Personal Blog

SYARHUL KIMCIL WA AF’ALIHI FIL HAYAH AL-MU’ASHIRAH (Tafsir Sejarah dan Kelakuan Kimcil di Masa Kini)



Jamaah Kimciliyah….
Perkenankan inyong pada kesempatan berbahagia ini menyampaikan sebuah rahasia dari kitab syarh kimcil.

Sejarah
“Kim, kamu asyik lhooo, jadi demen nih inyong, jadian yuk…” kata Acil via inbox FB.
“Ah, rika, Cil….” balas Kim sambil pasang emot tersipu.
“Gimana, Kim?”
“Apanya, Cil?”
“Jadian yuk, Kim…”
“Ehhm, iya, Cil….”
Lalu keduanya jadian dan tak pernah ketemu, karena Kim tinggal di Jember dan Cil tinggal di Rantau Prapat. Mereka selalu chat, setiap waktu, setiap saat. Bangun tidur, HP ditangkap. Tidur pun kelelep di antara kabel colokan. Selalu memeluk kabel dan HP seolah sedang bobok saling berpelukan.
Orang tua Kim dan Cil yang terus-menerus disuguhin pemandangan begituan suatu malam bergumam pada sunyi dan hujan. “Dasar anak-anak sekarang, Kim dan Cil itu bikin inyong gagal paham….”
Angin yang menangkap gumaman si ibu Kim dan Cil lalu mengabarkan pada dunia. Sejak saat itulah, dikenallah sebutan Kimcil. Ya Kim dan Cil. Beserta kelakuannya di masa kini.
Tak banyak kan di antara rika yang tahu sejarah kimcil tersebut? Inilah masa terberat dalam hidup saya saat memutuskan untuk menuturkan rahasia sejarah yang hanya diketahui oleh dua orang di muka bumi ini: saya dan de Gara Masbuloh.
Dalam perjalanannya, kimcil tidak hanya terwujud dalam kelakuan semacam itu. Biasalah, namanya hidup di jagat sosmed ini, sangat deras informasi begini. Jadilah kimcil melesat ke mana-mana. Dalam ragam rupa.
Ada misal kelakuan kimcil di masa kini yang sejenis ini:

Bromance
Dua anak muda, cowok, berangkulan sambil berjalan di keramaian mal. Keduanya rajin perawatan. Ke mana-mana selalu berduaan. Makan iya, nonton iya, bobok iya, beol pun janjian.
Mereka benar-benar kelihatan sangat soulmate.
Suatu hari, mereka makan di Tamansari Amplaz. Makannya sama, minumnya sama. Sesekali, suap-suapan.
Seorang gadis yang tak begitu belia yang duduk di sebelah mereka ngedumel dalam hati. Ia yang sendirian sejak dua jam lalu hanya bicara dengan meja makannya yang sudah dipenuhi oleh beragam piring dan botol minuman.
“Riset yang mengatakan bahwa jumlah lelaki lebih sedikit dari jumlah wanita telah membuatku nestapa. Jumlah wanita yang lebih banyak telah membuatku menjadi salah satu wanita yang nggak kunjung dapat pasangan.” Mendengus. Tangannya mulai mencengkeram sudut meja. Bentar lagi, akan digigitinya. “Ditambah lagi cowok yang kelakuannya bromance gini. Ganjen. Kimcil!”
Lalu ia memutuskan pulang sambil menggigit jarinya sampai berdarah. Tak lupa, ia mampir ke Indomart untuk beli betadine dan kapas.

