15 Pebruari 2014.
Berrrrrr…..
Itulah
sambutan udara Istanbul
saat saya menginjakkan kaki di pelataran dekat areal wudhu Masjid Biru (Blue Mosque). Suhu di HP mencapai 6
derajat. Oke, ini sejarahnya saya mengenakan kaos dalam, lalu hem lengan
panjang, lalu jaket selutut, plus tutup kepala setelinga, tentu tak lupa kaos
tangan, kaos kaki, dan sepatu.
Dingin yang
menguliti daging dan tulang serentak punah saat saya menoleh ke arah barat
(menurut saya sih barat, tapi nggak tahu ya tepatnya). Sebujur bangunan yang
telah berusia lebih dari 1.500 tahun berdiri gagah. Itu dia Aya Sofia!
You know, Aya Sofia adalah bangunan
warisan Bizantium di wilayah Konstantinopel, perpanjangan tangan kekuasan
Romawi di Barat. Mungkin, semacam Konjen kalau hari ini.
Di bawah
kekuasaan Romawi (Konstantinopel), Aya Sofia dibangun dengan fungsi gereja.
Mozaik sebagai gaya
seni yang dominan saat itu tergelepar di nyaris seluruh sisi bangunan super raksasa
ini. Benar-benar bangunan yang gagah, perkasa, menjulang, sehingga masuk
akallah jika ia tetap begitu kokoh sampai hari ini.
Hingga pada hari
Selasa tanggal 27 Mei 1453, kota
Konstantinopel ditaklukkan oleh al-Fatih (Mehmet II). Dia adalah seorang raja
dari Dinasti Ustmaniyah (Ottoman) yang masih berusia 21 tahun, yang hapal
al-Qur’an, dan ahli tahajjud, yang diramal oleh Rasulullah Saw. sebagai
pemimpin terbaik dari kaum muslimin dengan pasukan terbaik yang bakal
menaklukkan Konstantinopel. Al-Fatih turun dari kudanya dan bersujud syukur
pada Allah atas kemenangan itu, lalu memasuki Aya Sofia dan mengubahnya menjadi
masjid, tanpa merusak bagian apa pun dari masjid itu. Aya Sofia langsung
dijadikan tempat shalat Jumat oleh al-Fatih. Kini, Aya Sofia difungsikan
sebagai museum.
Saya ngungun
menyaksikan keelokan arsitektur Aya Sofia ini. Benar-benar menakjubkan!
Bagaimana mungkin lebih dari 1.500 tahun lalu, manusia yang belum melek
teknologi bisa menciptakan bangunan sespektakuler ini? Orang kita aja yang
hebat teknologinya kini nggak pernah sanggup bikin bangunan yang berumur
ratusan tahun. Ada
yang baru diresmikan aja udah retak-retak. Ah iya sih, lupa saya, soalnya
sebagian besar anggarannya dikorup sih ya sama para koruptorrajim, ngeeeekkk…!
Saya nggak sanggup mengimajinasikan bagaimana rangkaian proses pembangunan Aya
Sofia itu dikerjakan.
Selain soal
arsitekturnya, saya terpana pada persandingan simbol-simbol Kristiani dan
Islami di seluruh ruangan Aya Sofia ini. Kaligrafi Allah dan Muhammad
bersanding dengan lukisan mozaik Yesus. Pas di tempat pengimaman atau
altarnya, di langit-langitnya yang julang, keharmonisan itu benar-benar terasa
dipelihara. Di sekitarnya, terdapat nama-nama Khulafaur Rasyidin plus Hasan dan
Husein.
Ya, itulah
al-Fatih. Meski ia mengubah Aya Sofia yang awalnya gereja menjadi masjid, tapi
ia tak merusak warisan agama Kristiani. Beberapa bagian hanya ditutupi dengan
kaligrafi-kaligrafi, tapi sebagian besar lainnya dibiarkan terbuka apa adanya.
Al-Fatih mengingatkan saya pada sosok Salahuddin al-Ayyubi yang memulikan kaum
Kristiani saat berhasil memasuki kota
Yerussalem.
Di pintu
masuknya, dongakkanlah kepalamu ke atas. Terdapat lukisan mozaik Yesus yang
masih terang begitu indahnya. Begitu pula di langit-langit pintu keluarnya.
Lalu di sudut
belakang sebelah kanan, terdapat guci marmer super besar yang kabarnya dipakai
sebagai air pemberkatan, dan itu dibiarkan tetap tenang di tempatnya.
Menurut informasi
yang saya tangkap, di dalam Aya Sofia, terdapat surat-surat dari para khalifah
Utsmaniyah yang berfungsi sebagai jaminan untuk melindungi dan memakmurkan seluruh
warganya atau pun orang asing tanpa membedakan latar suku dan bahkan agamanya.
Terdapat sekitar 10.000 surat yang dikeluarkan mereka
di sini, namun saya memang tak bisa menyaksikan semua surat itu di sini.
