Di Kufah, hiduplah seorang pemuda berparas tampan. Ia rajin beribadah dan
sungguh-sungguh dalam bekerja. Ia juga termasuk salah seorang ahli zuhud. Suatu
ketika, ia singgah beberapa waktu di perkampungan kaum Nukha’. Lalu tanpa sengaja
ia melihat seorang wanita muda yang cantik.
Ia tertarik kepadanya. Rupanya, hal yang sama dialami wanita muda tersebut.
Pemuda ini lalu mengirim utusan untuk melamar wanita muda kepada ayahnya namun sang ayah memberitahukan
bahwa dia telah dijodohkan dengan anak pamannya (sepupunya). Kondisi ini
membuat keduanya begitu tersiksa.
Lalu si wanita mengirim utusan kepada si
pemuda ahli ibadah tersebut berisi pesan berikut ini:
“Saya sudah mendengar bahwa kecintaanmu
kepadaku teramat dalam. Tentu ini adalah cobaan berat bagiku. Jika berkenan,
aku akan mengunjungimu atau aku permudah jalan bagimu untuk datang ke rumahku.”
Lantas pemuda itu berkata kepada utusannya
itu, “Dua-duanya tidak akan aku lakukan.” Dia kemudian membacakan firman-Nya,
“Sesungguhnya aku takut siksaan pada hari yang agung jika berbuat maksiat
kepada Rabbku. (QS. al-Zumar:13). Aku takut api yang lidahnya tidak pernah
padam dan jilatannya tak pernah diam.”
Setelah mendapatkan pesan itu, si wanita muda
itu kemudian meninggalkan gemerlap dunia, membuang semua hal yang terkait
dengannya, mengenakan pakaian yang terbuat dari bulu, dan bersungguh-sungnguh
dalam ibadah. Sekalipun demikian, dia masih hanyut dan menjadi kurus-kering
karena cintanya terhadap si pemuda serta perasaan kasihan terhadapnya hingga
akhirnya dia meninggal dunia karena memendam rasa rindu yang teramat sangat
kepadanya.
Sang pemuda tampan pun sering berziarah ke
kuburnya. Suatu malam, dia melihat si wanita dalam mimpi seolah dalam
penampilan yang amat bagus, seraya berkata kepadanya, “Bagaimana kabarmu dan
apa yang engkau temukan setelahku?”
Sang pemuda menjawab, “Sebaik-baik cinta
adalah cintamu wahai kekasih. Cinta yang menggiring kepada kebaikan dan berbuat
baik.”
Kemudian pemuda itu bertanya lagi, “Ke
mana kamu akan tinggal?”
Dia menjawab, “Menuju kenikmatan hidup
yang tiada habisnya. Di surga nan kekal, tempat yang tak pernah punah.”
Sang pemuda berkata lagi kepadanya,
“Ingat-ingatlah aku di sana karena aku tidak pernah melupakanmu di sini.”
Si wanita menjawab, “Demi Allah, akupun
demikian. Aku telah memohon kepada Rabb-ku. Kemudian Dia menolongku atas hal
itu dengan kesungguhan.”
Sebelum wanita itu berpaling, aku berkata
kepadanya, “Kapan aku bisa melihatmu?” Dia menjawab, “Engkau akan mendatangi
kami dalam waktu dekat.”
Rupanya benar, pemuda itu hidup tidak lama
lagi setelah mimpi itu, hanya tujuh malam. Dan, setelah itu, dia berpulang ke
Rahmatullah. Semoga Allah merahmati keduanya.
****
“Bagaimana mungkin ada dua jiwa yang saling mencintai, tetapi tidak
pernah bisa bersatu, hanya karena sebuah perbedaan?”
“Kau tahu bagaimana rasanya mencintai dan dicintai namun keduanya
tahu tidak bakal pernah bisa hidup bersama selamanya?”
“Mengertikah kau bagaimana rasanya menempuh hidup yang menyimpan
rasa cinta yang tiada tara, yang selalu
memelukmu setiap kala, tetapi kau tak pernah mendapatkan cinta yang setimpal
darinya?”
Nyesek! Ujungnya, hidup menjadi terasa tiada makna. Hidup sungguh
tak adil. Hidup tak sesetia guling yang berkenan untuk selalu dipeluk, sesekali
digigiti, demi melampiaskan sejuta luka cinta yang menganga.
Sesungguhnya, bukanlah hidupnya yang tidak adil. Bukan pula cintanya
yang salah. Hidup selalu berjalan apa adanya. Demikian pula cinta. Ia datang
tidak pernah untuk melukai siapa pun yang mempersilakannya.
Tetapi, sungguh hidup bukan hanya untukmu, bukan?
Cinta juga bukan hanya untukmu, bukan?
Setiap kau mempersilakan cinta memasuki rumah hatimu setelah ia
mengetuknya dengan pandangan mata atau lirikan terpesona, kau tidak lagi
menempuh hidup yang untuk dirimu belaka, bukan? Kau pun tak lagi menyirami
benih cinta yang untuk dirimu belaka, bukan?
