Personal Blog

Mbak Angle dan Mas Angle atau Mbak Demon dan Mas Demon

Resto seefood ini tergolong tak elit bangetlah, meski juga nggak murahan banget. Cukup ramai pengunjungnya. Di meja sebelahku, terdengar obrolan yang kian lama kian menyedot perhatianku. Seorang cewek dan cowok. Hemmm, lama-lama kutahu ternyata mereka bukan pasangan sejoli. Cuma teman, saling curhat tentang mantannya masing-masing, ya tepatnya teman yang sama-sama senasib seperjuangan kali ya, meski tentu saja rekam riwayat putusnya mereka dengan mantan masing-masing pasti tak pernah sama.
“Nggak ada kata baikan lagi deh buat dia, selamanya, lebih baik gue nggak ketemu sama sekali lagi,” kata si cewek.
“Jangan ekstrem gitulah, siapa tahu ntar CLBK lhooo…” goda si cowok.
“Nggak bakal!” merengut, monyongin bibirnya yang emang sudah rada monyong.
“Yeeee kita nggak pernah tahu apa yang akan terjadi di masa depan lho…”
“Meskipun…!”
“Sekalipun….”
“Bahkan pun!”
Busyett! Bahkan pun ini kosakata macam apa ya? Kayaknya KBBI perlu menyerap deh kosakata baru ini dalam sebuah penjelasan yang mudah dimengerti bangsa Indonesia.
“Loe sendiri gimana?” balik tanya cewek itu.
Kata si cowok, “Bingung, Ciinnnn…”
Ciiinn…?! Aku kaget, karena di kepalaku kata ciiin ini kalaulah bukan ucapan khas bencong, ia nggak pernah jelas menunjuk pada makna apa.
“Mau CLBK loe?”
Menggeleng. Lalu mengangguk. “Nggak jelas sih. Gue emang sakit hati sih ama sikap dia yang ninggalin gue demi orang kriting nggak jelas itu, tapi gimana ya…? Hemm, gue cinta banget ma dia…”
Si cewek membanting napasnya ke maja. Braaakk! “Dengar nih ya, secinta apa pun loe ma dia, inget bahwa dia telah ninggalin loe dengan cara bejat, Bahaga gue nih, itu lebih bejat dari komodo bunting kali ya sebagai padanan yang lebih parah dari buaya betina yang kebelet kawin. Tau nggak loe komodo bunting?! Nah gitu. Barbar! Nggak beradab! Udah deh, kalau loe CLBK nih, amat besar peluangnya dia kan nyakitin loe untuk kesekian kalinya…”
“Iya, sih, tapi kan orang bisa aja berbuat kesalahan dan belajar dari kesalahan masa lalunya itu…”
“Halahh, loe ini jadi cowok kok lemah banget gitu sih?! Potong aja tuh tititmu!”
Busyettt…aku bingung akhirnya, mereka ini kan lagi bahasa tentang potensi CLBK atau nggak kan, kok nyampe ke bab titit segala ya?! Suruh potong lagi?! Kalau dipotong, ntar gimana dong pipisnya? Kayak pipisnya cewek dong… Haaaa, edyaaaannn
Keduanya terdiam. Kupura-pura mengalihkan pandanganku. Ntar mereka tahu kalau aku nguping obrolan yang heboh banget tentang CLBK plus titit itu, bisa malu sendiri mereka.
Kupikir-pikir, emang bener sih kalimat si cewek tadi, bahwa peluang untuk tersakiti kedua kalinya amat besar kemungkinannya bila dia CLBK ya. Orang si mantan itu sudah pernah ngelakuin kesalahan fatal gitu. Tapi, omongan si cowok benar juga sih, bahwa semua kita nih sangat potensial melakukan kesalahan-kesalahan besar atau kecil dalam hidup ini, sehingga mestinya diberi kesempatan untuk belajar dan memperbaiki diri dari kesalahan-kesalahan tersebut.
Ahhh, pusing sendiri aku!
Kalau masalah titit tadi, hahhh…aku cuma ngekeh dalam hati. Sadis juga nih cewek, mau motongin titit temannya dalam kaitan dengan pentingnya ketegasan sikap pada diri seorang laki-laki.
Tapi yang membuatku terperangah kemudian, mereka bergenggaman tangan lalu mengucapkan sebuah kalimat yang sama bersamaan. Kayak proklamasi gitu. “Kami berjanji tak akan CLBK karena tiada ampun buat kesalahan sang mantan!”
Mereka trus tertawa, berderai banget, kerasa puas banget.
Sambil membolak-balik buku yang kubawa ini, aku teringat hukum pertarungan sejati angle dan demon pada jiwa manusia. Malaikat dan iblis memang selalu berperang dalam jiwa kita. Yang satu mendorong pada kebaikan dan satunya lagi pada keburukan. Ya, ya, sehebat apa pun peperangan itu atas sebuah masalah misalnya, selalu saja kita sendiri yang menjadi penentu siapa pemenangnya. Ya, kita: aku, kamu, dan dia itu. Bukan orang lain, bukan siapa-siapa, tapi benar-benar diri kita sendiri, bebas banget, yang terwujud dalam action atau langkah konkret yang kita tindakkan.
Apa pun yang dijadikan landasan berpikir atau prinsipnya, jika kita ternyata mengambil langkah yang mengarah pada keburukan, maka berarti iblislah yang kita menangkan. Sebaliknya pula.
Aih, aih, mbak dan mas tadi rupanya memilih action yang memenangkan demon, iblisnya, yang diwujudkan dalam aksi proklamasi siap mati begitu untuk tidak CLBK. Tiada ampun buat kesalahan sang mantan. Dengan alasan apa pun.
Akhir keputusan mereka inilah yang selanjutnya kan membedakan dengan orang-orang lain memilih sikap jemawa bin legawa bin lapang dada untuk memahami orang lain (mantan) sebagai sama manusianya dengan dirinya sendiri yang bisa sama potensinya untuk melakukan kesalahan dan seharusnya diberi kesempatan untuk belajar memperbaiki diri.
Kalau tanpa ampun begitu, pake prinsip pokoknya, maka takkan pernah terbukalah pintu persahabatan, persaudaraan, bahkan sekadar say hello silaturrahmi sebagai sesama manusia. Akibatnya, we know lah, dendam membara dalam hati, rasa nggak nyaman, menyebarkan keburukannya sepanjang masa, hingga mempromotori fitnah siang malam penuh kesumat.
Inilah yang diinginkan demon, si iblis, dan saat mbak dan mas itu memilih memenangkan demon di hadapan angle dalam jiwa mereka, pertanda sejati bahwa mereka layak disebut sebagai Mbak Demon dan Mas Demon.
Kasian, selamanya mereka kan nyebar fitnah, provokasi, yang ujungnya kembali pada diri mereka dalam rupa ketaknyamanan.


Jogja, 17 September 2012
0 Komentar untuk "Mbak Angle dan Mas Angle atau Mbak Demon dan Mas Demon"

Back To Top