Personal Blog

NASIONALISME GOYANG DRIBEL DUO SERIGALA



Sebagai warga negara yang aktif membajindulkan cocot icik-icik ehem-ehem yang tega memfatwa nasionalisme tidak ada tuntunannya sehingga tak ada gunanya tetapi petentang-petenteng ke sana-sini mengunyah ragam fasilitas negara, saya sungguh geram sama komentar orang Spanyol berakun @isabelacm ini:

“Di Spanyol, kami biasa menyebutnya gadis udang. Wajah bodoh namun bertubuh bagus (kamu makan badannya, bukan kepalanya).”

Komentar sialan atas video Duo Serigala yang diposting situs asal California, 9GAG, itu sungguh keterlaluan. Sarkas! Kejam! Tidak Islami! Apalagi syar’i. Caption 9GAG pun tak surut nyebelinnya: “This new kind of “Dribble Dance” will make you speechless.”
Sekali lagi, sebagai seorang nasionalis, saya merasa penting untuk marah!
Orang Barat memang sukanya bertingkah aneh. Ngakunya pembela kemanusiaan, tetapi di waktu lain dermawan menistanya. Mereka mati-matian mencerca pelaku rasisme pada Mario Baloteli dan Dani Alves, tetapi kini mereka begitu murah hati menghina Pamela Safitri dan Ovi Sovianti yang jelas-jelas hanya menyanyi dan berjoget untuk mengibur kita dengan keharuan yang tiada tara.
Pantas, pantas sekali bila sejak dulu kala kita menyebut mereka sebagai bangsa yang menerapkan “standar ganda”.
Bila dilacak jauh ke era kolonialisme, sikap munafik orang Barat telah terjadi sejak beratus tahun silam. Satu sisi mereka menjajah, sisi lain mereka bilang “memberadabkan” (to civilize). Slogan gold, gospel, and glory jelas mencerminkan sikap mendua khas kuam munafik itu.
Bahkan saat kolonialisme fisik habis, mereka masih saja gencar menjajah kita dengan berjuta cara. Mulai urusan fashion, film, hukum, politik, ekonomi, ideologi, bahkan sastra.
Lihatlah betapa bajindulnya Tony Abbott yang dengan enteng menyinyirkan bantuan Australia untuk tsunami Aceh sebagai bargain of law pada vonis mati Andrew Chan dan Myuran Sukumaran. Barbar sekali! Belum lagi tawaran barter narapidana yang idihhh banget. Itu sungguh sebuah upaya penjajahan hukum yang harus kita lawan dengan teriakan keras meninju langit. (Maaf, saya benar-benar marah).
Kemudian saksikan pula betapa tegelnya orang Barat mencuci otak kita, terutama kaum Hawa, melalui kekuatan iklan bahwa cantik itu slim. Emangnya mau dikemaian mbakyu-mbakyu kita yang kurang ringan bobotnya? Disesetin? Lalu dikilion ke pasar? Enak aja!
Itu sungguh upaya penjajahan gaya hidup kita, yang ujung-ujungnya mengeruk kekayaan dan kedamaian hidup kita. Lha iya dong, sudah duit kita habis untuk seabrek terapi langsing yang ndakik-ndakik, hari-hari kita pun masih dibikin tak nyaman akibat pikiran didera lelah kala menerawang jarum timbangan.
Lantas kini, kini lho, seenak udele mereka hendak menjajah kita dalam urusan goyangan?
Hanya ada satu kata: LAWAN! (Maaf, saya benar-benar marah).
Saya memang tidak kenal Pamela dan Ovi yang boleh jadi nama aslinya adalah Paijem dan Tuminem. Sebodolah dengan itu. Saya hanya sungguh tak bisa menerima hinaan orang-orang Barat pada Duo Serigala yang notabene merupakan saudara sebangsa yang punya kelebihan-kelebihan keharuan.
Jiwa nasionalis saya ngacung seketika setiap menatap kelebihan-kelebihan mereka!
Duo Serigala secara eksistensialis setakar sama Kuartet Wongsosubali, Geng Pupuler, Bokong48, atau apalah namanya kelak. Mereka adalah anak-anak pertiwi yang meramaikan budaya kreatif kita yang luhung, dengan nyanyian dan jogetan.
Lalu, apanya yang salah?
Ndak ada. Makanya mereka harus dibela. Anda yang mengaku nasionalis, utamanya kaum lelaki, harus merapatkan barisan untuk gerakan mulia ini. Dan, saya memiliki sederet landasan ideologis atas perjuangan nasionalisme ini:

