Apa yang
dimaksud frase?
Ia adalah anak
kalimat. Sebuah kalimat dengan demikian terdiri dari kumpulan frase. Demikian
gampangnya (meski tak sepenuhnya akan selalu begitu pula sih). Pendek kata, gini
aja biar tak membingungkan kalian, “Frase
adalah kalimat tak sempurna, alias anak kalimat, belum jadi sebuah kalimat,
atau kalimat gagal.”
Kita tahu
bahwa kalimat terdiri dari Subyek + Predikat + Obyek + Keterangan (SPOK). Ini struktur
kalimat yang komplit. Misal:
Aku berlari dengan cepat ke sungai itu.
Aku memeluknya erat-erat.
Aku membencinya dengan dendam menyala-nyala.
Minimalnya,
sebuah kalimat harus memenuhi kaidah Subyek + Predikat (SP). Misal:
Aku berlari.
Aku menjerit.
Aku makan.
Yang tidak
memenuhi kaidah minimal itu disebut frase. Ya, karena tidak memenuhi syarat
minimal sebagai kalimat. Frase tidak bisa diberdirikan sendiri seolah ia
kalimat. Tidak boleh. Karenanya, frase tidak boleh dipakai dalam penulisan
cerita, kecuali untuk fungsi snapshot.
Nah, ini. Ada pengecualiannya lho
ya.
Apa itu snapshot?
Ia bak “tembakan tiba-tiba”, “mendadak”, “seketika”, bukan seketiak,
yang fungsinya dimaksudkan untuk mendalamkan atau menjlebkan sebuah kalimat
atau alur (adegan) atau setting. Snapshot boleh diletakkan di dalam narasi
atau pun dialog. Bebas.
Snapshot dibuat dalam bentuk frase. Iya,
sengaja begitu memang caranya. Bahkan, snapshot
juga boleh dibuat hanya dalam sebuah kata, atau dua kata, yang tidak membentuk
frase apa pun.
Misal begini:
Malam kian pekat dihajar legamnya. Senyap. Tanpa suara. Seolah mati. Hanya
desir angin yang mengusik gendang telingaku.
Perhatikan
bagian yang saya bold itu. Itu jelas
bukan kalimat. Senyap hanya terdiri
dari satu kata. Tanpa suara dan Seolah mati terdiri dari dua kata.
Dengan hadirnya “tembakan tiba-tiba”
begitu, taste jleb suasana yang
benar-benar pekat dan senyap kian tercipta kan. Begitulah fungsi snapshot.
Selain fungsi
“tembakan tiba-tiba” yang jleb
begitu, snapshot berfunsgi
melincahkan tulisanmu. Tidak kaku, tak kudu terstruktur sedemikian bakunya bak
buku pelajaran sekolah.
Misal:
Udara panas sontak menyambar muka saat
kakiku menapak di depan Shafwah Orchid ini. Mekkah memang selalu gahar
panasnya. Menumbuk. Tanpa ampun.
Sekalipun kau berpayung, mukamu takkan selamat darinya. Udara selalu mampu
menerabasmu. Sekujur tubuh. Bahkan, begitu mendidih.
Perhatikan
bagian yang saya bold itu. Itu semua
adalah snapshot, terdiri dari satu
kata, dua kata, bahkan tiga kata. Itu tentu bukanlah kalimat, karenanya ia
jatuh menjadi frase. Karena fungsinya sebagai snapshot, jadilah ia berguna kan.
Mendramatisasikan suasana panas yang kau bangun, plus melincahkan caramu
bertutur tentang panas di Mekkah.
Sampai di
sini, buat saya, sah bahkan penting hukumnya untuk menggunakan snapshot dalam menulis cerita. Saya
malah mewajibkan untuk menggunakan snapshot
jika ada penulis yang bertanya tentang hal itu.
Ya, namanya
juga paham, aliran, tentu saja ada perbedaan mazhab. Itu mah biasa, nggak usah diributkan. AS Laksana mengharamkan snapshot. Pernah ia mengkritik cerpen Requim Kunang-kunang Agus Noor dengan
menohok masalah frase (baca: snapshot)
yang memang menjadi kekuatan cerpen-cerpen Agus Noor.
