Personal Blog

LEBIH BAIK PATAH KAKI DARIPADA PATAH HATI

Engkau yang sedang patah kaki
Menangislah dan jangan ragu ungkapkan
Betapa pedih kaki yang tersakiti
Racun yang membunuh secara perlahan…
Kan kucabut duri perih dalam kakimu
Agar kulihat senyum di ridurmu malam nanti
Anggaplah semua ini
Satu langkah mendewasakan diri…
Last Child “Patah Kaki” (plesetan)

Orang alay lama bilang lebih baik sakit gigi daripada sakit hati. Sebuah lagu dangdut. Ihiirrrr…goyang kang!
Ehhh…ternyata yang namanya broken heart benar-benar merupakan persoalan hidup dari era beheula sampai post-beheula alias masa kini dan masa depan. Ia adalah satu titik dari titik-tititk berjubel problem hidup anak-anak manusia. Lintas zaman.
Dan belakangan ini, ada Last Child yang menyanyikan masalah broken heart itu dengan lagak curhatttt banget. Ya, tentang patah hati sih. Ditilik syair-syairnya yang ahayyy banget getoooh, dengan kata lain, kira-kira begini: “Lebih baik patah kaki daripada patah kaki.”
Abaikanlah soal sang vokalis itu badannya tato semuaa sampa geje yang mana kulit, yang mana tato itu. Ahh, itu nggak penting didiskusikan. Sama nggak pentingnya dengan seorang kawan yang galakkkk amat menyerupai biang preman, wajar sangar, rambut gondorng, antingan gede-gede, gelang selengan, bahkan betis hingga paha juga bergelang gettoooh, ehhh…ternyata naik bus muntah! Minum es teh mabok dia!
Sudahlah, itu hanya kulit, nggak penting. Yang penting buat dicamkan kini ialah betapa begitu hebatnya yang namanya patah hati sampai-sampai semua orang nih (kayaknya) memilih untuk mengalami kesakitan-kesakitan lain, asal bukan bab hati itu. Mau gigi rompal kek, hidung bengkak kek, hingga patah kaki kek, monggo aja, kuat kita menanggungnya. Tapi jangan hati yang patah! Ini aaaatttiiittttttttttttttt banget! Nggak ada obatnya lagi. Nggak ada dukun pijetnya lagi. Sumpehhh dehhh loe, itu alasan utama betapa kita semua takut benar menghadapi patah hati itu.
“Ini terlalu nyakitin, Beib! Nyakitiinnn banget!!! Mending kamu ambil deh semua yang kupunya, apa pun, kolor andalanku sekalipun, asal jangan sakitin hatikuu iniii!! Hati beib, hatiiiii…!!!” pekik sobatku yang geje bener hidupnya itu, sambil terus  menggebukkan kepalanya sendiri ke meja di depannya.
Busyet dah!
Gileee bener emang respons orang-orang yang mengalami patah hati dalam hidupnya. Otak pun pegat. Dunia mampat. Waktu seketika mati. Hidup pun menjadi tak berguna lagi.
Wajarlah, sebagaian orang yang “kurang kekeuh” jiwanya, lantas melakukan hal-hal yang demi apa pun takkan pernah mereka lakukan dalam keadaan tidak patah hati. Mulai dari salah ambil cairan kumur-kumur yang ternyata adalah Kalpanax, ngomong ama foto mantan sepanjang malam, melamun sendirian seharian semalaman di sebuah pojokan kafe sawah sampai-sampai para waitresnya geleng-geleng menyaksikannya hanya memesan es teh, hingga yang bener-bener unspeakable untuk bunuh diri!
Mencinta sungguh memang tak pernah salah. Dalam keadaan dan status apa pun, jatuh cinta sungguh nggak berkaitan sama sekali dengan soal halal-haram, benar-salah, hitam-putih. Hasrat cinta untuk memilikilah yang kemudian menjadikan seseorang bisa tersuruk ke arah broken heart itu. Meski juga kudu buru-buru dinyatakan bahwa sudah menjadi karakter dasar cinta untuk berhasrat memiliki.
Hasrat memiliki itu pun juga bukanlah sebuah kesalahan karenanya. Sering sekali kita malah layak untuk mempertanyakan kedalaman cinta seseorang yang tak beriringan dengan hasrat memiliki itu. Tetapi, ingat, lihat, juga tak sedikit orang yang benar-benar dalam mencintai, tetapi ia memilih untuk tidak membiarkan hasrat memiliki itu terus hidup di dalam dalamnya. Ia mencintai, sangat dalam, sangat tulus, tanpa berhasrat untuk memiliki.
Yang bagian kedua ini tentulah membutuhkan kekuatan nalar yang tinggi. Perlu pemahaman yang mendasar untuk mampu membunuh hasrat memiliki itu, yang boleh jadi didasarkan pada suatu hal yang tak memungkinkannya untuk menempuh itu terjadi. Dan, yang tipe begini pasti tegar! Rasional! Tak ada dalam kamusnya untuk gilaaaaaa patah kaki, apalagi bunuh diri, meski ia bisa saja broken heart!
Seyogyanya, siapa pun yang kita cintai, mampu membangun keseimbangan antara hasrat memiliki dan hasrat tidak memiliki. Dua sisi ini perlu didudukkan sejajar di dalam jiwa kita. Bahwa kita perlu memperjuangkan cinta dengan hasrat memilikinya, iyesss, itu  adalah keharusan. Tetapi bahwa kita pun kudu mampu meletakkan hasrat itu secara rasional, iyeess, ini juga sama pentingnya.
Sehingga, kalaupun ternyata oleh sebab apa pun, kita ternyata kemudian tak bisa memilikinya, sedalam apa pun cinta di dalam hati, niscaya kita akan bisa lebih tegar, kokoh, memandang langit yang selalu saja biru bersaput awan-wan putihnya, baik dalam keadaan kita broken heart atau tidak.
Berani mencintai konsekuensinya berani broken heart. Kalaupun terjadi hal buruk dalam jalan cinta kita, kita telah mengerti benar bahwa itu adalah konsekuensi pilihan hidup kita untuk mencintai.
Cinta ya tetaplah cinta, dan biarkan ia menjadi dirinya sendiri beserta seabrek titik-titik bawaannya yang tak terpisahkan. Sama persisnya untuk membiarkan singa sebagai binatang buas, sangar, gagah, yang tak perlu dipaksakan untuk didandani dengan apa pun di luar watak dasar kesingaan itu. Singa takkan lagi menjadi singa jika ia melucu (itu Sule namanya, bukan singa) atau ikut standup comedy (itu Mongol namanya, bukan singa) atau main bola (itu Rooney namanya, bukan singa).
Cinta takkan lagi menjadi cinta itu sendiri bila dipaksakan berkaitan dengan hal-hal di luar dirinya, mau itu sakit gigi atau patah kaki.
One more, jangan takut mencintai, karena itu kebutuhan paling dasar hidup setiap makhluk Tuhan, termasuk manusia dan singa. Menegasi cinta dari hidup kita sama halnya dengan membunuh satu fitrah dasar wujud kemahklukan kita. Begitu pun patah hati…
Jogja, 25 Mei 2012
2 Komentar untuk "LEBIH BAIK PATAH KAKI DARIPADA PATAH HATI"

lebih baik sih gak kenapa kenapa gan .. ngeri soalnya kalo kena patah tulang dan sebagai nya loh .. salam dari Agen Bola

Back To Top