Papa – Mama
Di sebuah kafe yang tak terbilang murah, saya tersedak saat menyeruput kopi yang tiba-tiba berasa api soda!
Sebuah obrolan menusuk gendang telinga saya, yang datang dari meja sebelah kanan yang dihuni oleh sejoli belia. Saya tebak usia mereka mungkin baru semester 1 gitulah.
“Papa yang gaya dong, biar fotonya keren, ntar kujadiin DP…” kata si cewek.
“Aduh, Mama ini, udah tahu kalau aku paling mati gaya tuk foto-fotoan,” sahut si cowok.
“Ayolah, Pa, pasti Papa bisa. Masak aku pakai DP papa asal-asalan, malu dong…”
Lalu si Papa yang saya yakin banget belum ngerti makna “pipis lurus” itu mengikuti arahan gaya si mama.
Papa dan Mama yang membuat saya berpikir bahwa ini mungkin waktu terbaik untuk mencekik leher saya sendiri!
Belum setengah jam kemudian, suara telepon si cewek (ya Mama tadi) kembali membuat saya kejer. Kali ini sesekali si cowok (ya si Papa tadi) ganti memberikan arahan pada si cewek.
“Untuk beli buku diktat, Pa, ketinggalan aku kalau nggak segera beli lengkap,” kata si cewek di teleponnya.
Si cowok mengarahkan, “Bukunya mahal, 1,5 juta.”
“Iya, Pa, 1,5 juta. Tranfer ya, besok. Nggak bisa, Pa, harus besok sebelum pukul 10 lho.…” kata si cewek lagi menyampaikan arahan si cowok ke papa yang ayah kandungnya nun jauh di mata di teleponnya.
Mereka lalu tos dan cekikikan.
“Asyik, Pa, bisa buat hang out setengah bulan tuh….” kata si cewek kepada si cowok.
“Iya, Mama emang top!”
“Papa yang ngajarin….”
Lalu mereka berpelukan. Kayak Teletubis. Sampai ice leci-nya tumpah.
Saya buru-buru pulang. Sungguh saya amit-amit kelak anak saya jangan sampai membohongi saya untuk minta uang atas nama buku kuliah, padahal dipake buat hang out. Sampai di rumah, saya langsung memeluk anak saya. Alhamdulillah, ia tidur lelap. Duh, Nak, jangan tiru kimcil-kimcil tadi ya….

Memasak di Ruang Tamu
Nggak milih rika jenis kimcil atau bukan, pastilah pernah ngalamin galau. Cuma bedanya, kalau kimcil demen banget memasak galaunya di ruang tamu, bukan di dapur. Jadilah semua orang tahu baunya, aromanya, masalahnya, galaunya, lebaynya, kekimcilannya. Itulah sosmed di tangan kimcil.

Pukul 07.00: “Capek deh, yang palsu siapa, kajol beudd, munak…”
Pukul 08.00: “Beb, miss u….cayang cellaluhhh cama camuuhhh….” *lagi akur*
Pukul 09.00: “BBM kayak kentut!” *BB-nya kentutin gih*
Pukul 10.00: “Bete, bete, bete, si beb kayak Bang Toyib, ngilang mulu!”
Pukul 11.00: “Oh gitu?! Putus? Oke!”
Pukul 11.03: “Emangnya cuma lo yang bisa! Gue juga kali!” *keluar api*
Pukul 11.05: “Dasar kimcil! Makan tuh mantan! *sodorin spirtus*
Pukul 12.00: “Tolongg…tolongg….kebakaran…!!!” *nah lho, kebakaran bener*

Seseorang mention nanggepin tweetnya. Lalu diumbarlah semuanya, tanpa kecuali. Sampai bugil. Bugil di hadapan orang maya yang kagak tentu rimbanya.

Pukul 13.00: “Biasaa, cowok tukang kapsul PHP!” *ganti jualan obat*
Pukul 19.00: “Mati aja deh lo, nggak nyadar juga!” *nungguin chat*
Pukul 00.30: “Bodoh amat, nggak gue pikirin, bobok aja, bye.”
Pukul 01.20: “Brengsek emang lo!” *belum bobok juga? Cekokin knalpot!*
Pukul 03.00: “#AKURAPOPO” *kapan tidurnya kimcil ini?”

Saya pun meludahi gadget di tangan ngelihat tweet-tweet yang seharian memasak terasi di ruang tamu gini. Berharap ludah saya menyumpali wajahnya di ava yang pake foto Kim Jong Un.


