oke? Deal…

Poin untuk tidak pelit memuji wanita ini selaras dengan pentingnya untuk menghadirkan keyakinan diri mereka akan segala sesuatu yang mereka lakukan atau pikirkan. Keyakinan diri ini sungguh luar biasa pentingnya, karena itu akan menjadi sumber kebermaknaan mereka dalam kehidupan nyatanya.

Soal apakah pujian yang kamu berikan berdasarkan kenyataan yang setimpal dengan tuturan pujianmu, biarkanlah itu menjadi hal lain yang nggak perlu diperlihatkan. Yang terpenting dalam konteks ini adalah untuk memberikan keyakinan diri pada wanitamu agar hadir rasa kebermaknaan diri itu demi kenyamanan bersama. Itu aja motifnya, bukan kok untuk gombal, apalagi berkadal buaya ria.

Tapi..heemm…bagi kaum wanita sendiri juga idealnya tidak begitu saja melarutkan diri dalam samudera pujian itu. Bahwa mendapatkan pujian sebagai jawaban untuk meyakinkan diri, okelah itu sah-sah saja. Tapi bila kebutuhan ini sampai menuju ranah pemaksaan untuk mendapatkan jawaban yang diinginkan, pujian yang diharapkan, tentu sikap ini tidak perlu ditanamkan dalam hatimu.

Itu berarti semestinya pujian itu disikapi dengan kritis dong. Buat apa kamu mendapatkan pujian yang senyatanya pujian itu hanyalah bualan belaka? Cowokmu bilang, “Ya, rambutmu wangiiiii banget…” padahal sebenarnya bau pecel gitu, yang misal pujian itu dimaksudkan agar kamu tidak sewot mulu, jelas ini hanya akan merugikan dirimu sendiri kan. Tapi jika kamu menyikapi setiap pujian dengan kritis, yang itu tidak membuatmu hanyut begitu saja oleh pujian-pujian, yang menandakan bahwa kamu tidak berposisi untuk hanya mendapat pujian, tapi juga masukan, bahkan kritik, niscaya sikap itu akan membuatmu lebih obyektif dan rasional.

Masak iya kamu akan marah bila cowokmu bilang rambutmu bau pecel, bila ternyata benar rambutmu memang bau pecel? Bila kamu memilih marah, plus bumbu tuduhan “Nggak menghargailah, nggak manislah…”, apakah lalu rambutmu menjadi hilang bau pecelnya?

Nggak kan?!

Tetap aja pecel itu nongkrong di rambutmu, meski kamu marah semarah apa pun, karena itu adalah sebuah masukan, kritik obyektif, nyata, yang nggak akan berubah tanpa diubah olehmu sendiri.

Maka, sejatinya, jika kamu hanya ingin mendapatkan pujian yang tidak sesuai dengan kenyataannya, berarti kamu tidak dalam posisi mencari kebenaran, tetapi hanya pembenaran. Dan, ingat, pembenaran sama sekali tidaklah dekat dengan kebaikan. Pembenaran hanya akan selalu menjadi topeng terbaik bagi wajah kebenaran.

Sebaliknya, jika kamu ingin mendapatkan kebaikan untuk dirimu sendiri, ya kebenaran itu, maka sepatutnya kamu mampu bersikap kritis dan obyektif terhadap segala pujian yang datang. Benarkah pujian itu obyektif atau sekadar bualan? Jika pujian itu adalah kebenaran obyektif, tentu kamu patut bersyukur dan bangga dong. Tapi jika itu hanya bualan, tentu kamu kudu waspada dong terhadap mulut buaya kadal bunglon angora itu kan. Haihhh…

Oh ya, penting juga buat kamu ingat selalu bahwa sejatinya puja-puji apa pun, apalagi yang hanya bualan, takkan pernah mengangkat kamu ke tangga yang lebih tinggi sedikit pun. Kamu akan tetap berada di level yang kamu injak, meski sekarung pujian menimpuk wajahmu. Sama halnya kamu nggak akan terpesorok ke level lebih rendah meski sekarung cacian menghantamu.

Ya, kamu akan tetap menjadi dirimu sendiri di hadapan lautan pujian apa pun dan siapa pun.

