Hukum pasar
selalu berlaku dalam bidang apa pun, termasuk pernovelan. Sudahlah, simpan dulu
klaim bahwa pernovelan itu adalah kerja literasi intelektual yang mulia, yang
sarat proses idealisme nye-nye-nye,
sebab faktanya ketika ia didorong ke pasar, jadilah ia bagian dari hiruk-pikuk
hukum pasar murni.
Supply and demand, itu hukumnya. Barang
berlimpah, permintaan kurang, maka harga anjlok. Revisi dikit deh untuk kasus
pasar novel: barang melimpah, permintaan tetap, maka retur mencepat. Nggak usah
heran karenanya jika minggu ini kamu main ke sebuah toko buku, novelmu
terpajang oke, tapi 2 minggu kemudian saat kamu main lagi ke tempat yang sama,
ternyata yang nangkring novel orang. Novelmu udah dipindah ke rak, atau malah
nggak ada lagi karena udah diretur oleh pihak toko.
Apakah dalam
kasus demikian, penerbitnya yang salah? Atau tokonya? Atau novelnya?
Nggak ada yang
salah sejatinya, sepanjang semua pihak telah menjalankan perannya
masing-masing. Penulis tentu berperan menulis yang terbaik, penerbit tentu
berperan memproduksi dan mengawal distribusinya sampai mejeng di toko, dan toko
berperan menjualkan dengan rapi.
Soal kemudian
bukumu nggak bertahan lama di sebuah toko, sekalipun sudah ditulis, diproduksi,
dan didistribusi dengan baik, itulah mekanisme pasar. Dan nggak ada satu pihak
pun yang layak menghakimi negatif pada pihak lainnya akibat mekanisme pasar
tersebut. Fair and gentle aja deh…
Selesai!
Saat sebuah
tema, sebutlah teenlit, mengalami sesakan
supply yang tinggi, sontak ia demam kompetisi
tinggi. Saling jegal dan bunuh antarproduk sejenis adalah fakta biasa. Alamiah.
Muncullah pemenang di antara persaingan tinggi itu.
Di sini, saya melihat
unsur “keunikan ide” sebuah novel menjadi salah satu pilar penentu kemenangan
pertarungan itu. Ide-ide novel yang biasa saja, jelas akan terbunuh secepatnya.
Kalah saing! Cepat balik kandang alias keretur.
So, menyiapkan sebuah novel dengan
pilihan ide yang unik sangat berharga untuk dipahami oleh setiap penulis, agar ketika
bukunya dilempar ke pasar bisa memiliki daya saing yang tinggi pula.
Masalahnya
adalah apakah masih ada ide yang unik? Segar? Baru?
Baru, saya kira bisa diklaim tak lagi
ada. Rasanya, semua jenis ide telah dituliskan. Segar? Segar selalu ada, yang bersumber dari keunikan. So, mari berjuang meraih celah ini!
Gimana caranya
menggali ide yang unik, agar menghasilkan tulisan segar?
Saya umbar beberapa
riset kasus ini:
Saat buku Jakarta Undercover meledak, yang
beridekan fenomena esek-esek, sejatinya ide sejenis telah lama juga tersedia
dalam buku-buku Freddy S., misal. Kok tahu? Ya tahulah, wong saya juga pembaca setia novel-novel Freddy S. Dulu! Tetapi ada
yang unik, karenanya fresh, dalam Jakarta Undercover, yakni unsur
obyektivitas berbasis data riil lapangan. Inilah kekuatan eksplosifnya, sehingga
wajar buku tersebut boom.
Sejenak
kemudian, membanjirlah toko buku dengan ide-ide sejenis. Dari Kost Undercover sampai Ketek Underwear. Kemudian, pudarlah
pesonanya, lalu mati. Mekanisme pasar bekerja!
Kemudian
muncul fenomena best-seller Ayat-ayat
Cinta. Idenya tentang religiusitas. Ini pun sejatinya bukanlah ide baru.
Karena telah jauh-jauh hari sebelumnya ada banyak novel juga beride sejenis,
sebutlah Tenggelamnya Kapal Vanderwijk.
Tetapi, unsur unik, karenanya fresh,
dalam Ayat-ayat Cinta, berupa
penyajian religiusitas Islam yang smooth,
dibaur dengan setting Timur Tengah,
menguatkan posisinya untuk boom.
Sejenak
kemudian, membanjirlah toko buku dengan ide-ide sejenis. Dari Syahadat Cinta sampai Ketika Sajadah Tak Bersyahadat dan Bercinta di Atas Sajadah. Kurang asin
ini judul! Kemudian, pudarlah pesonanya, lalu mati. Mekanisme pasar bekerja!
Kemudian,
lahirlah novel fenomenal Laskar Pelangi.
Unsur lokalitas dan edukasi menjadi pembangun keunikannya, karenanya ia fresh. Sebelumnya, juga telah ada novel
beride senada, sebutlah Tobong dan Orang Madura Tak Mati Lagi. Tapi
kekuatan lokalitas Andrea Hirata, plus ketulusan dunia edukasi yang
menakjubkan, menjadikan Laskar Pelangi
tak tertahankan untuk boom.
Sejenak
kemudian, membanjirlah toko buku dengan ide-ide sejenis. Kemudian, pudarlah
pesonanya, lalu mati. Mekanisme pasar bekerja!