Mengais Rezeki
Sebagai wanita muda Indonesia yang biasa saja di antara jutaan wanita muda lainnya, Duo Serigala sangat beruntung diketemukan oleh Andhika eks Kangen Band yang begitulah. Berkat tangan dingin Andhika, kedua gadis ini berhasil melejit ke permukaan, populer, dan hanya dalam sekejap sukses diintipin oleh nyaris 2 juta pengunjung yang sebagian besarnya lelaki.
Di sini, di negeri yang kian mengharukan ini, kita tahu popularitas merupakan jalan lempeng membandangnya rezeki. Tak heran, sekilat Sinto Gendeng terbang untuk menyelamatkan Wiro Sableng, Duo Serigala kini berkawan sama salon, mall, wartawan, dan tentu televisi.
Bayangkan, apa jadinya bila Duo Serigala memilih menjadi begal motor? Niscaya akan bejibun ibu-ibu yang melongo di beranda rumahnya semalaman gara-gara suaminya tak pulang-pulang karena membegalkan diri pada Duo Serigala.
Sampai di sini, Duo Serigala merupakan contoh gadis muda yang sukses mengais rezeki dengan mandiri. Mereka layak diberi applause. Harus kita apresiasi. Foto-fotonya layak disave di gajet sebagai teman setia kaum jomblo saat mandi.

Nyali Besar
Untuk bisa bernyanyi dan berjoget semengharukan Duo Serigala jelas perlu nyali besar, bukan ilmu. Orang yang berilmu jelas tidak sanggup bernyanyi dan berjoget seperti Duo Serigala. Kau tahu apa pasalnya? Sebab orang berilmu terlalu rajin menggunakan otak, kebanyakan mikir, penuh pertimbangan, sehingga ujung-ujungnya didera malu, lalu bernyali kerdil.
Beruntunglah Pamela dan Ovi memilih tak berilmu, tak banyak memakai otak, sehingga nyalinya menjadi tebal, setebal muka badak. Maka tanpa ragu mereka bergoyang dribel layaknya Wayne Rooney menggiring bola ditingkahi tembang yang entah, dalam kadar suara yang juga entah. Cara mereka mendribel pun hanya beda tipis sama Rooney: yang satu mendribel susu, satunya lagi mendribel bola. Tapi, ah sudahlah, lupakan dikotomi ini, toh susu dan bola sama-sama bisa didribel, bukan?
Inilah bukti kreativitas Duo Serigala yang kembali mengharukan.

Mensyukuri Nikmat
Salah satu ajaran mulia agama ialah mensyukuri nikmat Tuhan. Apa pun itu. Para bijak sekelas ‘Aidh al-Qarni pun telah mengingatkan, “Di balik musibah selalu ada hikmah.” Jadi, mau selama apa pun menjomblo, ambillah hikmahnya sebagai cara bersyukur. Niscaya jomblomu menjadi syar’i.
Absolutely, Duo Serigala adalah uswatun hasanah bagi umat beragama untuk pintar bersyukur. Anugerah so-called-susu-yang-mengharukan tak disia-siakan oleh mereka. Dan lagi-lagi Andhika tampil sebagai “ustadz” yang membuka jalan dribel bagi Duo Serigala.
Sebagai ahlinya, sangat mudah bagi Andhika untuk kilat mendeteksi letak anugerah itu. Matanya menancap tepat ke dada Pamela dan Ovi, lalu berteriak seketika, “Eureka!”
Tutup pun ketemu tumbu. Gayung bersambut. Duo Serigala pun terbentuk. Lengkap dengan dribble dance-nya.
Jadi, goyang dribel secara ontologis merupakan bentuk syukur atas kebaikan Tuhan pada Pamela dan Ovi. Ia mutlak menjadi bagian dari tasyakkur bi al-ni’mah (mensyukuri nikmat), lalu dieksplorasi dengan sentuhan industri kreatif menjadi muhadharah bi al-ni’mah (mempertontonkan nikmat), sehingga akhirnya menjelma tahadduts bi al-ni’mah (mempopulerkan nikmat).
Syar’i sekali, kan?
Level kesyar’ian goyang dribel Duo Serigala ini sangat berkelas dewa, karena sukses membangkitkan nasionalisme kita dengan mendenyutkan keharuan tiada tara di dada para putera bangsa. Keharuan yang membuat kita ngos-ngosan di hadapan gejet masing-masing.
Sumenep, 4 Maret 2015
7 Komentar untuk "NASIONALISME GOYANG DRIBEL DUO SERIGALA"

Goyang dribel... besok bikin goyang gocek bola :-D

mengharukan..? behehehe sialan.. nice :D

sarkas yang luar biasa, miris bacanya. tapi ya kudu ketawa

Behahahahahaaak........telek maz! Tak akoni lek pamikiran panjenengan jauh melampaui zaman. Aku kudu takzim *menjura*

Back To Top