Misal, ada kenalan baru bilang gini, “Aku yakin pasti di sekitar rumahu ada pabrik genting ya, sebab wajahmu semanis Ayu Ting Ting…” Haaiisshhhhh….preettt… Atau, “Kamu cewek dengan tahi lalat terindah yang pernah kukenal, umpama diadakan festival tahi lalat indah se DIY, pastilah kamu juaranya…” Hooo..hooo… Atau, “Kamu pasti penyuka sambel ya, sebab bibirmu selalu merah kayak cabe…” Wwkkk…preettt…

Mungkin, kamu akan melambung-lambung bahagiaaa banget, ngerasa bermakna bangeet, lalu mulai deh sibuk jilat-jilatin bibir biar tambah merah basah bak cabe rada busuk gitu…..haaaa..haaa…

Tapi, coba pikir obyektif dan kritis, benarkah bibirmu semenarik itu? Kalaupun iya, apakah lantas nilai kebagusan bibirmu akan melompat lebih tinggi gara-gara pujian itu?

Nggak kan. Yang melompat lebih tinggi karena pujian itu hanyalah “ego semu” belaka, sama persis dengan yang anjlok sedemikian rendahnya akibat cacian ya hanya “ego semu” itu. Sementara dirimu sendiri kan tetap berada di posisi yang sama to…to..too…ya too….ya tooo…kaakkkkkkk… (baca dengan gaya Menik Pesantren Rock n Roll).

Lantaran pujian pun bekerja dalam ranah “ego semu”, seyogyanya kita bisa meletakkannya secara proporsional dalam diri kita sendiri. Jangan minta dipujiiiii mulu, toh itu cuma memuaskan ego semumu, bersifat kamuflase, dan bahkan bisa jadi berbahaya buat dirimu sendiri bila ternyata pujian itu bukan atas dasar kenyataan.

Besar sekali kan kemungkinannya pasanganmu memilih praktis menggombal aja demi memenuhi desakanmu untuk memujimu siang malam, pagi sore, Subuh Maghrib, padahal itu bisa membuatmu nggak pernah menyadari kekurangan dan kelemahanmu to. Ujungnya, kamu sendiri yang rugi kan…

Misal nih, kamu ngotot nggak sudi mendengar sebutan “gaptek” atas keterbatasan nyatamu. Kamu hanya ingin menerima pujian, bukan masukan. Kalau sampai pacarmu ngomong kata “gaptek” ke kamu, maka sontak kamu akan mengatainnya “nggak perhatian, sungguh terlalu, nggak sayang, mulai bosen ya, nyebelin banget, dasar ular kadut, dll…”

Apa lalu kamu jadi melek IT dengan sikap antipatimu pada masukan dan kritik itu? Apa lalu kamu jadi pinter ngoperasiin Ipad atau BB hanya gara-gara kamu dipuji serba pinter dan juara IT gitu? Apa kamu lalu benar-benar ngerti untuk bedain istilah “software” dan “hardware” yang sebelumnya nggak kamu tahu gara-gara dipuji?

So, buat para cewek, ngarep dipuji bolehlah, itu naluri dasar kok, tapi jangan sampai buatmu buta mata terhadap mutu pujian itu: benaran atau gombalan. Sebaliknya buat cowok, jangan pelit memujilah, tapi sepatutnya bukan pujian gomballah, sebab itu nggak akan memberikan perkembangan positif bagi pasangannya.

Tapi, gimana dong kalau ceweknya minta dipujiiiiiiii mulu tanpa boleh ditawar? Padahal dia gaptek banget, misalnya?

Ini nih, Bro, kukasih sebuah tips rahasia ya warisan seseorang yang ngakunya anti lemot:

Bila pasanganmu nuntut dipujiiii mulu, padahal aslinya gaptek banget, plis jangan marahin dia…jangan kritik dia…jangan kata-katain dia…jangan sebut dia bodoh…jangan hina dia…jangan permalukan dia…tetapi ajaklah dia bicara empat mata…bicara dari hati ke hati…sambil genggam tangannya…tatap matanya…lalu bisikkan dengan lembut ke telinganya…NDESOOOOOOO….!!!!

Wawwwkkk…wwkkkkkk…try this at home!

Dijamin, kampleng!

Jogja, 21 November 2011
1 Komentar untuk "Jangan Pelit Memuji Wanitamu + 1 Tips Rahasia Mengatasi Pasangan Gila Pujian"

Back To Top