“Saya ingin
menunjukkan sebuah data hasil riset dari universitas terkemuka, bahwa orang
sukses adalah orang yang tidak gagal,” kata Cak Lontong dengan penuh percaya
diri.
“Terus?” sahut
Deny dan Komeng nyaris serentak.
“Ya itu,
risetnya akurat terpercaya kan?”
Muka cool Cak Lontong datar saja.
Fitri
Tropicana menyahut, “Aku terkesima, aku terkesima, aku terkesima….”
Semua orang
mendesis. Semua orang ingin mencabik muka Cak Lontong. Semua orang ingin meninju
dan menendangi mulut Cak Lontong yang begitu kalem melontarkan statemen-statemen
logisnya yang begitu terpelihara, namun isinya kagak penting banget karena
semua orang sudah tahu!
Anak-anakku
alumni #KampusFiksi.
Semua orang
tahu bahwa ada fasilitas khusus yang saya berikan kepada semua alumni
#KampusFiksi Reguler sebagai follow up
program menulis fiksi serba gratis tersebut. Yakni, (1) Selalu dibukanya jalur
penerimaan naskah fiksi (2) Bimbingan menulis fiksi dari level ide sampai jadi
novel, dan (3) Peluang dapat sharing
ide khusus untuk alumni-alumni tertentu yang saya tahu keren tekniknya.
Sejak
digelarnya #KampusFiksi pertama di bulan April 2013, ia telah melahirkan
ratusan alumni. Perbaikan demi perbaikan teknis pelaksanaan acara #KampusFiksi
terus dilakukan, termasuk dalam hal bimbingan.
Penting untuk
kalian simak poin-poin berikut ini agar kalian bisa meraih kemanfaatan optimal
dari fasilitas-fasilitas #KampusFiksi:
Pertama, bimbingan novel dibatasi dalam
durasi maksimal 4 bulan terhitung sejak di-ACC sinopsismu.
Mengapa
dibatasi?
Semakin lama,
alumni semakin banyak. Semuanya tentu ingin dibimbing, jadi novel, dapat MoU,
lalu diterbitkan.
Dari awal,
saya terjun sendiri dalam proses bimbingan ini, kemudian dibantu oleh Mbak Rina
dan timnya. Tim pembimbing jelas punya keterbatasan, salah satunya adalah lupa.
Apa jadinya jika ada di antara kalian yang “suka-sukanya”
dalam bimbingan ini, misal hari ini setor bab 2, lalu saya reply 2 hari
kemudian, lantas bab 3-nya dia setor 2 bulan kemudian?
Pasti tim
pembimbing lupa jalan cerita di bab 1 dan 2 itu apa, di antara jubelan cerita
lain yang juga dibimbing. Ini tentu melelahkan di satu sisi, dan berisiko kehilangan
passion bukan hanya untuk
pembimbingnya, tapi juga penulisnya. Percayalah, jika sebuah novel ditulis
tidak dengan passion yang tebal,
pasti taste-nya akan lemah. Hasilnya
pun jelek.
Lalu mengapa 4
bulan?
Menulis fiksi
itu sesungguhnya tidak perlu ngoyo.
Tidak. Kalian hanya perlu habit. Kebiasaan yang dijadwal dan dijalankan dengan
disiplin. Nggak usah muluk-muluk sehari kudu nulis 1 bab. Realistis saja sesuai
kesibukan masing-masing, misal cukup sehari nulis 2-4 halaman, maka novelnya
akan jadi hanya dalam tempo 2-3 bulan. Anggap saja, ada bolong nulisnya karena
lagi galau atau anyep merundung jiwa,
plus self editing, jadilah ia dalam
tempo 3-4 bulan. Tentu, ini kita kecualikan jika terjadi masalah serius tak
terhindarkan khas manusia macam sakit. Jelas ada toleransi di sini sepanjang
ada komunikasi logis yang bisa dipahami bersama. Apakah galau itu termasuk
sakit? *tanya aja sama Farhat Abbas*
Jadi, jeda 4
bulan sangatlah realistis, tidak ngoyo, dan kalian tetap bisa menggalau kayak
biasanya jika itu dirasa penting sih.
Kedua, manusiawi saja jika saya dan tim
pembimbing punya kecenderungan lebih kepada satu alumni dibanding alumni
lainnya dalam proses bimbingan. Tentu orang yang komunikasinya baik akan mudah
diingat dan diperhatikan. Tentu orang yang kooperatif akan lebih mudah untuk
dicintai dibanding orang yang ngeyel udah
kayak juara MotoGP. Tentu orang yang punya komitmen tinggi akan lebih dipuja
dibanding mereka yang berlagu suka-suka. Tentu penulis yang rajin setor babnya
akan lebih didahulukan reply-nya dibanding
yang setor dengan semena-mana.
