Alumni Kampus
Fiksi Reguler tahun 2013 berjumlah sekitar 150 orang. Sebagian di antaranya
telah berhasil menerbitkan novel, sebagian besar lagi tidak. Belum, begitu
tepatnya. Sebab ada kesibukan rutin atau masih dikuasai kealayan.
Sebut saja
disebabkan saya begitu mencintai dunia literasi, dan saya sedikit memiliki
rezeki, saya pun tergerak untuk mengadaptasi tradisi Kompas dalam menerbitkan cerpen-cerpen terbaiknya setiap tahun.
Lalu, saya buat sebuah event bertajuk
Kampus Fiksi Emas, yang dimaksudkan untuk mewadahi passion itu.
Saya minta
semua alumni untuk menuliskan cerpen bertema local wisdom dengan pilihan segmen bebas. Saya dan tim memilih hanya 20 terbaiknya. Ia telah saya
terbitkan dengan judul Gadis 360 Hari
yang Lalu. Kumcer yang beragam banget teknik dan cara bertuturnya, dari yang nyastra sampai ngepop ringan. Cerpen terbaik jatuh ke tangan Saiful, diganjar hadiah cash Rp. 5.000.000. Dan untuk 18 peserta
lainnya, saya berikan uang jajan @500.000. Di luar itu, ada hadiah buku,
sertifikat, dan kenangan. Oh ya, minus Reni yang sakit nggak bisa hadir. Semoga Reni lekas sehat ya...
Khusus
angkatan 2013, saya tambahkan satu anugerah khusus berupa Alumni Favorit, yang
jatuh ke tangan Reza Nufa. Apa itu alumni favorit? Saya sih mendefinisikannya
sebagai “rajin, getol, aktif” dalam event
Kampus Fiksi. Sebagian besar kawan bilang begini, “Sampai bosan lihat muka
Reza.” Tebak yang mana...? Haaaa….haaaa…
Saya mendengar
selentingan, ada kawan panitia berkata, “Ini Pak Edi buang duitnya kali ini
cukup banget untuk beli Vario 2 biji ya…”
Hemmm, ya ya.
Saya nggak untung apa-apa memang dari acara tersebut. Tapi saya bahagia. Dan
saya tahu bahwa bahagia nggak melulu tentang keluar berapa dan dapat berapa.
Kadangkala, saya bahagia saat saya bisa bermimpi. Dan ini adalah salah satu
mimpi saya untuk memberikan sesuatu pada dunia literasi Indonesia.
Meski saya juga tahu, ini hanya hal kecil, yang sungguh membutuhkan kekuatan istiqamah hati dalam mengawalnya di masa
yang akan datang.
Baiklah, sebagai
angkatan emas, ya tentu saja mereka sudah tuntas dengan masalah teknik menulis.
Jadi, saat saya mengumpulkan mereka pada tanggal 13, 14, dan 15 Juni 2014
kemarin di Jogja, saya tak perlu lagi menjejalkan sesi teknik. Mereka hanya
perlu terbang lepas, jauh, mengembara, demi pengalaman dan pembelajaran yang
lebih beragam.
Maka dalam event Kampus Fiksi Emas kemarin, sesi
yang saya susun bersama tim ialah: pembukaan, praktik nulis cerpen spontanitas
dalam durasi 2,5 jam (lalu diposting
semua tanpa editing kami di web
KampusFiksi), siangnya lanjut dengan “pengadilan karya” terhadap masing-masing
cerpen yang dimuat dalam buku antologi Gadis
360 Hari yang Lalu. Kemudian, esoknya, pagi hari dikasih teori kritik
sastra oleh Tia Setiadi dengan membedah novel Sang Alkemis Paulo Coelho, lalu saya melanjutkan kemudian dengan
sesi State of Mind.
Di sesi
pengadilan karya, saya instruksikan semua mentor yang mengadili untuk bersikap
“jutek, keras, tegas”, dengan maksud supaya mereka nggak cengeng lagi kalau
suatu kelak karyanya dikritik orang. Tentu, mereka diberi hak untuk membela
diri. Di sesi State of Mind, saya sengaja
menyeret pemikiran mereka untuk keluar dari zona nyaman dan stabil, sampai
mengelana ke kamar-kamar jauh postmodernisme. Saya ingin mereka mengerti bahwa
hidup ini begitu kaya perspektif, sifat, pengalaman, narasi, yang dengan semua
itu, diharapkan kelak mereka akan sanggup menjadi bagian dari insan-insan yang
nggak sensian, yang welcome terhadap
segala keragaman. Dan, dalam amatan saya, Farrah paling sukses menyerap sesi ini. Utamanya "anti kemapanan" ala Postmo. Buktinya, ia langsung memutuskan tidak mandi sebagai sikap anti kemapanan itu tadi. Ngoahaaaa...
Dalam kaitan
dengan proses kreatif menulis, tentu saja sesi State of Mind tersebut sangat berguna untuk mengeluarkan mereka
dari kecupetan berpikir dalam mengelanai perspektif ide dan cara bertutur
tentang obyek, hal, dan suasana apa pun. Penulis cerpen dan novel yang hebat di
manapun niscaya selalu memiliki pondasi state
of mind yang hebat pula.
