Bagi rika yang paham bahasa Arab, niscaya rika tahu kata tilka. Buat yang nggak tahu bahasa Arab, inyong kasih tahu nih biar tahu karena tahunya rika akan membuat rika
tahu maksud note ini sehingga tahu
menjadi penting sekali di sini. *mbulet*
Kata tilka dalam bahasa Arab bermakna “itu” (jelas itu bukan ini). “Itu”-nya pun khusus cewek. Wanita. Upps, aja ngeres kayak kuwek atuh,
inyong pertegas dengan segera, bahwa itu yang dimaksud adalah itu sebagai kata tunjuk gitu.
Misal:
“Itu Ve, dia
bagian dari geng cewek galau, kayak Kim.”
Bahasa
Arab-nya: “Tilka Ve, hiya minal
galawiyyat, kamisli Kim.”
Kata tilka di situ bermakna itu (khusus cewek, kalau cowok pakai dzalika). Jelas kan ya sekarang rika ngerti maksud tilka.
Then, inyong lanjutkan, kata tilka
terdiri dari ta-lam-kaf. Bacanya tilka. Artinya itu. Iya, maknanya memang itu
saja.
Tetapi, misal rika ketemu kata tilka yang ditulis dalam Arab gundul, tanpa harakat, lalu rika salah baca, menjadi talka, sontak maknanya pun begitu jauh
telaknya. Kayak langit dan bumi yang tak pernah bersatu. Kayak fajar dan senja
yang saling berpunggungan. Kayak air dan minyak yang selalu bermusuhan. Kayak
harapan dan kenyataan yang doyan buatmu galau. Kayak inyong dan rika yang
berjauhan didera jarak. Halah…
Tulisan kata tilka dan talka sepenuhnya plek,
sama. Tapi artinya begitu jauh panggang dari api. Ya nggak matang-matang kan, lalu kapan makannya
coba kalau begitu?
Jika tilka bermakna itu yang sepenuhnya fisik belaka (ya hanya itu doang), maka talka
bermakna suasana esoterik, jiwa, ruhami, perasaan. Halah banget kan, jauh banget kan. Iya, suasana batin
yang tidak tenteram, begitu kacau, crowded.
Rika tak bisa mendudukan makna “Tilka Ve” dengan “Talka Ve” sejajar. Ia jauh sekali maknanya. Yang satu berarti “Itu Ve”, yang satunya lagi bermakna “Ve galau”. Jauh sekali kan efek telak salah baca begitu? Fatal!
Maka layak
bagi kita semua, ya inyong lan rika
sih, untuk menghindari kesalahan baca atau ucap sejenis itu agar maknanya tidak
memantik kekacauan apa pun.
Itu baru
kehati-hatian dalam membaca ya. Belum lagi yang lebih rumit, yakni
kehati-hatian untuk menciptakan intonasi. Ya, bunyi atau nada ucapan. Mudah sih
jika itu komunikasi lisan, karena jelas ada intonasinya. Tapi bakal rumit jika
berupa tulisan.
Apakah tulisan
memiliki intonasi?
Iya jelas,
ada. Selalu kan, pengucap via SMS, BBM, WA, status, mention, dll., itu adalah manusia yang memiliki konteks yang
melandasi tulisannya to atau
pesannya.
Sebagai
pembaca sebuah pesan tulisan, misal, kita nggak bisa mendengar ada nada
intonasi apa pun di situ. Memang. Tetap aja itu hanya sebuah tulisan an sich. Tetapi, rika kudu menangkap intonasi dari pesan yang diterima. Kesalahan
mengendalikan diri saat menangkap intonasi itu bisa memantik kesalahan konteks
dan efeknya bisa buruk sekali.
Di sini, jelas
rika dewek yang sepenuhnya berkuasa
untuk menciptakan intonasi itu di hati rika,
bukan si pengirim, apalagi inyong. Dan
inilah letak sensitifnya ia membuhul sebagai “kebaikan” atau “keburukan”, sangat
tergantung pada tangkapan intonasi pada diri rika dewek.
Misal rika dapat SMS dari inyong begini:
“Aja kayak kuwek, inyong pegel…”
Jika rika bacanya dengan intonasi tinggi,
hasilnya rika kan menyimpulkan makna SMS inyong sebagai “marah, membentak, menyalahkan, menyudutkan, menjatuhkan.”
Akibatnya, rika jadi nesu karo inyong kan. Padahal rika tidak pernah tahu betul makna dan maksud SMS inyong konteksnya bagaimana. Jika inyong sama sekali tidak bermaksud
negatif pada rika, maka kan rugi sendiri rika kuwek akibat kegagalan menciptakan
intonasi itu. Rika jadi nggak bisa
tidur dan makan enak kayak biasanya hanya gara-gara rika berlebihan menciptakan intonasi dari SMS inyong.
Maka, Guys, sikap terbaik untuk menyelamatkan
diri dari “bom intonasi” sebuah tulisan ialah, pertama, di-cooling down-in sajalah intonasimu. Iya,
intonasi rika sendiri, bukan penulis
pesan atau tulisan itu. Berhentilah meninggikan nada intonasimu sendiri, sebab
itu rentan salah dan menjadi masalah. Turunin, rendahin, niscaya hasilnya akan
lebih cool, adem.
Lalu, kedua, rika kudu selalu berpegang pada pemahaman prinsipil bahwa rika takkan pernah tahu konteks
sebenarnya dari penulis itu. Justru rika
dewek yang selalu menciptakan konteksnya saat sedang rika baca sebuah tulisan. Iya lho, sumpah ini! Jika rika membacanya dengan intonasi cool, hasilnya ya rika tetap cool. Jika rika menangkapnya dengan intonasi meleduk, jales sikela hati rika akan panas dewek.
Terus, siapa
yang menanggung ruginya?
Ya rika dewek, kan?
Begitulah
caranya: berhati-hatilah membacanya, berhati-hatilah menciptakan intonasinya.
Salah baca, salah makna, jadi salah hidupnya.
Jogja, 24 Maret 2014
Tag :
Yang Serba Nakal
5 Komentar untuk "SALAH BACA, SALAH MAKNA, SALAH HIDUPNYA (RAHASIA SMS RIKA DAN INYONG)"
Oh rika itu sampean kamu ente anda. Kupikir nama. Wwwkwk jadi saya tadi salah baca talka hahahha butuh mikir
memang sms atau bbm bisa jadi masalah kalau salah intrepretasi
apa masih ada kesempatan ngajuan buku lagi ?
nggak nyangka sama isinya.
pakai subjek Tegal/ Banyumasan pula. Kreatif.
rika bener banget loh pak. emang nyatane nek maca sms apa sepadane sok kaya kue..