Lantas,
muncullah sosok Raditya Dika dengan keunikan ide cerita remaja super gokilnya. Plus
basis komunitas blogger yang kuat.
Sebutlah misal Marmut Merah Jambu,
yang saya tahu sendiri di sebuah toko bisa terjual 1000 eks/perbulan!
Sejenak
kemudian, membanjirlah toko buku dengan ide-ide sejenis. Dari Pocong Juga Pocong hingga Ayam Kuning Langsat dan Sapi Naik Jazz. Kemudian, pudarlah
pesonanya, lalu mati. Mekanisme pasar bekerja!
Kini, apa yang
bisa kamu lakukan coba, wahai penulis-penulis muda, khususnya yang suka galau,
DL-er, dan e-Malmingan?
Satu hal: cari
ide unik!
Caranya?
Waktu bikin
malakah Philosophical Research di S-3
UIN, saya mengulas pemikiran Ian Barbour. Satu hal yang buat saya terkesan
sekali dengan pemikiran Lik Barbour ini adalah teorinya tentang “penggabungan dua atau lebih hal yang
secara lazim tidak berkaitan tetapi jika berhasil dibangun benang merahnya maka
akan menghasilkan keunikan, kesegaran!”
Catat itu!
Misalnya?
KPop. Lazim
memahami KPop sebagai lifestyle ala
Suju, Siwon, Miwon, Ajinomoto, Antangin, Kroto, dll. J
Ngaitkan cinta
dengan KPop, biasa banget! Coba berpikir out
of the box ala Lik Barbour tadi, misal, ngaitkan KPop (satu hal) dengan
hal-hal lain yang lazimnya tak berkaitan, sebutlah telor asin. KPop dan telor
asin. Ya, ya…mikir dah! Gimana membangun benang merahnya, argumentasinya,
logika ceritanya. Jika kamu berhasil membangun benang merahnya, jadilah ia ide
yang unik, fresh!
Contoh lain
dong….
Oke, oke,
Penonton, nggak usah histeris gitu deh… Keep
smile…
Bicara teenlit memang lazim memahaminya sebagai
cerita remaja, utamanya cinta. Coba terapin teori Lik Barbour tadi: cinta (satu
hal) kaitkan dengan hal-hal lain yang lazimnya nggak berhubungan sama cinta dan
remaja. Apa ya? Ehhmmm…mikir dong! Gimana kalo hal lainnya adalah valuta asing!
Cinta dan remaja dan valuta asing, nggak nyambung deh…
Nah, justru
itulah tugas penulis! Mencari benang merah antara hal-hal yang tak nyambung
itu! Dan itulah yang akan membedakan ide novelmu unik tidak, fresh tidak, sekaligus pembeda utama
penulis kreatif dan kagak!
Menggatuk-gatukkan
antara dua atau lebih hal yang lazimnya tak nyambung menjadi nyambung merupakan
tips ilmiah ala Lik Barbour yang amat telak untuk menciptakan ide-ide unik. Bukankah
Facebook dan Twitter pun menjadi fenomenal berkat keunikannya yang lahir dari
kemampuan penciptanya menggatuk-gatukkan komunikasi (satu hal) dengan dunia
maya (hal lain). Komunikasi dan dunia maya, mana nyambung? Komunikasi ya harus
kenal dong, bersihadap. Mulanya. Tapi begitu Facebook dan Twitter
terealisasi, terciptalah komunikasi yang fresh,
maka tersambutlah mereka dengan dahsyat. Bukankah banyak tuh kalian yang pedekate dari sosmed, meski nggak selalu
sukses juga sih ujungnya, ya kan…?
Entah ya kalau
Friendster (FS) itu, saya mah nggak
paham sosmed yang super legendaries itu, soalnya bukan generasi saya itu…
Wes ngunu wae, Cah…
Jogja, 25 September 2013
Tag :
Pasar Makalah,
Yang Serba Nakal
10 Komentar untuk "CERITA LIK IAN BARBOUR: “TIPS CARI IDE UNIK DALAM NOVELMU”"
bermanfaat sekali pak..maternuwun sanget ^^
asli memberi ide fresh! Thx Min...
Entah ya kalau Friendster (FS) itu, saya mah nggak paham sosmed yang super legendaries itu, soalnya bukan generasi saya itu…
semuda apa sih anda? xixixi
Ijin kopas Om Edi :D
keren, jadi semangat nulis :),
terimakasih, Mas edi. Super. Lik Ian Barbour... aku ingat-ingat terus tulisan ini.
makasih buat tips nya :D sangat membantu! :D
Waaah iya juga ya haha
Makasih tips nya :)
Keren sekali pak... Setuju dengan komentar anda...
Sekedar info saja buat temen-temen, ada buku asik yang bisa membantu memacu ide fresh
Buku best seller karya Michael Michalko judulnya "Thinker Toys, Handbook permainan berpikir para pebisnis kreatif" Hal serupa dg bisnis, ide nulis cerita fresh.
Ini covernya --> http://www.halamanmoeka.com/1506-1564-large/thinker-toys-handbook-permainan-berpikir-para-pebisnis-kreatif.jpg
Allah....tengkyu semuwahhhnyahh