Oke, siangnya
mereka saya angkut ke Kaliurang. Saya sediain villa plus ayunan-ayunannya.
Haaa…jadilah mereka kemudian digelari “nolay”,
novelis alay.
Shalat Maghrib
jamaah, lalu sedikit kultum, makan, kemudian dilanjutkan dengan penganugerahan
dan performance dari grup-gurp yang
udah dibentuk. Pada lucu-lucu semua, gilaaaaaa semua, dan berpuncak pada
lahirnya tagline baru:
Panasssssss… (tangan diputar-putar di depan muka kayak foto ini)
Sensasional…. (jari telunjuk diletakkan di dagu lalu didorongkan ke belakang kayak foto ini)
Menggelitik…. (kedua tangan digelitikkan di perut bagian samping kayak foto ini)
Fenomenal….. (tangan kanan digerakkan
ke kanan dengan diikuti gerakan kepala ke kanan kayak foto ini)
Dan,
kreatornya adalah Evisept! Nggak nyangka benar nih anak bisa sedemikian
sakitnya. Belum lagi saat dia bilang “BBB”, itu bibir bagian atas kiri bisaaa banget naik sampai berbentuk
kurva begitu. Lol. Ampun!
Besoknya, kami
naik 9 jeep! Lava tour dengan durasi sekitar dua jam…..
Keren abislah
semua pengalaman ini, Kawan.
Catatan
tambahan, sampai saat ini, gelar Saiful masih terpelihara dengan baik sebagai
novelis yang…..ah, begitulah. Diksi-diksi apa pun yang dituliskan atau
diucapkannya sontak terasa menjadi berbeda, identik dengan sekitar….ah,
sudahlah. Haaaa… Tebak mana orangnya...?
Juga kali ini
nggak ada cinlok. Hemm, ya sih, sebab sebagian besar sudah saling kenal banget,
jadi nggak enak aja kali kalau masih cinlok-cinlokan. Haaa….
Terimakasih
kawan-kawan alumni yang sudah memenuhi undangan saya menghadiri event Kampus Fiksi Emas tersebut.
Saya
yakin sekali, asal kalian mau mengembangkan state
of mind dan istiqamah menulis
dalam suka dan duka, niscaya kelak kalian akan muncul sebagai novelis-novelis
keren di negeri ini. Jika kelak kita jumpa lagi dalam harlah nasional Kampus Fiksi, yang mungkin pesertanya sudah sampai
10.000 orang, kalian yang telah berhasil mengantongi nama besar pastilah hanya kalian
yang gigih, tekun, berpengetahuan luas, dan keren attitude-nya.
Dan, saya
berharap banget pada kalian, kelak jika kalian jadi orang sukses, dalam bidang
apa pun, berbagilah sebagian apa yang kalian terima dari anugerah-Nya. Bisa
harta, ilmu, tenaga, atau pun empati. Hanya itu yang akan buat kalian jadi
orang mulia, dan hanya itu pulalah yang akan buat kalian merdeka dari
rongrongan keserakahan, keangkuhan, dan ketakbahagiaan.
Saya ingat catatan Mbak Rina Lubis di pengantar buku kumcer itu, "Terbanglah kalian sejauhnya, mengembaralah, dan kapan pun kalian rindu pulang, kami selalu membuka pintu untuk kalian berteduh, makan bersama, dan tertawa...."
Padahal, ya cuma begini makan saya. Lol....
Last, MC kita emang nyebelin ya? Ya
siapa lagi kalau bukan Wahyu Gading yang nekat-nekatnya mau ganti nama jadi
Wahyu Akhiles itu. Huh! Maka, tanpa ampun, di sesi penutupan, saat Wahyu hendak
berucap salam penutup, saya membalaskan dendam pada Wahyu dengan memprovokasi
teman-teman semua dengan teriakan, “Wooy, Wahyu ulang tahun hari ini!!!” Lalu,
serentak, lagu selamat ulang tahun dikumandangkan, dan siraman teh, kopi, dan
air putih pun menghajarnya tanpa sudi mengampuninya lagi. Ia basah kuyup
seketika di antara teriakannya, “Aku nggak ulang tahun….aku nggak ulang tahun
hari ini….”
Rasakan
pembalasanku, Yu! Haaa…haaaa….
Jogja, 17 Juni 2014
Tag :
KampusFiksi,
Yang Serba Nakal
3 Komentar untuk "SEBUAH MIMPI DARI KAMPUS FIKSI EMAS (13, 14, DAN 15 Juni 2014)"
Postingnya memotivasi, Pak!!!
Semoga saya bisa merasakan apa yg dirasakan kakak-kakak senior KF. :'D
Dan, saya suka ending posting ini. Ciuzzz
Ending yaaa haa
Aku mau komen tapi komen apa ya.....pokoknya Pak Edi KERREEENNNN...!!!! BRAAKKKK!!!
mantabz pak Edi