Mazhab lain,
misal AS Laksana, bertentangan dengan saya, ya biarin sajalah. Jangankan cuma
teori teknik menulis, tafsir al-Qur’an aja bejibun gitu kok
perbedaan-perbedaannya. Syiah bilang Ali Bin Abi Thalib adalah imam pertama.
Syiah hanya mau menerima riwayat hadits dari Ahlul Bait. Di luar itu, termasuk
Abu Hurairah, ditolak.
Sebaliknya, kaum
Sunni bilang Ali Bin Abi Thalib adalah khalifah keempat. Kaum Sunni menerima
semua riwayat yang masuk dalam Kitabus
Sittah. Ya biarin to. Yang lebih penting
ialah saling adem, nggak usah jadi seteru, saling menyalahkan, apalagi memantik
tragedi macam Karballa. Bukankah pembaca itu hanya ingin membaca cerita yang
keren menguras emosinya?
Namun, saya
juga selalu menekankan bahwa penulis harus paham saat ia menggunakan frase
sebagai snapshot. Jangan sampai ia
menggunakan frase, tapi tidak berfungsi sebagai
snapshot, karena ia tak tahu beda
frase dan kalimat. Kata AS Laksana, namanya tukang yang harus tahu peralatan
bertukang, kan?
Jangan sampai gergaji kok dipakai untuk cukur rambut, kan? Atau #KampusFiksi digunakan untuk cari
jodoh #eh.
Saya setuju
pada AS Laksana tentang hal itu. Selebihnya, yang paling utama ialah berkarya
itu sendiri.
Insya Allah, lain kali saya akan posting tentang “Bagaimana cara membikin kalimat-kalimat yang lincah dalam cerita.”
Yuk!
Jogja, 29 Januari 2014
Tag :
Pasar Makalah
20 Komentar untuk "FRASE, BOLEHKAH DIPAKAI DALAM CERITA?"
makasih pak...bermanfaat :)
asyik, senang saya kalau dirasa bermanfaat buat pembacanya...
Keren bin mantap artikelnya...
Keren :) Trims Pnjelasannya sangat mmbantu :)
makasih ilmunya,, sangat membantu.. :D
Pernah dibahas di kampus fiksi roadshow ya, pak boss :))
Tapi makasih ilmunya, buat ngingetin kembali ^ ^
Bagus, bermanfaat. Baru tahu kalau namanya snapshot. Sering baca di novel. Kelihatannya sah-sah aja, menambah kesan kuat pada kejadian yang diceritakan. Makasih pak Edi.
Sangat bermanfaat pak, terima kasih buat ilmunya ;)
makasih pak diingetin lagi.
pas #KampusFiksi6 udah diajarin, sih, tapi agak lupa
hehehe
Mantap ... menambah wawasan pak. Terima kasih.
Ini nge-JLEB, Pak :D >> #KampusFiksi digunakan untuk cari jodoh
Oh, jadi beneran ada ya Pak, yg dapet jodoh di #kampusfiksi #eh juga, wkwk. Itu namanya sekali mendayuh dua tiga pulau terlampaui, hehe ngeles...
Ada dan dijamin LDR haaa
Makaciiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiieeeeeeeeeeeeeeee Pak Ediiiiiiiiieeeeeeeee :)))))))))))))))))))))))))))))))))))))
Bolehin aja dong, sebab aku suka masukin banyak frase ke naskahku :3
iya kan biar bikin nambah 'jleb' hehe setuju sama Pak Edi..
Frase & Snapshot. Sering memakainya di tulisanku. Hanya tidak tahu nama, penempatan dan tehnik penulisannya.
Thanks pak Edi, setelah membaca artikel ini jadi semakin jelas. Apa yang sudah saya tulis, dan bagaimana seharusnya.
Semakin banyak pembelajaran yang di dapat, makasi pak edi buat artikelnya
ayukkk nulissss. nulis bisa buatmu keren dan tsakep
Kerennnn...
wau pengen terus berjuang menulis