Personal Blog

Venus, Venus, Kamu Terbuat dari Apa Sih? (Cara (Tidak Mudah) Memahami Wanita)

“Mau makan dimana nih, Beib…?” tanyaku.

“Dimana aja…” sahutnya.

“Mie aja, yuk…”

“Huh, mie mulu, bisa rusak lambungku, lagian mie kan banyak bahan kimianya, kena kanker ntar aku, pengen aku kankeran…?!”

“Seafood aja?”

“Udah tahu kan aku tuh mudah alergi ikan laut, gimana sih?!”

“Trus apa?” tanyaku lelah.

“Kan udah kubilang, apa aja!!”

Busyetttt!!

Sambil ngedumel dalam hati, kutancap gasku kencang biar dia tahu aku pusing ngadepin perselisihan nggak penting banget gini. Tubuhnya tertarik ke joknya diseret akselerasi.

Sontak ia menepuk tanganku, “Ini mau ngajak makan atau mau bunuh aku sih sebenernya?!”

Aku diam.

“Malah diam, nggak ngerasa banget buat jantungku mau copot, huh…!”

Aku memilih diam. Berharap dia mau ngerti bahwa aku sebel dan kalau kulanturkan omongan nggak pentingnya itu, maka yang terjadi hanyalah perang lagi. Capek tau berantem mulu! Biarin aja dia terus nyerocos, sampe manyun mulutnya, ketarik akselerasi kata-kata kobranya sendiri, ntar jontor tahu rasa dia!

Sampai di restoran yang kupilih, dia manyun aja. Kutawarin mau pesen apa, dia menggeleng, “Nggak, kamu ajalah yang makan, aku nggak lapar…”

Ya sudahlah, aku pun pesen sendiri dan makan sendiri. Sepanjang aku makan, bibirnya yang nggak bagus itu kian nonjok menjontor.

Lalu pulang. Di jalan, aku bertanya, “Emang tadi sudah makan apa kok bilangnya nggak lapar gitu tadi?”

“Makan sate angin!”

“Owww, di warung mana ada menu unik gitu?” sahutku dengan maksud gurau mencairkan suasana.

“Udahlah, nggak lucu tau, garing!”

Jadilah aku diam.

Beberapa menit kemudian, dia berkata ketus lagi, “Turunin aku di depan jalan masuk itu aja, aku ada perlu…”

“Yeee, ini udah malam, bahaya…”

“Kamu ngeremehin kekuatanku, selalu begitu, udah deh, turunin aja…”

“Yakin nih?”

“Kurang jelaskah kata-kataku, halloooooooo….!!!”

Sampai di jalan yang belok ke rumahnya, aku menepi. Ngerem. Membuka door lock.

Dia turun sambil nerocos lagi, “Kamu ini emang keterlaluan! Malam-malam gini teganya aku dibiarin turun di sini!! Dasarrr!!!”

“Lhooo…kan tadi…” terputus kata-kataku oleh bantingan pintunya. Aku segera turun mengejarnya, “Ya udah balik lagi deh….” teriakku.

Dia terus melangkah setengah berlari, sambil menepiskan tangannya dan teriak, “Udah, lupakan aja aku!! Nggak penting banget kamu tu buatku!!! Sialan….!!!”

Yahh, lunglai gue! Sambil melajukan mobilku, kulit jidatku berkerut sedemikian banyaknya, berpikir dalam, sungguh betapa sulitnya memahami wanita. Sulit banget!

Andai buku setebal Mushahi pun diterbitkan untuk menampung hasil penelitian ilmiah tentang “Understanding Woman”, pasti belum cukup tebal. Ampuun dehhh!

Belum sampai di rumah, sebuah BBM masuk ke HP-ku. Darinya. “Mengecewakan sekali, ternyata kamu nggak juga belajar untuk menjadi laki-laki yang ngemong wanita!”

Kubalas, “Udahlah, sekarang kamu tidur, biar tenang, besok pagi kujemput deh…”

“EGP!”

“Besok pagi ya siap-siap…”

“Whatever!”