Itu semua
manusiawi, Guys.
As you know, di #KampusFiksi, nggak ada
ceritanya kalian harus menulis dalam doktrin mati kami. Tidak. Kalian selalu
berada dalam posisi free as writer untuk berkreasi, berimajinasi,
dan mengasah teknik.
Namun penting bagi
kalian untuk keburu mengingat bahwa kalian menulis untuk diterbitkan,
dipasarkan secara luas, otomatis di dalamnya akan terjadi kompetisi dengan
produk-produk lain. Apa yang kita sebut sebagai (misal) logika cerita sampai setting yang detail atau pun idealisme
selalu berada dalam pusaran itu. Bahwa tim pembimbing punya pendapat berbeda,
berdasar banyak sudut pandang yang menjadi basis pengalamannya selama ini,
jelas itu tidak pernah dimaksudkan untuk ngerjain
penulis. Itu pure untuk “kebaikan
karyamu” saat kelak berhadapan dengan pasar. Di sisi ini, kami punya pengalaman
yang “lebih duluan” dibanding penulis.
Karena itu,
selalu terbuka pintu untuk diskusi dan sharing
dalam proses bimbingan itu dengan (catat!)
semangat “kebaikan naskah”, bukan “eyelan
egoisme yang tidak produktif”. Sayang sekali jika durasi bimbinganmu dihabiskan
untuk eyel-eyelan yang sepele kan?
Umpama saya
mau pakai bahasa vulgar, saya akan ngomong, “Plis, kali ini kamu manut
aja dulu ya sama pendapat saya, kelak setelah kamu jago nulisnya, silakan
jungkir-balik sesukamu.”
Itu hanya satu
contoh. So, bukankah wajar saja jika
kawan-kawan yang asyik akan lebih cepat mendapat reply bimbingan dibanding yang kurang kooperatif atau doyan mengulangi
kesalahan teknis yang sama padahal sudah dijelaskan dalam bimbingan sebelumnya?
****
Saya sungguh sebal sama penulis yang sudah
diberi penjelasan kesalahan teknis di bab sebelumnya, masih saja diulangi lagi
di bab berikutnya. Suer, ini tanda
penulis yang tidak serius memajukan dirinya. Dadahin aja.
****
Ketiga, seseorang boleh saja kurang tsakep di tahun lalu, tapi ia kudu keren
di tahun ini. Jika tahun lalu sama buluknya dengan tahun ini, sungguh ini terlalluuuhh. Jika di tahun lalu masih anyep, sepatutnya di tahun ini ia sudah memiliki
pundak yang bisa dijadikan sandaran.
Jika di buku
pertama masih tergolong biasa saja, maka di buku kedua, bimbingan kedua, jelas
harus lebih tsakep dong. Ini tanda
kalian berusaha keras untuk memajukan dirimu sendiri. Jika tidak, berarti
kalian tidak ingin maju, tidak ada usaha keras, tidak berspirit Cak Lontong.
Dan orang kayak gini jelas secara alamiah akan ternomorduakan.
Betapa
senangnya saya ketika melihat progres deras dari anak bimbingan yang berkembang
pesat! Woww banget, tanpa perlu saya
main ke rumahnya, nginep di sana,
melihat cara kerjanya, sudah dapat dipastikan bahwa ia memiliki usaha yang
lebih keras. Dan itu harus saya apresiasi dong biar jadi spirit lebih baginya,
dan juga cambuk bagi yang lain, ya yang masih doyan bermimpi punya pacar pake
Jazz RS tapi sikapnya jutek dan kerjaannya tidur mulu.
Keempat, apa yang terjadi jika durasi
itu tidak dipenuhi tanpa alasan logis yang bisa dipahami bersama? Bimbingan
akan distop. Jika idenya dari penulis tentu terserah dia mau diteruskan atau
tidak, tapi jika idenya dari kami boleh jadi akan kami alihkan kepada penulis
lainnya. Bukankah menunggu kepastian dari orang yang suka mem-PHP itu sangat
memilukan untuk dibiarkan terus ditunggu?
Jika
penulisnya melanjutkan menulis novelnya sampai selesai, dan hendak diajukan
kepada saya, tentu ia akan diterima layaknya fasilitas #KampusFiksi tetapi akan
diseleksi dengan perlakuan yang sama dengan naskah-naskah reguler. Tentu saja,
kau harus berlapang dada jika naskahmu ditolak. Peluang ditolak sama besarnya
dengan peluang diterima.
Tetapi jika
ide itu dari kami dan ide tersebut telah kami alihkan kepada penulis lain,
otomatis peluang naskahmu untuk diterima telah habis.
