Saya tahunya sun block, bukan writer’s block. Jika kau mau berenang atau berjemur di pantai,
dianjurkan memang memakai sun block,
bukan writer’s block. Jangan sampai
kau rugi dua kali karena kebalik: writer-nya
nggak dapat, iteng-nya yang kian
menjulang. Ngoaahhaaaaa #TawaFarrah.
Baik, apa itu writer’s block?
Saya teh kenal istilah ini belum lama. Ya,
anak-anak muda itulah yang menciptakan istilah tersebut, untuk menunjuk pada: “Situasi nggak bisa nulis karena blank, nggak
mood, galau, juga malas kali ya.”
Saya kok
heran, bagaimana mungkin seseorang bisa nggak mood atau malas pada sesuatu yang memang dicintainya atau
dibiasakannya ya?
“Sori, aku lagi nggak mood, jadi nggak usah ketemu
aku dulu ya, Beb….”
Bebek! Enak
aja dia bilang begitu ya, nggak asyik banget.
“Wahai Piring, saya memang lapar, dari
kemarin belum makan, tapi saya lagi nggak mood nih, jadi nggak usah makan aja
ya, tiga hari aja, ntar juga balik kok mood-nya…”
Contoh pertama
adalah kalimat yang berkaitan dengan “curiga
nih nggak cinta beneran”, dan contoh kedua berkaitan dengan “masak iya orang libur makan yang jelas-jelas
sebuah kebiasaan karena nggak mood?”
Ayak-ayak wae etah mah…genuingan…sapohon
atuh…siak…
Guys, sesungguhnya writer’s block itu adalah mitos. Hanya mitos. Kata Bernard Batubara saat #KampusFiksi 6
kemarin, “Itu hanya argumen pembenaran terhadap sebuah kemalasan.”
Di depan
sebuah mitos, pilihanmu hanyalah percaya atau tidak percaya. Jika kau percaya,
kau akan menjadi bagiannya. Jika tidak, kau pun akan baik-baik saja.
Seseorang penyuka
alpukat berkata penuh mitos, “Kalau pengin segera dapat kekasih bermobil tuh
ya, coba pura-pura tabrakin dirimu pada mobil yang sedang jalan di ringroad tuh…”
Ya, silakan
coba untuk yang percaya itu benar. Tinggal pilih kok mau mobil sekeren apa kan. Mau Jazz, oke
silakan tungguin. Mau Camry, ya silakan ditunggu dulu. Mau jenis truk molen, ya
pasti ada juga yang melintas. Beres! Dijamin, ujungnya akan dua kemungkinan:
ketabrak beneran atau dimaki orang! Lol.
So, buat saya, masalah writer’s block hanyalah begini:
Satu,
writer’s block adalah mitos. Mitos
yang kau percayai akan bekerja sempurna mempengaruhi jalan hidupmu. Itu pasti.
Dua,
orang tiba-tiba blank nggak bisa
melanjutkan tulisannya pasti karena ia tak punya “map” alias panduan, jalan, rel, alias outline. Nulisnya asal jalan aja, ngalir aja, apa pun alasannya.
Tentu saja,
berjalan di sebuah hutan yang sudah kau petain jalurnya akan lebih mudah
menghantarmu sampai tujuan, menyelamatkanmu untuk tidak tersesat. Jika kau
masuk ke hutan tanpa peta, boleh jadi kau akan keluar pula dengan selamat dengan
tubuh morat-marit atau kau takkan pernah keluar sama-sekali karena tersesat. Writer’s block adalah ketersesatanmu di
belantara kata-katamu sendiri.
Tiga,
rendahnya passion terhadap apa yang
sedang kau tulis. Lha ya, orang nggak
punya minat kok, cinta kok, ketertarikan kok, memaksakan diri nulis ya pasti
nggak jalan. Kalaupun kau punya pengalaman dan teknik menulis yang keren, dan kau
berhasil menyelesaikan tulisanmu, tetap saja tulisanmu akan hambar, dangkal,
tanpa taste yang gurih.
