Personal Blog

SIAPE AYAH UPIN IPIN?

Pagi ini, dua orang Malaysia datang ke kantorku lalu masuk ke ruanganku. Aku terkekeh sendiri dalam hati, teringat lelucon yang tahun lalu pernah kulontarkan, “Siapa sih sebenarnya ayah Upin Ipin itu? Kok sampe sekarang belum ada satu pun orang Indonesia yang tahu? Jangan-jangan orang Malaysia pun nggak tahu pula ya? Kan kasian, masih kecil-kecil gitu, nggak tahu apa-apa mereka, masih nggak tahu lagi siapa ayahnya? Meski masih mending sih, mereka punya Kak Ros dan opahnya…”
Wwwkk…wkkkk…………
Setelah berseronok beberapa lama, saya tahu ternyata ibu yang ikut bersama bapak itu adalah istrinya, seorang guru di Kuala Lumpur. Setelah seronokan berjalan cair, isengku mulai kambuh:
“Cek Gu, maaf ini, saya mau tanya?” kataku sambil mencermati wajahnya untuk mencoba menangkap peluang kemungkinan kulanjutkan pertanyaanku.
“Ya, Mas Cik, macam mane…?” (Haa…ngarang banget istilah “Mas Cik…”)
“Tahu Upin Ipin kan?”
Matanya berbinar segera, “Oooww..itu terkenal kali, dimane-mane, juga di Indonesie, popular kali itu film Upin Ipin, macem anak-anak sekolah saye juge suke kali film itu…” berhamburanlah segenap kisahnya dengan penuh kebanggaan tentang Upin Ipin.
“Nah, itu soalannya, Cek Gu…” putusku. “Anak saye kan cinta kali ma Upin Ipin, anak saye bertanya, siapa sebenarnye ayah Upin Ipin?”
Diam diam.
“Barangkali Cek Gu sebagai guru di sana tahu jawabannya…”
Suaminya terbahak. Begitu girang bahakannya. Istrinya, Cek Gu, kemudian ikut terbahak.
“Ah, macam mane nih soalannya, saye tak tahu pula…” sahutnya kemudian.
Saya diam. Ternyata seorang Cek Gu pun kagak ngerti jawabannya. Lalu siapa yang tahu ya kalau begini kenyataannya?
“Saya ikut sedih sih, Cek Gu, kalau teringat betapa Upin Ipin itu kan masih kecil sekali, masih anak-anak, lucu-lucu lagi. Mereka kan nggak tahu apa-apa, kan namanya anak-anak tahunya bermain, berseronok, dan bergirang. Kasian kan ya kalau Upin Ipin sampai dewasa nanti tak kunjung tahu siapa ayahnya…” airmataku mulai luruh satu persatu, setahap demi setahap, hingga akhirnya sempurna memancur dan harus kuwadahi dalam gelas minumku (lebay banget bagian ini…).
“Ya, memang kasian, anak-anak kecil yang tak tahu siape ayahnya ya, macam Upin Ipin itulah…”
Lhoo…??!!
Cek Gu terlihat ikut sedih. Larut dalam gemuruh perasaanku yang berlinang kepedihan.
“Tapi masih untungnya ya, Cek Gu…”
“Untung macam mane?” tukasnya.
“Untungnya Upin Ipin itu masih memiliki Kak Ros dan opanya…”
“Iya, butul..butulll…”
Kebayang kan, ada anak kecil kayak Upin Ipin yang udah nggak tahu siapa ayahnya, ehhh….ketambahan lagi masih nggak punya kakak dan nenek pula. Dan yang begini seabrek banget di negeri ini, Bro/Sist
“Tapi, Cek Gu, saya juga masih nggak habis pikir, kenapa ya Kak Ros atau Opa itu nggak mau cerita sama Upin Upin siapa sebenarnya ayah mereka? Ada rahasia apa ya, barangkali Cek Gu tahu alasannya…”
Suaminya, Pak Cik, tertawa lagi. “Mas Cik Edi ini ada-ada aja…”
Cek Gu juga terbahak, “Macam mane ya itu…?”
Hemm..saya berpikir betapa sosok seperti Kak Ros dan Opa itu begitu hebat mampu menyimpan “rahasia besar” selama bertahun-tahun. Nggak ada seorang pun sedunia ini, bahkan termasuk para penggila setia Upin Ipin, yang tahu rahasia itu. Betul-betul mereka adalah orang-orang yang tinggi amanahnya.
Dan, mencari orang-orang macam gini sungguhlah amat sulit, bahkan langka, di masa sekarang ini. Yang mudah dijumpai adalah orang-orang yang mulutnya terbuat dari ember dan panci, sehingga begitu gampangnya bergerompyangan, bahkan melampaui bunyi asli sebagaimana adanya.
Yah, maklum, namanya juga ember dan panci…
Walaupun saya nggak kunjung berhasil memperoleh info memuaskan tentang siapa gerangan sebenarnya ayah Upin Ipin, bahkan dari sekian banyak orang Malaysia yang saya kenal selama ini, tapi setidaknya pagi ini saya berhasil mendapatkan satu inspirasi dari sosok macam Kak Ros dan Opa itu: “amanah! Jangan biarkan mulutmu jadi ember dan panci.
Soal apakah kelak setelah besar dan dewasa Upin Ipin akhirnya akan mengetahui sosok ayahnya tercinta, biarlah itu menjadi rahasia terbesar kehidupan, meski sungguh itu sangat tak sederhana untuk ditempuh oleh mereka dan orang-orang di sekitarnya. Yang terpenting adalah jangan sampai kita menjadi bagian dari produsen anaka-anak yang tak bisa tahu ayahnya, atau ibunya, karena sungguh itu akan menjadikan mereka “tak komplit” sebagai anak-anak.
Tiba-tiba anakku yang bungsu, Gara, masuk ke ruanganku. Masih dengan baju sekolahnya. Cek Gu terpana, lalu mengelus kepala Gara.
“Ini ya yang cinta Upin Ipin…?” senyumnya.
Gara menyahut, “Oui, J’aime Upin Ipin beaucoup, c’est le tres beau…”
“Oooh, bahasa apa itu?”
La France…” jawabnya.
Ah, Gara, gumamku. Lalu ia sibuk dengan mainannya, sesekali lari ke pelukanku, mencium dadaku yang bidang, dan tertawa khas anak-anak: suatu kondisi yang tak bisa didapat oleh Upin Ipin dari ayahnya yang entah siapa…
Jogja, 14 Maret 2012
0 Komentar untuk "SIAPE AYAH UPIN IPIN?"

Back To Top