Kelima, lalu bagaimana dengan alumni
#KampusFiksi yang tidak ikut bimbingan karena sudah oke teknik nulisnya?
Nah, ini yang
jempolan. Jumlahnya nggak banyak. Ya sih, sedari awal saya mengerti bahwa
alumni #KampusFiksi yang masuk kategori A beginian memang takkan banyak. Dan
itu alamiah.
Guys, sedari awal spirit #KampusFiksi
ialah menghantarmu jadi novelis beneran tanpa ikatan kontrak harus melulu nulis
untuk saya. Tidak. Bahwa ada beberapa alumni berteknik keren yang setia
menerbitkan di penerbit saya, ya itu pilihan dia belaka.
Jika para
alumni #KampusFiksi kategori A ini ingin menulis novel dan diniatkan untuk
diterbitkan di saya, mereka hanya perlu mengkomunikasikan ide dan sinopsisnya.
Jika sudah oke, ya lanjutkan sendiri. Teknikmu sudah oke, ngapain saya bimbing
lagi? Kan
lebih produktif jika energi saya dialokasikan untuk alumni-alumni lain yang
masih galau dan harus dikawal.
Alumni-alumni #KampusFiksi
kategori A begini memang tak terikat waktu, meski saya tetap berharap tidaklah
terlalu lama pula. Apakah kelak ketika novelnya jadi dan diserahkan ke saya
otomatis akan diterima, di-MoU, dan diterbitkan?
95% iya, 5%
lagi boleh jadi diterima atau ditolak. Kok labil sih?
Ketahuilah,
bahwa menerbitkan sebuah naskah kadangkala bukan melulu tentang naskah itu sendiri.
Sesekali, ada unsur di luar naskah, seperti suasana pasar buku, grafik kompetisi
dengan produk-produk lain, dan sebagainya, yang boleh jadi tidak selalu
dimengerti oleh penulis.
Bukankah kelangsungan
sebuah jalinan cinta kadangkala bukan melulu karena pesona seksi atau cerdas,
tetapi bisa dipengaruhi oleh faktor lainnya, seperti masalah alergi jajanan
pasar atau style of life? Sekalipun
kau cantik, pintar, tetapi kau demen muring,
mutung, pundung, siapa gerangan ksatria berkuda putih yang sudi bertahan
selamanya? Sekalipun kau seksi, tapi kau selalu ngeluh gatal-gatal jika diajak
makan penyetan, sebab lidahmu konon
berjiwa pasta dan spaghetti, ya goodbye. Ngoaahhaaa….
Naskah pun
begitu, Kawan. Boleh saja ia ditulis dengan teknik tinggi, tetapi jika ia
(misal) sudah terlalu sesak kompetitor sejenis, buat apa dipaksakan terbit?
So, simak deh, bahwa untuk alumni
#KampusFiksi yang tidak bimbingan karena tekniknya sudah keren (dan saya punya
data siapa-siapa saja mereka), boleh jadi naskahmu kelak saya tolak pula jika
terbentur dengan sikon-sikon luar biasa sejenis itu, meski peluangnya memang
kecil (hanya 5%). Siasatnya agar tak ketolak, sedia payung sebelum hujan saja.
Jangan biarkan naskahmu direcoki sesaknya kompetitor lantaran kau menulisnya
terlalu lambat. 4-6 saya kira oke. Fokus pada novel yang ditulis adalah sikap
terbaik. Risiko tidak fokus karena merasa telah jagoan sehingga menulis banyak
naskah sekaligus niscaya akan membunuh personal
branding-mu dalam aspek kualitas dan komitmen.
Segala apa
yang saya tuliskan di sini seputar bimbingan menulis fiksi untuk para alumni
#KampusFiksi sepenuhnya berdasar pengalaman saya dan tim selama nyaris setahun
ini. So pasti, sebagian alumni begitu
menyenangkan karena personality dan
perjuangannya untuk sukses menulis novel begitu hebat, sebagian lainnya berlagu
suka-suka dan terkesan saya yang lebih ingin mereka bisa menulis novel. Terkesan
saya yang begitu ingin mereka menerbitkan naskahnya di rumah saya. Kelompok
kedua ini kayaknya bagian dari orang yang mewujudkan ramalan Zaman Edan Ronggowarsito tentang telah
berjungkir-baliknya kehidupan.
Guys, membimbing penulis pemula sangat butuh
energi dan waktu. Plus ketahanan jiwa. Jika poin #KampusFiksi hanyalah untuk
menjaring naskah, logika saya kok bengkok amat ya? Bukankah akan lebih mudah
jika saya selalu membuka jalur penerimaan naskah reguler? Beres kan. FYI, setiap kami
membuka jalur penerimaan naskah reguler, dalam sebulan, yang masuk bisa sampai 200-400
naskah!
