Personal Blog

CARA (TIDAK SULIT) MEMAHAMI REALITAS (Menurut Struktur Kesadaran Levi Strauss)

Claude Levi Strauss, pemikir yang disebut-sebut sebagai bapak strukturalisme ini, di mata saya menarik untuk dibicarakan berkaitan dengan apa yang disebutnya sebagai “struktur kesadaran”.

Apa itu struktur kesadaran?

Mari kita coba lihat dengan mulai menggunakan kacamata hitam dulu:

Ketika kita memandang seorang gadis dalam jarak 20 meter dengan menggunakan kacamata hitam, pastilah sosok gadis itu akan terlihat cukup teduh di mata kita. Tidak begitu jelas detail parasnya, berjerawatkah, apa bekas lukanya atau tidak, atau muluskah. Kita lalu menyimpulkan bahwa gadis itu manis bin good looking, di balik kacamata hitam yang kita pakai kita. Inilah konsep pertama yang kita konstruksi sendiri kepada obyek berupa gadis itu.

Lalu ada teman di sebelah kita yang juga memandang gadis tersebut, obyek yang sama, dengan menggunakan kacamata putih bening. Owww, ternyata gadis itu mengenakan bedak yang cukup tebal, sehingga terkesan medok. Hidungnya juga nggak seberapa mancung. Meski nggak pesek nyesek gitu. Kesimpulannya, di mata teman kita yang menggunakan kacamata bening, gadis itu tidak semenarik seperti komentar kita. Inilah konsep yang dibangun oleh teman kita terhadap obyek gadis itu.

Lalu teman kita yang lain penasaran dan mengeluarkan teropong dari ransel MU-nya. Melalui teropong itu, ia menyatakan bahwa wajah gadis itu banyak bekas jerawatnya. Upps, bahkan itu ada upil nemplok di jidatnya. Ah, mungkin dia abis shalat Dhuha tadi tanpa sadar bahwa jidatnya mengenai setangkup upil merana yang menangis ditinggal pergi empunya. Ia lalu menyimpulkan, “Not good…” Itulah konsep yang dibangunnya terhadap obyek itu.

Sampai di sini, terdapat tambang merah, bukan benang merah lagi karena ini sangat kuat, bahwa konsep apa pun yang dibangun oleh masing-masing kita merupakan pencerminan terhadap realitas itu, obyek yang kita lihat itu, yang kita konseptualisasikan. Yang manakah yang benar di antara ketiga konsep tentang realitas yang sama itu, gadis itu?

Semua benar dalam konsepnya masing-masing. Benar tapi konseptual, yang tentu saja segala yang bersifat konseptual tidak patut menyatakan dirinya sebagai yang mutlak terhadap suatu realitas.

Lanjut, Mang…

Apa yang menyebabkan lahirnya beragam konsep terhadap realitas yang sama?

Strauss menyebutnya “struktur kesadaran”, yaitu rangkaian nilai yang tertanam dalam diri masing-masing dan melandasi setiap pandangan dan perilaku kita secara sadar. Ia tidak berdiri sendiri tentunya, melainkan terdiri dari nilai-nilai yang banyak, yang kompleks, yang merangkaikan dirinya sehingga muncul sebagai “struktur kesadaran” yang membentuk diri kita sepenuhnya. Mulai dari soal latar keluarga, etika, normal sosial, sikap politik, hingga paham agama. Kompleksitas segala nilai yang membentuk diri kita itulah yang akan selalu menjadi penerjemah setia kita dalam memandang dan menyikapi segala realitas di hadapan hidup kita. Struktur kesadaran inilah yang dengan gampang sekarang ini kita sebut sebagai kebudayaan atau peradaban yang mendorong kita memproduksi makna apa pun terhadap realitas.

Maka mudah dimengerti kan bila kita menemukan seabrek perbedaan konseptual terhadap realitas apa pun, termasuk Tuhan, yang oleh masing-masing kita diyakini sebagai “yang benar”, lantaran setiap kita membangunnya berdasarkan struktur kesadaran tersebut. Cara kita bergaul, berkomunikasi, berkarir, mencari uang, beribadah, hingga sekadar minum kopi, naik motor, dan berpacaran, sepenuhnya berangkat dari konseptualisasi-konseptualisasi struktur kesadaran itu yang berkelindan secara terus-menerus tanpa henti.

Meski pemikiran “struktur kesadaran” Strauss ini kemudian ditentang dengan serius oleh kaum post-strukturalis atau post-modernis, sebutlah Michel Foucault, yang insya Allah akan saya tuliskan setelah makan siang dan main timezone di Amplaz bersama anak-anakku tercinta ini, dunia luas tetap patut memberikan standing applause pada Levi Strauss (yang nggak ada hubungan kerabat apa pun dengan pabrik jeans Levi’s) yang berhasil menyajikan kompleksitas nilai hidup dengan cara strukturalismenya. Strauss yang juga berbeda dengan Ferdinand de Saussure dalam hal metode, di mana Saussure memilih memasuki dunia bahasa dan Strauss memilih memasuki dunia kebudayaan, kita patut untuk menghormatinya dengan sangat.

Mari kita mendoakan Strauss menurut keyakinan kita masing-masing. Amiinn…

Jogja, 26 November 2011
0 Komentar untuk "CARA (TIDAK SULIT) MEMAHAMI REALITAS (Menurut Struktur Kesadaran Levi Strauss)"

Back To Top