Aku diam aja dah. Percuma ngajak ngomong baik-baik untuk tujuan baik dengan orang yang sedang ditimpa setan yang tidak baik. Yang baik pun akan menjelma tidak baik.

Ya, pasti itu. Why? Karena emosi akan menggelapkan mata pikiran dan hati empunya sehingga yang muncul kemudian hanyalah keburukan itu sendiri. Saking percumanya ngajak bicara baik-baik pada orang yang sedang emosi, maka akan lebih baik jika kita bersikap diam saja, tidak meladeni kegelapan kata-katanya, menghindari perselisihan yang lebih rumit, dan barulah kala timing-nya oke, emosi itu cair, bicaralah baik-baik tentang duduk perkaranya. Pasti hasilnya akan lebih clear!

Emosi berbalas emosi hanya akan menyulut perang! Salah satunya harus mengalah, dan diamlah pilihan terbaik untuk mengalah. Ingat, diam sama sekali bukanlah kekalahan, tapi justru kemenangan menaklukkan gemuruh ego yang bergejolak dalam diri. Diam juga akan meleraimu dari kemungkinan mengungkit-ungkit dan mengumbar-umbar segala hal yang tak sepatutnya diungkit dan diumbar.

Mana ada ceritanya orang akan sudi merusak tatanan rambutnya sendiri di keramaian kecuali orang berantem karena gagal membendung gejolak ego emosinya kan? Tapi begitulah, dalam keadaan emosi, apa pun yang paling buruk, jelek, dan memalukan bisa saja dilakukan. Hilangnya nalar sehat menjadi biang kerok sejati segala tingkah-laku menjijikkan orang yang dilanda emosi.

“Diammu menunjukkan kalau kamu benar-benar nggak perhatian, nggak sayang ma aku!” BBM-nya nyelonong lagi.

Aku nggak langsung balas karena masih sibuk buka pintu garasi rumahku. Belum 2 menit, BBM-nya nyeruduk lagi:

“Mendingan kita pisah! Jalan sendiri-sendiri aja, itu lebih adil dan bagus buat masing-masing kita! Thx for everything, GBU…”

Belum sempat kupegang HP-ku, lantaran aku sibuk nurunin tas belanjaan titipan kakakku, ehh…2 menit lagi, BBM-nya nyemplung lagi ke HP-ku:

“Acuhmu ini menunjukkan bahwa tawaranku untuk pisah denganmu sangat tidak salah. Hubungan cinta kalau sudah didasari keacuhan, pasti karena sudah lunturnya perasaan. Aku jadi melek belakangan ini kamu sangat nggak bisa memahami mauku ternyata karena kamu sudah nggak sayang ma aku….”

BBM-nya lagi, “Baiklah, semoga kamu bahagia dengan wanita lainnya itu…Kudoakan kamu dapat yang terbaik, aku sadar aku emang bukan yang terbaik buatmu…”

Barulah sampai di sini aku pegang HP.

Welehhh…welehhh…ini nih dampak sistematik gempa hati dan pikiran yang gagal membendung emosi. Kemana-mana urusannya: mulai tuduhan nggak sayang, acuh, hubungan nggak adil, hingga wanita lain…

Iseng, kubalas BBM-nya, “Jadi beneran ini kita pisah?”

Dia nggak balas.

Ku-BBM lagi, “Ya sudahlah, kalau kamu diam, berarti kita udah resmi pisah…”

Belum juga kuletakkan HP-ku, BBM darinya masuk, “Ohhh, jadi kesenengan ya kalau kita pisah! Bagooosssssssss…!!!”

“Lho kan kamu yang minta tadi? Ini BBM-mu masih ada kusimpan…”

“Nyebeliinnn kamu!!!!”

Yeee…yeee…capek dehhh…

Belum sempat kubalas, BBM-nya hadir lagi, “Besok pagi jangan telat!”