Aya Sofia dan
al-Fatih yang luar biasa kewara’annya menjadi tinta emas sejarah manusia bahwa
keragaman agama selayaknya bisa hidup bersandingan tanpa masalah, apalagi
permusuhan dan bunuh-bunuhan. Apalagi sekadar perbedaan paham dan aliran dalam
Islam ya? Qunut dan nggak qunut tidaklah layak sama sekali untuk dijadikan api
pemutusan silaturrahim, Bro.
Lha kok kita
yang masih abal-abal aja dalam memahami al-Qur’an, hadits, dan keteladan
Rasulullah ini bisa bersikap garang pada orang lain yang berbeda ya seolah kita
ini adalah satpol-PP Allah aja?
Kawan,
masukilah Aya Sofia dan renungkanlah sosok al-Fatih. Niscaya kau akan menemukan
pengertian bahwa hidup ini terlalu indah untuk dirusak hanya oleh perbedaan
latar-belakang apa pun….
14 Komentar untuk "AYA SOFIA, AL-FATIH, DAN PESONA TOLERANSI (OTTOMAN PART 1)"
Singgah Cappadocia bos. Ane ngimpi banget pengin bikin novel dengan setting Kawasan menakjubkan itu.
***)BTW nggak sabar nunggu Ottoman Part 2 dan seterusnya, Pak Edi. Kereeeeeennn...
Selamat berpergian di tempat yg subhanallah indah sekali. Jadi pingin juga sih, sama suami kesana, kapan ya...laa hauwla wa laa quwwata illa billah. Nyoba berpendapat nih, Pak ya. maaf. toleransi atau tasamuh dalam Islam, bisa bener2 dijalankan dg benar tanpa menyertakan hawa nafsu di dalamnya. bukan untuk menyamakan kedudukan semua agama, krn sudah jelas agama yg diridhoi Allah, yg bener2 mentauhidkan Allah, yg menyuruh umatnya untuk bersujud, yg rahmatan lil alamin, dan yg mempercayai Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthallib sebagai Rasul dan Nabi akhir zaman adalah Islam. Al Fatih dan Al Ayyubi menjalankan sunnah Rasul SAW untuk tidak menghancurkan tempat ibadah ketika mereka memenangkan peperangan, jangankan tempat ibadah, bahkan pepohonan pun juga tdk boleh dirusak, beda sekali dg peradaban bangsa2 lain yg pernah jaya di dunia ini, bahkan dg orang zaman sekarang. tapi untuk mendirikan tempat ibadah baru, misalnya spt kasus gereja Yasmin, patut dan sangat patut dipertimbangkan dan dipertegas lagi sikap pemerintah kita. bagaimanapun dalam hati kecilnya mereka tdk ridho dg keislaman kita apalagi kalau sampai Islam jaya. Allah SWT sendiri yg berfirman demikian. Jadi, pertahankan aqidah sampai ajal menjemput. Jaga diri kita dan keluarga kita dari api neraka. berusaha mendekatkan diri pada nilai2 kebenaran yg diajarkan Rasulullah sekecil atau seberat apapun, krn memang hidup kita ini sudah terjual untuk Allah, bukan untuk yang lain (kata Buya Hamka). Semoga perjanan selanjutnya lebih menyenangkan lagi ya Pak. Alhamdulillah.
yulieko: iya saya sepaham tentunya dengan anda. kemusliman saya tetap saya perjuangkan sampai akhir hayat (amin). itu ke dalam jiwa saya. kalau ke luar, ya saya tasamuh. hidup bersama dengan srawrung lan nguwongke uwong. :))
aang: heee iya insya Allah masih banyak part-nya nih, tentang Blue Mosque, Masjid Bursa, teluk Bosphorus, benteng Romawi, Grand Bazar, sampai cuaca dan makanan dan cara nawar barang-barang yang pengin kita beli di sini... insya Allah ntar berlanjut....
jadi pengen ke Turki..., bizantium #ngiler
Ini oleh-oleh yang saya tunggu :) Thx ya, Bos.
sungguh menggugah betapa indahnya toleransi dan bertasamuh :) Alhamdulillah Islam itu begitu indah
AMAZINGG !!
Saya jadi teringat buku "99 Cahaya dilangit Eropa"
Ada yang menyinggung sejarah Ottonam..
Btw, ini lagi nunggu lomba menulis tema "TURKI" dan foto Bapak bisa jadi inspirasi :)
Membaca catatan perjalanan seperti ini membuat saya nambah wawasan. Saya senang terutama jika dibumbui oleh pandangan penulis terhadap objek dibaur dengan data lalu padu dalam tulisan. Jika Aya Sofia hanya pernah mendengar namanya, lalu Muhammad Al-Fatih hanya pernah nonton filemnya, kini saya merasa lebih dekat lagi dengan itu setelah membaca. Terima kasih telah berbagi.
Farah: turki itu konstantinopel
Setujuuu
Iyaaa tungguin
Doa restu mas toan ini
semoga bermanfaat