Kemarin sore,
saya kedatangan seorang kawan yang kebetulan menjabat sebagai senior supervisor di marketing Nasmoco-Toyota. Tepatnya apa gitu nama
jabatannya, saya nggak begitu paham, dan nggak berniat tanya pula. Intinya, dia
salah satu pejabat senior pemasaran mobil-mobil Toyota.
Well, jelas product knowledge-nya tentang mobil kerenlah. Bukan melulu mobil
buatan Toyota,
tapi juga semua pabrikan. Semua kompetitornya. Saya sering dapat banyak
informasi tentang teknologi terkini beragam mobil yang edar di Indonesia
darinya. Ya, dia secara tak langsung menjadi salah satu provokator saya untuk
termehek-mehek pada mobil yang punya sebuah sentuhan high technology.
Baik, ini
pelajaran pertama darinya. Produck
knowledge punya dirinya sendiri dan kompetitor sekaligus.
Ngomong
tentang poin ini, jelas harus ada riset, pengamatan, komunikasi, dialog,
pergaulan, dan analisis. Satu kesatuan paket yang mutlak dimiliki jika ingin
meng-up grade diri menjadi
kompetitif.
Dan, ternyata
ya, kalau kalian mau mencerna poin ini, pola serupa juga berlaku dalam semua
produk. Iya, semua, tanpa terkecuali, termasuk dalam menulis dan menerbitkan
novel.
Suka tak suka,
kalian harus tahu kompetitor sedang punya “mainan” apa, sentuhan coloring-nya gimana, pilihan judul
seperti apa, artistic lay-out-nya
bagaimana, dan hingga program jenis apa yang digebrakkan di pasaran. Maka riset,
pengamatan, komunikasi, dialog, pergaulan, dan analisis harus dilakukan pula. Dan
ini bukan melulu tugas penerbit lho, tapi justru beranjak dari level penulis.
Menggarap dan
menerbitkan sebuah naskah novel yang melek product
knowledge kompetitor begitu sungguh amat asyik. Nggak perlu sok imut di
sini, diakui atau tidak, bahwa saya (misal) menulis atau menerbitkan buku untuk
dijual, dibeli orang sebanyak-banyaknya, lalu dikeploki sebagai apresiasi
positif publik. Intinya gimana ya supaya novel saya laku, disukai banyak orang.
Nah, itu,
ternyata berpangkal dari product
knowledge tadi. Bagi penulis yang novelnya nggak pengin laku, ya sudah
abaikanlah note ini.
Lalu, kawan
itu juga bercerita begini. “Produk itu nomer dua posisinya….”
“Nomer
satunya?” tanya saya.
“Attitude.”
Saya
mengangguk, tak menyahut. Iya sih, kalau sekadar ngomong produk, apa sih yang
nggak ada kompetitor sekelasnya sekarang ini?
Jazz head to head dengan Yaris, Swift, Ford
Fiesta, Rio.
Camry head to head dengan Accord, Teana, dan
Mazda 6.
Civiv head to head dengan Altis.
Avanza head to head dengan Xenia, Mobilio, Ertiga.
Begitu juga
buku ya?
Teenlit anu head to head dengan karya si anu dari penerbit si anu. Sedemikian
sesaknya. Nggak ada satu ruang kosong pun yang tidak head to head. Berhadapan. Bersaing tegas di segmen dan level yang
sama.
Hadoohhh, benar banget nih, ternyata
pelajaran berharga darinya pula ialah bahwa attitude
penulis dan penjualnya (dari penerbit sampe after
sale-nya) sangat besar pengaruhnya pada keterjualan sebuah buku di hadapan
konsumen.
Yah, mau
ngomong apa lagi sekarang nih?
Saat kau
berhadapan dengan pasar, sebutlah posisimu sebagai penulis yang cendekiawan,
suka tak suka, kau harus bersahabat pada hukum pasar jika kau ingin diterima
dengan baik olehnya. Iya, bersahabat.
Tepiskan
kegalauan lamamu bahwa bersahabat dengan pasar kan membuatmu tergelincir dari kursi emas
kecendekiawananmu. Apa yang kau sebut “kursi emas”, dan bahkan sering kau rela
mati untuknya, bukankah ia sesungguhnya hanyalah sebuah “konsep, ide, gagasan”
yang abstrak? Sama abstraknya saat kau menyebut “konsep, ide, gagasan” tentang
seksi, cantik, cakep, dan so sweet.
Thank’s, Kawan….
Jogja, 3 Pebruari 2014
Tag :
Yang Serba Nakal
4 Komentar untuk "BERSAHABAT DENGAN PASAR (Tips Berjualan)"
Assalamualaikum.. pak Edi, mau tanya, maksud kalimat "attitude penulis dan penjualnya (dari penerbit sampe after sale-nya) sangat besar pengaruhnya pada keterjualan sebuah buku di hadapan konsumen" itu bagaimana? Syukron :-)
attitude = perilaku, akhlak ya gampangnya. penting untuk semua pihak (termasuk penulis dan penerbit) untuk "memiliki jiwa melayani" terhadap konsumen. kalau dimention ya dijawab. intinya kudu welcome-lah. itu kan sangat mempengaruhi reputasi, branding, nama baik, yang menjadi salah satu pilar konsumen menyukaimu.,
ow begitu.. terima kasih atas ilmunya pak.. sukses selalu utk pak Edi dan DIVA Press.. :-)
Tulisan yang bernas untuk para penulis yang selalu kebingungan ingin menulis apa yang cepat laku dan menghasilkan (seperti saya). Attitude, ya benar. Karena kebanyakan kita membeli buku bukan karena isinya, tapi karena bagaimana masyarakat meresponsnnya. Banyak buku malah dibeli karena penulisnya memang sekelas selebrity, jadi membelinya seperti melabeli diri untuk prestige tertentu. Terima kasih inspirasinya pak