Ahaayyy…apa yang dikatakan wanita itu emang seringkali amat jauh dari maksud yang dikehendakinya. Udah jelas-jelas banget kan, semua BBM-nya dari tadi menyatakan pisah, pisah, ada wanita lain, nggak sayang, keputusannya yang nggak salah, malah pake acara doain segala semoga bahagia.

Preeettt!

Semua laki-laki pasti udah modar ditelan migrain untuk memahami apa sih sebenarnya yang dimauinnya. Bilang E, ternyata maksudnya D. Bilang A, ternyata maunya N. Dasar, EDAN! Haaa…haa….

Okelah, besoknya aku benar-benar on time menjemputnya. Eehh, dia belum siap, lamaaa banget aku nunggu. Giliran keluar, dia tersenyum kecil dan berkata padaku sambil memperlihatkan dandanannya.

“Gimana, keren kan?”

Kusimak dengan teliti sekujur tubuhnya, layaknya seorang editor professional yang nggak ingin kelepasan satu kata salah saja.

“Gimana?” suaranya mulai terdengar nggak sabar.

“Ehhmm, kerenlah, bagus banget, good looking…” sahutku kemudian dengan suara agak datar.

“Yang bener?”

“Yupz…”

“Ah, kamu ini emang tukang gombal, kelihatan kalau kamu bohong tuh…” Ia mulai merengut sambil merapikan rambutnya yang agak awut-wautan di mataku.

“Rambutnya aja sih kok kayak agak kusut, lepek gitu…”

“Tu kan…! Kamu emang tukang gomballll! Benciii aku…!!!”

“Lho, gimana sih…?” aku terbengong-bengong kayak tungku kesiram air comberan.

“Ak tuh dandan sejam lebih tauk, capekkkk, ehhh…kamu malah enak banget ngatain rambutku lepeklah, dasar kamuuu tu nggak sayang ma aku, nggak menghargai aku sama sekali…!!!”

Ampuuunnn, Bu’e, Pak’e!!! Dijawab keren, dituduh tukang gombal. Disahuti jujur, divonis nggak sayang, nggak perhatian, nggak menghargai pengorbanannya dandan sejam gitu!

Sambil jalan, dan tentu dia diam rada merengut gitu, aku bergumam dalam hati, “Duhai, Venus, kamu itu tercipta dari apa sih, kandungan materialmu apa aja sih, kok sulit banget ya memahami maksud dan maumu…”

“Gitulah wanita, Bro…” sahut Venus di otakku sendiri. “Sentuhlah dia tepat di hatinya, dia kan jadi milikmu selamanya…”

“Halahh, itu kan lagunya Ari Lasso, Venus!! Ari Lasso aja belum tentu bisa melakukannya to…” sergahku, tetap dalam otakku, meski kupikir itu ide brilian juga untuk kucoba. Maka, dengan suara diberat-beratkan bak sang pertapa bijak, aku sentuh tangannya, lalu berkata pelan, “Beib, aku ingin menyentuh hatimu, agar kamu jadi milikku selamanya…”

Dia menoleh, “Tukang gombal ya gitu, jagooo banget berpuisiwan! Lagian kok nggak mutu banget sih, kalau niat gombal ngarang sendirilah, jangan jiplak lagu orang!!”

Wadawwwww…tuiingg…tuiiinggg…benjol dah sekujur mata, telinga, dan hidungku. Uppps, ada kata-katanya yang buruk dan memalukan, “Berpuisiwan…” Hahh…mana ada kta “berpuisiwan”, yang ada berpuisi kaleee, Onengg…

Tapi, weslah, biarin aja, ntar kalau kubahas kata “berpuisiwan” itu, pasti mulutnya kian jontor ngatain aku plak-plek-plak-plek-eplek-eplak…preeetttt…

Hadoohhh…kalau diingat-ingat betapa sungguh sudah sangat lama sekali aku nggak membunuh orang, sepertinya ini ada korban empuk ya…Wwwkkk…

Jogja, 9 November 2011
0 Komentar untuk "Venus, Venus, Kamu Terbuat dari Apa Sih? (Cara (Tidak Mudah) Memahami Wanita)"

Back To Top