Jutek yang Religius
Pernahkah kau mengalami sikon begini?
Misal main ke kost Rumah DIVA mencari kawanmu yang belum pernah kamu tahu letak kamarnya, lalu nanya pada sosok mbak yang tengah duduk di sadel Mio merahnya di parkiran.
“Mbak, maaf, tanya, Ve ada nggak ya?”
Ia menatapmu hanya seiprit, lalu ngegas motornya sambil menggeleng. Gasnya dijadiian alat jawab.
Kamu celingungan, mati gaya. Tak ada pilihan kecuali berkata lagi.
“Ehhm, katanya, Ve kost di Rumah DIVA ini, Mbak….”
“Penting buat guehhhh…?!” sahutnya sambil mengeluarkan garpu dari mulutnya.
Kamu tergeragap. Busyet nih cewek. Garpu keluar disertai gumaman baca doa perjalanan: “Bismikallahumma ahya wabismika amut….” *ngoaahhhaaa….
Kamu pun berkata lagi, “Barangkali Mbak tahu…”
“Nggak!”
“Mbak kost di sini juga kan?”
“ MM…”
“Malioboro Mal maksudnya? Mbak mau ke MM ya sekarang?” Lalu kamu ikutan gila.
“Begok!” Lalu mbak itu pergi sambil beristighfar. Benar-benar sosok remaja putri yang religius, bukan hanya di bajunya, tapi juga di lisannya. Tak sepi dari doa-doa, dari doa tidur sampai doa wudhu sepanjang jalan. Religius cap kimcil!
Atau, suatu hari kamu mau meminta botol saos yang tergeletak di atas meja yang kebetulan ada sosok mbak yang tengah makan di situ.
“Mbak….”
Belum juga kamu ngomongin maksudmu, suaranya menamparmu, “Subhanallah, Akhi, kamu buta ya, saya lagi makan, jangan gangguin!”
Lalu kamu pingsan dihajar subhanallah dan makiannya. Kamu pun nggak nerusin ngambil saos itu. Makan seadanya. Tambah hambar gara-gara suara subhanallah yang menyalak itu.
Pingsanmu pun menjadi-jadi saat mbak itu selesai makan, beralhamdulillah, lalu menatapmu.
“Belajar etika Islami ya!” sergahnya.
“Mbak, saya kan….”
La haula wala quwwata illa billah, nih makhluk terbuat dari cangkang kepiting apa ya?! Dibilangin malah nyablak! Masya Allah, subhanallah….” Lalu ia meneruskan dengan ngaji sejuz sambil memakimu habis-habisan.


Pokoknya
“Pokoknya kalau kamu nggak datang, tahu sendiri!”
“Yeeh, udah kujelasin aku nggak bisa, ada meeting…”
“Pokoknya!”
“Jangan ngancam gitu ah, nggak baik….”
“Oke, fine!”
Lalu HP dibanting. Ke kasur sih, masih inget dia untuk tidak memilih obyek bantingan yang keras kayak lantai. Kalau sampai HP berantakan, repot ntar mau online. Mana belum lunas lagi utang HP ini!
Pokoknya, pokoknya, pokoknya.
Saya membayangkan bahwa hidup di bawah tekanan pokoknya itu sama persis dengan hidup di bawah jembatan penyeberangan, fly over, lalu pada suatu malam turun hujan begitu derasnya. Saya berkata pada hujan, “Pokoknya jangan dingin!”
Dan semalaman saya kedinginan, lalu masuk angin. Sakit.
Hanya para kimcil yang tak mengerti bahwa memaksa hujan menuruti kehendaknya agar tidak dingin itu adalah kesia-siaan. Hanya kimcil yang gagal paham bahwa hidup ini tidak bisa ditempuh dengan wajah kotak-kotak selalu, sebab kadangkala ia harus dibikin bulat, kubus, melengkung, dll.

