Akhirnya, setelah
tertunda untuk memilih cerpen-cerpen peserta #LelangNulisNovel karena barengan
dengan event #KampusFiksi 6 di Jogja yang berlangsung dari tanggal 25-26
Januari 2014, di antara sesinya menghadirkan Bernard Batubara, selesai juga
saya membayar hutang ini. Ya, ada 2 yang bagus dan memikat, dari 82 peserta
lelang.
Ya, saya harus
memilih, pilihan saya jelas bukanlah yang terbaik. Namun sebagai juri, ya tentu
saja saya berwenang memilih.
Saya memilih
cerpen karya Rosgadini ini sebagai pemenang lelang tersebut. Memang cerpen ini
masih perlu catatan editing. Tapi, ini tetap cerpen bagus. Silakan kalian baca
cerpennya, saya biarkan apa adanya, tanpa editing apa pun. Dan, sesuai komitmen,
saya akan membimbing Rosgadini untuk menovelkan cerpen ini sampai selesai, lalu
menyodorkan MoU jika sudah kelar, dan menerbitkannya, menyebarkannya ke penjuru
nusantara.
Untuk peserta
yang lain, ikutlah episode selanjutnya. Untuk Rosgandini, selamat datang di
rumah saya, DIVA Press Group.
ICE CREAM GIRL
-Rosgadini-
“Vio, kalau kita besar nanti, Vio mau kan makan es krim lagi sama Bia?”
Dengan bibir belepotan es krim, Vio tersenyum dan mengangguk senang. “Hem.
Mau.”
Sayang janji itu tidak bisa dia
penuhi. Vio pergi meninggalkan Bia. Untuk selamanya.
***
“Aku ingin begini... Aku ingin
begitu...”
Dengan giat Etta mengepel
lantai First Scoop—toko es krim tempat ia bekerja—sambil menyanyikan lagu opening kartun Doraemon, sementara sang
manajer memperhatikan Etta dari balik ruang kerjanya.
“Gadis aneh,” komentar Bia.
“Umur sudah duapuluh dua tahun tapi masih suka sama Doraemon.”
“Kenapa, bang?” Addin yang baru
muncul dari dapur bingung saat melihat sepupunya komat-kamit sendirian di depan
pintu.
“Itu..., teman kamu. Aneh.”
Addin mengikuti Bia masuk ke
dalam ruang kerja Bia. “Aneh gimana?”
“Aneh aja,” ucap Bia sembari
duduk di kursinya.
“Dia nggak aneh, bang. Dia
unik.”
“Terserah kamu lah,” sambar
Bia. “Oh ya, aku memanggil kamu untuk membicarakan perkembangan First Scoop
setelah beberapa bulan kita buka.”
“Bagaimana hasilnya, Bang?
Semakin baik kan?”
“Ya. Aku harus berterimakasih
sama kamu. Kamu memang ice cream maker
terbaik di Jakarta. Nggak sia-sia aku menjemput kamu sampai ke Singapura.”
“Ah abang bisa aja...” Pujian
Bia membuat pemuda berumur duapuluh tahun itu malu.
“Aku serius,” lanjut Bia. “Dan pelanggan
sangat memuji es krim leci buatan kamu. Aku yang nggak suka es krim jadi
penasaran ingin mencicipi es krim itu.”
“Lho, aku udah bilang kan sama
abang. Es krim leci itu Etta yang bikin. Bukan aku.”
“Oh ya?”
***
Hari sudah sangat sore saat Bia
keluar dari ruang kerjanya. First Scoop juga sudah kosong, tidak ada lagi
pelanggan yang menghabiskan sore sambil makan es krim. Bia baru saja akan pamit
saat ia menyadari Addin dan Etta sedang serius menatap display berisi puluhan es krim beraneka rasa.
“Kalian lagi apa?” tegurnya.
“Kita mau makan es krim tapi
bingung mau rasa apa,” jawab Addin.
“Abang mau ikutan?”
“Aku nggak makan es krim.”
“Kalo nggak makan es krim,
kenapa punya toko es krim?” Etta menyambar.
“Bukan urusan kamu,” jawab Bia
yang membuat Etta manyun. “Aku pulang
dulu ya. Jangan lupa kunci pintu.”
“Oke...”
“Sepupu kamu itu aneh,” ucap
Etta saat Bia sudah pergi.
Mendengar itu Addin jadi tertawa
geli. “Tadi si Abang juga bilang kamu aneh.”
“Enak aja. Aku nggak aneh.
Aku...”
“Unik,” potong Addin sambil
menepuk lembut rambut Etta yang mengembang seperti singa. “Kamu mau rasa apa
nih?”
“Stroberi, jeruk, mangga dan
bluberi.”
“Etta banget. Berwarna-warni.”
Addin mengambilkan es krim pesanan Etta. “Nih.”
Etta mengambil es krim yang
diberikan Addin lalu duduk di bangku kecil dekat display. “Eh Din, bos kita itu kan nggak suka es krim, tapi kenapa
dia bisa punya toko es krim?”
“Itu mimpi Abang dari kecil.”
Addin duduk bergabung di sebelah Etta.