Baiklah, kini
dengarkan saran saya, bahwa sesungguhnya teramat simple lho hal-hal prinsip yang kudu kalian pahami:
Satu, pastiin kau memang punya niat
untuk menulis dan mengikuti bimbingan. Aturlah dulu niat dan sikonmu dengan
baik. Karena sungguh amat menyebalkan begitu mulai jalan bimbingan masuk bab 1
atau 2, tiba-tiba penulisnya mundur dengan alasan sibuk. Oke, sibuk. Iya,
sibuk. Dan saya nggak perlu sibuk kan,
so I will say happy busy, bye.
Dua, pastiin kau serius memperjuangkan
niatmu.
Tiga, tanamkan spirit belajar dalam masa
bimbinganmu. Singkirkan dulu egoisme untuk mati-matian membela martabatmu (hoopooo ikiiihhh). #IfYTouKnowWhatImean.
Empat, jalinlah komunikasi.
Lima,
jangan terlalu percaya diri sama kemampuan teknik dan pengetahuanmu. Terlalu
banyak hal teknis di dunia perbukuan yang tidak kalian ketahui, yang itu tidak
bisa kalian abaikan merupakan bagian dari proses kreatifmu.
Semua catatan
ini berlaku dari sekarang juga buat semua alumni #KampusFiksi dari Angkatan 1
dan seterusnya.
Kondisi
demikian juga penting untuk disimak oleh para peserta #LelangNulisNovel ya. Peserta
terpilih yang akan saya bimbing langsung selama penulisan novelnya seyogyanya
juga memiliki spirit dan etos yang sama.
Ya, saya
pernah mengalami ada pemenang #LelangNulisNovel yang sudah jalan bab 2, tiba-tiba
mundur dengan alasan sibuk. Ya, saya kecewa. Kecewa bukan karena telah buang
waktu untuk sebuah PHP semena-mena sejenis itu, tetapi lebih utama ialah kasihan
peserta-peserta lain yang serius, yang telah dirampas peluangnya oleh si PHP
itu.
Oh ya,
bagaimana dengan nasib para alumni #KampusFiksi Roadshow?
Sedari awal,
#KampusFiksi Roadshow tidak
menyediakan fasilitas bimbingan. Iya, tidak ada. Sebab tidaklah mungkin saya
dan tim membimbing orang yang masih belepotan hanya untuk menuliskan teknik
dialog. Biarkan mereka belajar di luar dulu.
Spirit
#KampusFiksi Roadshow adalah
“menjembatani” para peminat literasi yang tidak atau belum bisa bergabung
dengan #KampusFiksi Reguler. Barangkali, di antara peserta #KampusFiksi Roadshow ada yang kemudian bisa
bergabung dengan #KampusFiksi Reguler saat pendaftaran dibuka kelak (insya Allah baru dibuka bulan April
2015) karena telah mengikuti teori teknik menulis fiksi dan berhasil menulis
cerpen yang baik.
Dan setiap
digelar #KampusFiksi Roadshow, saya
membuka kesempatan kepada peserta untuk menyerahkan naskah novelnya (yang sudah
jadi) untuk saya bawa ke kantor saya dan diseleksi. Jadi, saat jalur penerimaan
reguler masih ditutup, khusus peserta #KampusFiksi Roadshow diperbolehkan membawa naskah yang sudah jadi di saat acara
untuk saya seleksi kemudian.
Begitu ya, Guys. Last, pesan Cak Lontong cuma
begini, “Dalam sebuah riset terpercaya, disebutkan bahwa orang gigih adalah
orang yang tidak malas.”
Jogja, 18 Maret 2014
7 Komentar untuk "EVALUASI PENTING BIMBINGAN NOVEL #KAMPUSFIKSI (CATATAN (NYARIS) SETAHUN)"
pertamax pak!
Wah kakak, kemarin belum sempet bawa cerpen waktu dateng ke #KampusFiksi Roadshow Jogja. Ya tahun depan semoga bisa ikut daftar yang reguler. :)
Wah, kesempatan emas disia-siakan, eman-eman caaah...
Hey... Mana ni yang lagi bimbingan? Lagi pada ngumpet ya? hehe..
Ndelik :)))
jadi #KampusFiksi itu apa dan dimana?
=,=
biasalah pendatang baru ( -.)
Jadi Pengen ikut Bimbingan....
Idrus Dama
My Blog : www.cahayapena.com
Ngena! Walaupun saya bukan peserta #KampusFiksi (tapi ngebet banget pengen ikut), namun tulisan ini, ehem, semacam shock therapy yang mujarab. Teruslah nasehati kami, Pak, yang baru sebatas bermimpi untuk menjadi penulis tetapi minim passion. Baarakallah.