Personal Blog

STAY COOL


Ada begitu banyak petuah bijak yang pernah kudengar tentang manusia dan masalah hidupnya. Di antaranya, “Hidup adalah masalah, tidak berani menghadapi masalah maka jangan hidup.” Juga, “Semua orang punya masalah hidup, bedanya orang cerdas dan bodoh, orang bijak dan gegabah, terletak pada caranya menghadapai masalah hidupnya…”
Saat sedang bermasalah, apa pun itu, dengan siapa pun, bahkan sekecil apa pun, sontak hidup kita menjadi sangat tak nyaman. Resah. Jidat berkerut. Lalu bibir menjadi masam dan muka menjelma muram. Cahaya hidup terlontar jauh dari wajah kita.
Begitulah memang masalah menancapkan kuku hitamnya ke dalam sehelai kehidupan kita. Begitu jugalah memang cara masalah mendewasakan jiwa kita sebagai manusia.
Dewasa?
Hemmm. Ya, tak mudah memang untuk menetapkan di dalam hati yang sedang dihantam masalah bahwa itulah cara hidup mendewasakan jiwa kita. Semakin berat masalah, semakin mendewasalah kita.
Tentu, kedewasaan ini berjalan beriringan dengan cara kita menyikapi dan menyelesaikan masalah-masalah itu.
Sangat banyak dari kita yang memilih secara gegabah untuk menuntaskan masalahnya dengan memancing masalah baru. Sehingga hilang satu masalah, meletupkan seribu masalah baru lainnya. Kekerasan dan egoisme merupakan salah satu cara menyelesaikan masalah dengan melambaikan tangan pada masalah-masalah baru lainnya. Dan ini tentu bukanlah cara yang bisa mendewasakan jiwa kita dalam hidup ini, meski jauh lebih banyak di antara kita yang kecanduan memilihnya.
Juga tak sedikit dari kita yang memilih menyelesaikan masalah dengan cara menjauhi masalah kita itu sendiri. Ini pun dipercaya kuat bukanlah merupakan cara menyelesaikan masalah yang mendewasakan jiwa kita.
Di antara dua cara umum itu, ada satu cara yang paling gempar dinyatakan sebagai cara terbaik menyelesaikan masalah, karenanya disebut sebagai cara yang mendewasakan jiwa kita. Sayang, tak banyak dari kita yang suka menempuhnya. Yakni, menghadapi masalah dengan stay cool, kepala dingin. Tidak banyaknya dari kita yang memilih cara ini bukanlah karena kita tidak ingin mendewasakan diri. Tidak. Buktinya, semua kita selalu paling jago menyatakan diri sebagai matang, dewasa, dan bijak! Tetapi lebih karena kita begitu sayang pada egoisme diri. Kita terlalu eman untuk mencampakkan “Wong Aku kok…” itu. Tentu saja, egoisme tak sejalan dengan karakter stay cool tersebut. Stay cool mensyaratkan pembunuhan egoisme diri. Tanpa itu, jangan pernah ada cool di kepala dan hatimu.
Saya termasuk orang yang percaya bahwa luasnya pengetahuan seseorang merupakan pilar untuk menempa diri dalam membunuh egoisme diri. Stay cool, dengan demikian, bisa diraih dengan kegemaran membaca, diskusi, sekolah, dan segala macam aktivitas keilmuan.
Tetapi saya masih lebih jauh percaya, karenanya meletakkannya di posisi tertinggi, bahwa ketundukan pada Tuhan merupakan pilar utama meraih stay cool tersebut. Luasnya pengetahuan di kepala berposisi di bawahnya, layaknya sebuah penyanggah yang bisa menghantar kita untuk lebih dalam, detail, dan mendasar dalam membangun ketundukan diri pada Tuhan.
Saya meyakini benar bahwa selalu ada unsur X dalam kehidupan ini yang gagal dijelaskan logika murni. Itulah di kepala saya mengandaikannya sebagai “tangan Tuhan”, meski tidak berarti bahwa di dalam logika murni tidak ada kuasa Tuhan. Saat otak begitu lelah melindas masalah-masalah hidup, sungguh hanya ketundukan inilah yang akan mampu meredam gemuruhnya, mendinginkan laharnya, dan menghantarnya menuju jalan kemahakuasaan-Nya.
Dalam hantaran yang serupa itu, semua menjadi terasa ringan, dingin, dan menentramkan, meski di dalamnya ada sesakan masalah. Masalah diterima sebagai bagian kewujudan manusia di bawah kuasa-Nya.
Lalu, untuk apa marah, egois, dan merusak-rusak?
Ahhh…
Jogja, 24 Mei 2012
1 Komentar untuk "STAY COOL"

Namun juga sesungguhnya tidak mudah memiliki brain cool itu. Perlu latihan yang tak meruang

Back To Top