Sudah lama
saya merenungkan fenomena ini: kenapa ya teramat banyak orang yang baik itu
mati muda?
Iya lho, coba
deh kalian cermati di sekeliling, banyak banget lho kenyataan begini.
Saya lalu
berpikir bahwa boleh jadi inilah cara Tuhan untuk “menyelamatkan”
hamba-hamba-Nya dari hidup panjang yang hanya akan berpotensi menodai
kebersihannya.
Teori
probabilitas saya pakai di sini: semakin kau berumur panjang, semakin besarlah
peluangmu untuk berghibah, berdusta, berdengki, berhasud, bersongong, bernapsu
pada lawan jenis, berserakah, dll., yang sebutlah itu sebagai “dosa-dosa
harian” yang kita banget. Sebaliknya, semakin kau berumur pendek, niscaya
semakin kecillah potensimu menumpuk dosa.
Di sisi lain,
saya menyimpan galau, bahwa jika kian banyak orang baik meninggal cepat, maka
tentu kita akan kian kehilangan keteladanan nyata dalam hidup ini.
Lantas, uneg-uneg saya ini seolah kian menemukan
legitimasinya bila saya menoleh pada nasihat umum bahwa salah satu ciri kian
dekatnya kiamat ialah kian diangkatnya ilmu dari muka bumi ini sebab
meninggalnya para ahli ilmu, sehingga yang menyeruak di permukaan adalah
kebodohan dan kedzaliman.
Ya, saya pun
mengerti kok bahwa pemikiran seperti ini tidak sepenuhnya adil. Bukankah begitu
banyak pula orang baik yang kita kenal dan gurui yang berumur panjang di
sekitar kita ya?
Ternyata, saya
pun harus gentle menyatakan di sini
bahwa hipotesis saya tentang orang baik itu cenderung mati muda cukup sulit
untuk diterima, meskipun ia juga cukup sulit untuk ditepikan begitu saja.
Di ujung galau
setelah berkirim faatihah kepada
kawan-kawan baik yang mati muda, saya berseloroh pada kawan-kawan di sekeliling
saya: “Kalau kalian tak ingin mati cepat, sesekali nakallah…”
Mereka ngakak.
Iya, ngakak sengakak-ngakaknya. Meski saya mengerti bahwa mereka sangat mengerti konteks dan maksud seloroh saya
tentang "nakal" itu.
Kami
mentertawakan kematian…
Jogja, 13 Juni 2014
1 Komentar untuk "MENTERTAWAKAN KEMATIAN: “ORANG BAIK CENDERUNG MATI MUDA”"
Bener-bener menyentuh pak edi. Jadi ingat dengan tulisan ade di kompasia**. Jika berkenan monggo mampir :')
http://fiksi.kompasiana.com/cerpen/2013/12/23/untukmu-ibu-maaf-aku-membenci-ibu-621112.html