Wanita (sengaja saya ndak pakai kata “perempuan”) itu adalah makhluk
yang sangat perasa. Ini benar. Serius! Apa yang kamu (laki-laki) katakan
padanya, bisa bermakna sedemikian tak terhingga di otak wanita. Apalagi di
hatinya.
Misal (ngutip status seorang galawiyah), “Gundul-gundul
pacul adalah saat mosting status mantan kemudian di-like calon istrinya….”
Kalau yang ngalamin begitu laki sih, paling gerutu doang. Kemudian
hilang dengan cepat. Tapi kalau wanita, bisa merah berdarah itu pikiran dan
hatinya sampai bantal berasa batu, guling berasa kayu, dan kasur berasa
triplek.
Well, salah satu bukti betapa mblebernya
perasaan wanita ialah “merasa semua orang memperhatikan penampilannya”. Mecing,
hahhh, bukan kucing ya, lalu benar-benar menjadi Sumpah Pemudinya.
Jilbab sama baju harus mecing. Tas sama sabuk harus cespleng.
Mata cincin sama bandul kalung harus sewarna. Hingga sandal kanan kiri harus
sewarna.
Mana ada wanita yang punya satu sepatu, satu sandal, dan satu tas
coba? Ndak ada. Sebagian besarnya dibelain rela utang pada bank plecit.
Demi apa? Ya mecing-mecingan itu tadi.
Setelah mecing-mecingan begitu, pertanyaannya kan begini:
“Biar kenapa?” Atau, “Untuk apa?”
Yah, namanya dandan ya untuk dilihat orang dong. Maka “orang” atau
“orang-orang” di sekitarnyalah yang menjadi “lensa kamera” dandanannya.
Pertanyaannya kemudian, “Apa iya orang atau orang-orang menyimak
keserasian warna mata cincin dan bandul kalungmu? Apa benar orang peduli sama
warna sabuk dan tasmu yang seragam?”
Bila kaum wanita merasa yakin untuk menjawab, “Iya, dong!”, maka
layak lagi untuk dilanjutkan dengan pertanyaan berikut, “Buktinya apa kalau
mereka memang memperhatikan kamu?”
Ndak tumon kok rasanya melihat orang
menggunjingkan sandangan seseorang to. Kalaupun ada, itu pasti sekadar selentingan
iseng belaka yang sama dengan isengnya nge-like status seseorang tanpa
membacanya dulu. Apalagi mengharap yang melakukan obrolan penuh perhatian itu
adalah kaum lelaki. Lha wong kaum Adam itu kalau melihat wanita baru, fokus
utamanya cuma dua kok; (1) Wajah (2) Bodi. Selebihnya, ndak ada.
Wajahnya kinclong menarik gitu, ya itu menyenangkan bagi mata
lelaki. Apalagi ditopang bodi yang semlekek alias misuh-misuh kurang
ajar. Beda kasus lho ya bila lelaki melihat wanita dari belakang, dengan
bodi yang aduhai, tetapi begitu menoleh sontak membuat mata tiba-tiba dialihkan
ke lantai.
Iya betul, bahwa sandangan yang menghiasi wajah dan bodi itu bisa menjadikan
sosoknya lebih manis, good looking. Ini berarti, dandanan ya tetap
diperlukan. Tapi, tetap saja, itu hanya “pemanis” lho, bukan pokoknya. Ibarat
kamu pesen Americano Coffee, pokoknya itu ada di black coffee.
Pemanisnya adalah gula. Gula itu boleh sedikit boleh banyak. Sandangan yang
sifatnya “pemanis” itu ya boleh sedikit atau banyak (sederhana atau mentereng).
Tapi, intinya tetap pada dua magnet penyedot mata lelaki itu.
Maka, alasan biar dilihat orang menjadi enak dan manis begitu,
sungguh adalah alasan yang mengada-ada. Alasan bermetode induktif yang rentan
kesalahan: mecingnya sandangan sejajar dengan mecingnya perhatian
orang-orang.
Mungkin saja lalu wanita mecingan begitu akan berdalih lagi.
“Ya mereka merhatiinnya diam-diam, lalu ngomeninnya dalam batin.”
Oalah, Nduk, Nduk.
Kalau udah pakai ilmu kebatinan begitu, tentu saja analisis ilmiah
menjadi ndak penting dipelajari lagi. Silogisme yang sangat lihai dimainkan Cak
Lontong, yang membutuhkan argumentasi-argumentasi logis ndak perlu diajarkan
lagi di bangku-bangku kuliah. Lha wong semuanya udah serba cukup dengan
wajah Ki Jodo Bodo.
Saat demikian, maka benar/salah menjadi ndak penting lagi. Yang
penting adalah percaya belaka. Percaya bahwa “ilmu kebatinanmu” sakti benar;
orang-orang menggumam dalam hati masing-masing memuji mecing-mecingmu.
Jadi, dalam kepekaan kebatinan demikian, sejatinya kaum wanita aslinya
ndak membutuhkan kebenaran sama sekali kok. Empirisisme menjadi tiada makna
lagi. Tapi hanya keyakinan. Maka jelas sekarang bahwa tugas utama kaum lelaki adalah
hanya piawai memberikan keyakinan-keyakinan itu pada kaum wanita agar hatinya
seneng sama kamu, lalu melting, lalu jadian, kayak cerita FTV yang mudah
diterka sejak lima belas menit pertama itu.
Bilang aja dengan acting meyakinkan:
“Kamu memang wanita terkeren
yang pernah kukenal!”
“Bulan aja pasti iri lihat dandanamu yang serba mecing
banget!”
“Kamu itu ndak gemuk, tapi sintal.”
“Rambutmu itu ndak kriting kok, tapi ikal.”
“Hidungmu itu ndak pesek kok, tepatnya efisien.”
“Kamu itu ndak jelek blas kok, tapi eksotik banget.”
Jadi, catat, benar atau dusta ndak penting, asal MEYAKINKAN!
Para wanita sudah pasti akan sangat senang dengan kata-katamu yang
meyakinkan begitu, meski dalam hati kamu ngumpat-ngumpat, “Sintal mbahmu,
kowe ki gendut, Teeeloooo!”
Ya, begitulah analisis ilmiah perasaan wanita. Sayangnya, analisis
ilmiah ini sedang menganalisis tema yang memang ndak ilmiah, ya perasaan itu.
Satu-satunya keilmiahan perasaan yang ndak perlu diteoriin apa pun
lagi ialah saat wanita PMS. Udahlah, iyain aja. Ndak udah dibantah. Timbang mbleber
ke mana-mana urusannya.
Jogja, 6 Januari 2015
Tag :
Yang Serba Nakal
6 Komentar untuk "ANALISI ILMIAH PERASAAN WANITA"
Sebagai wanita, aku ... Entahlah! :)
memangnya kenapa om kalau wanita lagi PMS?
wk wk wk
analisisnya keren yak!
Analilis Ilmiah tapi yang dianalisis nggak mau di-ilmiahkan --'' *benergasih
Wanita memang penuh misteri...
Kode Pos Batam
itulah wanita :)
Nice, kang...
Model pict nya sserasa kenal.... :D