“Dulu ada anak perempuan dekat rumahnya yang ia suka. Anak perempuan itu suka
banget es krim. Terus Abang janji sama anak perempuan itu kalau dia besar
nanti, dia akan membuat toko es krim dan anak perempuan itu akan jadi pelanggan
setianya.”
“Hmm...,” Etta bergumam. “Kamu
pernah bertemu anak perempuan itu?”
“Pernah dulu, waktu ada acara
keluarga di rumah Abang. Anaknya cantik sekali. Rambutnya dihias dengan pita.
Dia memakai gaun berwarna pink. Yang pasti—“
“Dia berbeda sekali sama aku.”
“Hahaha..., iya.”
“Terus sekarang anak
perempuannya mana?” tanya Etta. “Selama aku kerja disini, aku nggak pernah
melihat dia sama perempuan.”
“Anak perempuan itu sudah
meninggal waktu dia kelas dua SD,” lanjut Addin. “Kata Abang, temannya itu
kecelakaan saat dia pindah ke luar kota.”
“Kasihan ya...”
“Iya. Mimpi Abang jadi nggak
bisa terwujud sepenuhnya. Tapi akhirnya dia tetap mewujudkan setengah mimpinya
dan ia persembahkan toko ini untuk cinta pertamanya itu.”
“Aku nggak sangka. Orang
menyebalkan kayak dia ternyata bisa romantis,” gumam Etta pelan. Tanpa ia
sadari airmata mengembang di sudut matanya.
***
Etta melambaikan tangan dan
memasang senyum lebar saat Addin dan Bia pulang. Setelah kedua bersaudara itu
tidak lagi terlihat, Etta kembali masuk ke dalam toko dan menghabiskan waktunya
di dapur.
Semenjak bekerja di First
Scoop, Etta jadi jatuh cinta dengan dunia es krim dan gelato[1].
Dia ingin belajar membuat es krim seenak bikinan Addin yang dulu pernah bekerja
di sebuah toko es krim terkenal di Singapura.
Tanpa sepengetahuan Bia, Etta
memang sudah membuat beberapa es krim untuk First Scoop, termasuk es krim Leci
yang disukai banyak pelanggan. Tapi Etta tidak pernah memberitahukan Bia
tentang hal itu. Etta tidak ingin Bia tahu.
“Hmm. Bikin campuran es krim
rasa apa hari ini?”
Etta membuka lemari es dan
mengeluarkan dark chocolate. Lalu ia mengeluarkan ceri
yang ditaruh di belakang coklat. “Ini ceri belum busuk kan ya?” Etta memakan
ceri itu dan rasanya sangat enak. “Oh ini dark
cherry yang biasa dipakai di kue blackforest,”
komentarnya. “Oke. Aku buat es krim blackforest
aja.”
Etta mencampurkan susu dan air
di atas kompor dengan api kecil. Lalu ia menambahkan tepung maizena, vanili,
gula, coklat yang sudah dilelehkan dan sedikit rum masak. Etta terus mengaduk
adonan es krim hingga tercampur rata. Setelah mendidih, ia mematikan api dan
terus mengaduk adonan hingga dingin. Terakhir, ia menambahkan dark cherry yang sudah ia potong-potong
dan jadilah es krim blackforest ala
Etta.
Etta baru saja ingin memasukkan
es krimnya ke dalam freezer saat ia
mendengar suara pintu toko dibuka. Etta mendadak kaku. Jantungnya berdebar
kencang saat ia melihat bayangan Bia dari pintu dapur yang terbuka. Etta langsung
bersembunyi dan mengintip dari balik pintu. “Mau apa dia balik ke sini?”
Bia mengambil semangkuk es krim
lalu duduk di dekat meja display. Biarpun toko gelap, Etta masih bisa melihat
wajah sedih Bia dari bias cahaya lampu dapur. “Kenapa dia? Dia kan nggak makan
es krim.”
“Jangan sembunyi,” seru Bia
tiba-tiba. “Aku tahu kamu disini.”
Etta terkejut. Dengan rasa
bersalah ia berjalan keluar dari dapur dan melangkah mendekati Bia. “Maaf, Bi.
Aku cuma—“
Bia menatap sendu Etta, membuat
gadis itu berhenti bicara. “Selamat ulang tahun, Violetta. My ice cream girl.”
Ya Tuhan, dia tahu.
***
[1] Gelato: sejenis es krim, tapi teksturnya lebih
kasar dan padat. Biasa dibuat menggunakan buah asli.
7 Komentar untuk "HASIL #LELANGNULISNOVEL (EDISI 19 JANUARI 2014)"
bagussss.... :D
tapi jengkellll kok cuma segituuu... cepatlah jadi novell :D
jadiii, si vio ternyata masih hidup *manggut2
ayooo ros, segera bikin sinopsismu, kalo sudah oke kubimbing masuk bab 1, dst
Penasaran..cepet jadi novel ya ^^
Katanya ada 2 yang bagus dan memikat,,yang satunya di-share jg donk pak Edi,,pengen tau yang memikat bapak tu yg bagaimana :)
lelang novel ini maksudnya gimana ya? udh telat y kalo mo ikutan...?
Mau ikutan Paak T^T
Keren banget cerpen ini. Idenya unik dan beneran twist ending. Tastenya Pak Edi emang gak pernah salah milih cerpen bagus *ya ealah...
Keren Pak cerpennya :)