Karena itu,
sangat penting untuk “menciptakan passion dulu” terhadap apa yang akan
kau tulis. Cintai dulu, minati dulu. Tidaklah penting ide yang akan kau
tuliskan murni darimu atau pesenan orang lain, sepanjang kau berhasil
menciptakan passion-nya, maka
tulisanmu pasti akan lancar jaya dan tetap memikat. Dan catatan tambahan nih,
ketahuilah bahwa hadirnya passion pasti berpangkal pada penguasaan
ide.
Iya,
penguasaan ide. So, selamilah dulu idemu,
dalamilah, riset, sharing,
kontemplasikan. Jangan main tulis aja sebelum kau benar-benar menguasai ide
yang akan kau tulis. Bukankah untuk berhasil menyusun outline yang baik kau harus menguasai idemu dulu to?
Empat,
fokus dan disiplin pada rel outline-mu.
Ngubah outline sih boleh, tapi
kisi-kisinya doang, jangan jiwanya, jantungnya. Jika terus diubah, dengan dalih
ini lebih keren dan ini lebih tsakep,
kapan kau akan menyelesaikan novelmu coba? Atau, kau ingin menerbitkan kumpulan
outline aja di Outline Press? Silakan
tuk yang minat email kumpulan outline-mu
ke alamat ini: redaksi_outline_press_pastioramutu@gmail.com.
Jika di tengah
jalan, saat nulis, kau mendapat sebuah ide yang cetar membahana mengguncang
dunia bak Syahrini yang pinjem Lamborgini orang lalu ditempelin plat mobilnya sendiri
demi gengsi berjambul Khatulistiwa yang tak kunjung padam dengan maksud supaya
orang berpikir bahwa dua punya dua Lamborgini padahal tetap aja saya takkan
suka padanya karena lagunya yang tua dan lebay mengharu-biru melambai-lambai
begitu membosankan jiwa dan raga seolah tak ada lagi orang yang lebih keren
darinya, catatlah ide baru itu di helai
lain, file lain. Jangan tinggalin rel
yang udah dijalanin. Itu caranya.
Lima, jika
semua poin di atas udah dipenuhin, tetapi kau tetap merasa mengalami writer’s block, cobalah lakukan beberapa
pilihan terapi ini: pijat atau minum kopi atau mandi kembang tengah malam atau bakar
dupa di depan laptop-mu atau tidur atau stop bercita-cita jadi penulis.
Jogja, 5 Pebruari 2014
13 Komentar untuk "WRITER’S BLOCK, AH ITU… (Pelajaran Menulis)"
Like it!!
Gue lagi terjangkit WB nih -_-
Haha, endingnya jleb banget.
Kena deh gue...
wah.. makasih kak ilmunya :D
ini lebih ke nulis novel yak..?
**siapin dupa**
Terimakasih ilmunya, Pak. Bismillah melangkah... :)
Kalau boleh saran, tata letak tulisannya bisa di perbaiki lagi soalnya kurang enak di pandang
seperti tulisan "Baik, apa itu writer’s block?" tulisan itu lebih baik diberi jarak yang menandakan itu sebuah point kalau bisa sizenya sedikit di perbesar atau di bold juga boleh, biar jadi pembeda aja
Terus untuk tulisan Satu, Dua ,Tiga lebih enak pake angka aja seperti
So, buat saya, masalah writer’s block hanyalah begini:
1. writer’s block adalah mitos
(Penjelasannya di bawah)
Biar lebih enak aja sih ngeliatnya, jangan sampe si pembaca keburu kabur duluan gara-gara liat tulisannya yang ga rapih jadinya males hehehe, itu aja sih saran gue
Hahahaha....ngakak pas nemu kata Outline Press! Siipp....sangat bermanfaat Pak Bos!
sip gan !
ane suka endingnya
haha
pembelajaran bagi aku pak, terima kasih pak
Pak Edi, kalo gak konsen nulis karena suasana hati atau lingkungan, apa itu juga mitos? Apa perlu kita rehat sejenak? (sejenak yang ketagihan)
:)
umami: iya itu mitos juga. kalau capek ya istirahat, jalan-jalan, tapi jangan kjelamaan biar gk ketagihan rehatnya :))
Nonjok bange, pak!
Terima kasih sudah memberikan lecutan bagi saya.