Akal dan Nurani Ditepikan
Hal tersulit dalam hidup ini ialah mengakui kesalahan dan meminta maaf atasnya. Teorinya sih mudah. Bahwa itu akan menjadikan hidupnya nyaman, segera terbebas dari masalah, iya semua orang tahu. Jauh sebelum Mario Teguh ngomongin begituan, orang-orang juga sudah tahu. Tapi yang bisa mewujudkannya dengan nyata tidaklah banyak. Dan yang lebih banyak itu, yang gagal melakukannya adalah para kimcil.
Otak sudah ngerti benar bahwa ia salah, dan langkah terbaik baginya ialah meminta maaf. Tapi, dan tapi, jempol tetap berat memencet keypad untuk meminta maaf.
“Ini harga diri gue, hancur kalau gue minta maaf….” desisnya sambil mengelur kepala King Cobra yang bertapa di kepalanya kayak Medusa.
Padahal itu adalah harga diri semu yang benar-benar membuatnya keok berkalang tanah. Lalu nggak bisa tidur semalaman. Lalu nggak enak makan. Lalu beol pun jadi mampat.
Gara-gara apa yang disebutnya harga diri!
Kimcil selalu gagal untuk membenarkan logika dan nuraninya bahwa harga diri bukanlah egoisme. Harga diri adalah fairness, kejujuran, kebaikan.
Tentu saja jika salah, ya harus minta maaf. Beres masalah. Itu kata akal dan nurani. Tapi keengganan melakukannya atas nama egoisme telah meruntuhkan benteng akal dan nurani. Itulah kimcil. Punya akal dan nurani tapi kelakuannya nggak beda sama ayam atau kalkun.

Beda Mulut sama Pantat
Satu-satunya cara untuk buktiin bahwa kita termasuk orang yang teguh berkomitmen atau tidak ialah penghargaan kita pada kesepakatan. Jika telah bersepakat, penuhilah. Jika ada kendala yang tak terduga begitu kuat merintangi, komunikasikanlah.
Membuat seseorang menunggumu memenuhi janjimu tanpa kepastian alias PHP adalah kelakuan kimcil.
Mengusik deal yang sudah disepakati dengan argumen yang mengada-ada yang harusnya tak dilakukan selaras dengan perjanjian, itu adalah watak kimcil.
Mempersulit orang lain demi mengeruk keuntungan sendiri sekalipun harus dilakukan dengan cara melanggar komitmen, itu ulah kimcil.
Kimcil gagal membedakan mana suara yang keluar dari mulut dan pantatnya. Kimcil tak bisa bedain mana mulut mana pantat. Umpama lubang pantatnya dipindahkan ke posisi mulutnya, lalu lubang mulutnya dialihkan ke lubang pantatnya, kimcil akan tetap cekikikan.

“Eh, kok aku beolnya dari mulut ya sekarang?”
“Iya, kalau gitu, kamu balik kepalamu di toilet ya setiap mau beol.”

Malu
Kimcil tak punya kemaluan yang cukup besar untuk membuatnya jadi manusia yang asyik (maksud “kemaluan” itu adalah “malu” diawali dan diakhiri ke-an).
Orang yang hidup dengan menggunakan kekuatan akal dan nuraninya selalu memiliki kemaluan yang memadai dalam bertingkah-laku. Ia bisa mengukur mana yang patut dan mana yang tidak. Buatnya, kemaluan adalah wajahnya. Menggadaikan kemaluannya sama dengan memborehi wajahnya dengan ampas knalpot.
Kimcil tidak peduli ini. Kimcil tidak peduli seberapa memalukan kelakuannya, mulai dari berucap, berpakaian, hingga bertingkah, yang penting ia mau maka akan ia lakukan. Orang-orang yang menatapnya hanya akan kuasa mendesah menekan dada.
Pukul 00.30, kimcil berkeliaran dengan celana pendek dangkalnya. Tak peduli dingin, mata jelalatan, ia pethakilan ke mana-mana dengan keasyikannya. Ya itu hanya satu contoh kemaluan yang tidak cukup dimiliki oleh kimcil.
Saat seseorang menggodanya gara-gara pangkal pahanya dijereng di jalanan, di malam buta lagi, ia pun menasihati penggodanya dengan bijaksana.
“Wahai pemuda calon harapan bangsa, perbaikilah akhlakmu, moralmu, karena kemajuan masa depan bangsa dan agama berada di tanganmu. Jangan tergoda pada paha di malam buta….”

Jamaah Kimciliyah….
Sebagian kelakuan kimcil dilakuin oleh anak-anak, yang memang belia secara usia. Sebagian lainnya dilakuin lintas usia, bahkan para sesepuh.
Kimcil sejatinya tidaklah tepat diukur dengan jumlah umur, tetapi kelakuan. Kimcil lebih pas diterjemahkan, disyarahi, sebagai “kelakuan kekanan-kanakan”. Berapa pun usiamu!
Demikian Syarah Kitab Kimcil kali ini.
Jogja, 28 Maret 2014
Back To Top