Jika kau menyirami hatimu dengan mencintai seseorang, berarti kau
sudah melibatkan orang lain, beserta hidupnya, tentu. Kau tak lagi hidup sendiri,
tentu. Sama sekali. Kau bersisian dengannya. Lalu, di sisiannya, ada
orang-orang lain lagi yang punya hidup dan cintanya sendiri. Belum lagi di
sisianmu pula.
Memutuskan jatuh cinta
berarti memutuskan untuk memanggil banyak orang, banyak hidup, memasuki rumah
hatimu.
Bukankah menjadi hal yang alamiah belaka jika keputusanmu untuk memasukkan
banyak hidup dan banyak cinta ke dalam hidupmu dan cintamu, lalu kau sesekali tersayat
kecewa, yang kau sebut terluka, lantaran tidak semua pinta hidup orang dan pinta
cinta orang itu sewarna dengan pinta hidupmu dan pinta cintamu?
Alamiah sekali, bukan?
Hidup sungguh sama sekali tidak pernah salah. Cinta pun sama sekali
tidak pernah salah. Hidup orang-orang dan cinta orang-orang itu pun juga tidak
sedikit pun salah. Begitu pun hidupmu dan cintamu pun tak secuil pun salah.
Semuanya adalah kerja alam yang tak mengandung kesalahan sama sekali,
yang pantas-pantas saja, yang memang kita sejatinya sangat mafhum bahwa itu hal
yang biasa belaka.
Bahwa lantas ada satu hati yang terkoyak kecewa, yang kemudian
membuatnya tersungkur, terkapar, berlinang air mata, dan berdarah-darah di
antara kesunyian yang kian jelaga, itu bukanlah buah dari kesalahan apa pun dan
siapa pun. Itu hanyalah sekadar risiko dari pilihan kita yang mengundang hidup
dan cinta orang-orang lain ke dalam kehidupan dan cinta kita.
Orang yang tak pernah mendaki gunung di malam buta takkan pernah
tahu rasanya berkeringat di antara kabut-kabut, kan?
Orang yang tak pernah menginjak pedal gasnya dalam-dalam hingga
kecepatan 200 KM/jam takkan pernah mendengar gemuruh ban menciumi aspal yang menghajar
adrenalin, kan?
Orang yang tak pernah mempersilakan ketukan cinta memasuki rumah
hatinya takkan pernah mengerti bagaimana rasanya rindu, cemburu, cemas, dan
pula terluka, kan?
Lalu, masihkah kau akan berpikir hidup dan cinta telah berbuat salah padamu?
Kehidupan selalu menyuguhkan segala yang kita pinta. Tapi tak semua
yang kita pinta lantas serta-merta akan menjadi milik kita, sebab ada
hidup-hidup lain di sekitar kita yang juga memiliki hak yang sama untuk meminta
apa pun pada kehidupan.
Jika kau gagal menggenggam pintamu pada kehidupan, termasuk pinta cintamu,
kau hanya perlu mengerti bahwa kehidupan selalu berbaik hati padamu untuk
meminta lagi dan lagi. Kehidupan selalu membukakan tangannya padamu. Lalu,
untuk apa gerangan kau meraungi satu pinta yang tak kuasa kau miliki, yang
membuatmu alpa akan kebaikan kehidupan yang selalu setia menyuguhkan segala
pinta yang lain?
Jogja, 25 April 2014
Tag :
Yang Serba Nakal
9 Komentar untuk "CINTA TAK PERNAH SALAH, MAKA MOVE ON-LAH..."
"Memutuskan jatuh cinta berarti memutuskan untuk memanggil banyak orang, banyak hidup, memasuki rumah hatimu."
*panggil orang-orang*
kalo mempersilakan ketukan cinta jadi mengerti bagaimana rasanya rindu, cemburu, cemas, dan pula terluka apa sama dengan boleh berpacaran pak edi? *nyengir
ceritanya speechless mas.. meskipun lebih bagus kisah qais dan laila :D tapi cinta yang manis itu memang yang dipendam yah, zalikha dan yusuf sama2 cinta (wa laqod hammat bihi wa hamma biha), namun keduanya harus rela memendam hasrat cintanya meskipun awalnya zalikha begitu menggebu-gebu pada yusuf, berkah pengendalian hasrat yusuf, zalikhapun berhasil menuju cinta rabb-nya, sampai kemudian dipertemukan kembali oleh Allah dengan kisah yang lain :')
Pake Toa
Sy iya. Insya Alla juni saya nerbitin buku khusus ttg hukum pacaran dgn metode yg kontekstual
Yaa itu emang dua kisah yg menggugah jiwa
Assyikkk......, mantap!
Maaf adopsi tulisannya dan akhirnya jadi ini
http://kisahmerajut.blogspot.com/2014/05/adakah-kata-yang-tak-menyakitkan-atas.html
I'm comiiiiiiiing.....