Personal Blog

BERISLAM KOK MENURUT-MENURUT YANG REMPONG, KAYAK PSSI AJA…


Sangat sering usai memekik-mekik, entah girang karena MU mencetak gol atau kalut karena MU kegolan, saya keingetan klub-klub bola di negeri ini. Kapan ya ada klub kita yang masuk ke jajaran klub elit dunia? Kapan pula timnas kita bisa masuk ke piala dunia?
Kapan…??? Kapan…????
Ngimpi kaleee…gitu ujungnya hasil ngedumel saya.
Betul, semua itu hanya akan terus jadi mimpi sepanjang kita masih saja sibuk dengan kepengurusannya. Strukturnya. Lembaganya. Statutanya.
Orang lain udah main bola sejak puluhan tahun silam. Real Madrid. Barcelona. Manchester United. Liverpool. Dan sebagainya. Karena sudah sangat lama mereka memainkan bola di lapangan, bukan memainkan politik kepengurusan bola di balik meja, tentu mereka sudah mampu membangun beragam teknik dan skill menakjubkan. Ada tiki taka ala Xavi, Iniesta, dan Dani Alves. Ada serangan sayap cepat ala MU yang dipentaskan Valencia dan Nani. Ada pelari jet yang lari sampai ke luar garis lapangan ala Gareth Bale. Ada refleks kilat ala Joe Hart. Ada tendengan dari luar kotak penalty yang super deras ala Rooney dan Gerard. Dan sebagainya.
Mereka semua bisa begitu ya semata karena mereka sudah lama sekali main bola beneran di lapangan. Bukan berdebat tentang teknik ini dan itu di luar lapangan tanpa pernah memainkannya dan berlatih bertahun-tahun tanpa lelah di lapangan.
Jelas kan, sampai di sini, sekali lagi, mereka punya skill dan teknik canggih semata karena telah lama main bola. Bukan tentang statuta, siapa pengurusnya, siapa manajernya, dan sebagainya.
Sementara kita?
Kita sungguh tak pernah benar-benar intens main bola di lapangan layaknya mereka lantaran kita begitu sibuk dan rempong abis mendebatkan statuta, pengurus, dan lembaga bola. Menurut statuta inilah, menurut pasal beginilah, menurut PSSI-lah, menurut AFC-lah, menurut FIFA-lah. Namanya “menurut-menurut”, jelas nggak ada juntrungnya. Mau sampai kiamat pun, menurut-menurut itu akan terus tak bisa dikawinkan.
Statuta yang sama bunyinya terus saja akan berbeda pemahamannya jika didasarkan pada menurut-menurut ini. Jangankan statuta, ayat-ayat al-Qur’an dan hadits juga selalu demikian kok. Perbedaan-perbedaan ala menurut-menurut itu sangat nggak mungkin diseragamkan, lantaran setiap menurut itu selalu bersandar pada soal kepentingan, kapasitas, faksi politik, dan niatannya. Sepanjang kita terus ribut dalam menurut-menurut yang bersandar pada hal-hal begitu, maka sepanjang itu pulalah kita akan terus rempong!
Nggak akan pernah ada akhirnya. Nggak ada ujungnya. Satu-satunya cara untuk melepaskan diri dari klaim benar/salah ala menurut-menurut itu, ialah kembali meletakkan statuta, ayat, sebagai landasan kesepahaman bersama (common sense between you and us) dengan niatan membangun sebuah lembaga bersama dan strukturnya yang murni untuk menjadi wadah bersama.
Niatan, ya ini kuncinya. Kalau sedari awal niatannya mengutak-atik statuta hanya untuk menggolkan kepentingannya sendiri, maka itu akan terus jadi lingkaran setan. Tapi kalau niatannya murni untuk menegakkan lembaga sebagai wadah bersama yang penting, lalu harus ada struktur yang mengurusnya, yang berdasarkan pada statuta, AD ART, atau ayat sekalipun, niscaya kita akan enak memainkan bola di lapangan.
Begitulah kita, sulit banget untuk tampil ke pentas dunia bukan karena fisik kita pendek, kalah dibanding orang Eropa, tapi karena kita sibuuukkkk banget sama politik-politiknya, menurut-menurutnya, sehingga kita nggak kunjung bisa main bola dengan murni asah skill. Rafael itu kan kecil, Messi juga, Park Ji Sung juga, Da Silva juga, standar ukuran tubuh kita, tapi mereka bisa main bola sedemikian bagusnya karena telah sejak lama mereka main bola. Jadi, nggak ada alasan kita nggak bisa bersaing dengan pemain-pemain Eropa hanya karena fisik.
Dan, sadarkah Anda, bahwa ternyata kebiasaan kita rempong dengan statuta yang menurut-menurut ini juga terjadi dalam cara beragama kita sehari-hari?
Posisi statuta PSSI itu kan sama perannya dengan ayat dan hadits dalam agama Islam. Statuta itu adalah teks idealnya, landasan bersama, persis ayat-ayat sebagai ajaran ideal sebagai landasan bersama. Itu berarti semestinya kita takkan pernah ribut apalagi berantem jika kita sama-sama menghormati ayat itu. Soal cara paham dan tafsir kita beda, itu wajar sajalah karena isi kepala kita juga tak pernah sama. Tetapi yang sangat penting agar perbedaan paham dan tafsir itu tidak menjadikan kita rempong berantem mulu ialah menghormati pemikiran orang lain yang berbeda. Ya, menghomati perbedaan itu. Bukan menyebutnya sesat, salah, apalagi kafir. Lantas dipaksa-paksa untuk ditarik ke pahamnya sendiri yang dinyatakan benar, surga, dan Islam beneran.
Emangnya adakah orang yang benar-benar berani menjamin bahwa pahamnya itu yang benar, sebagaimana dimaksudkan Tuhan dalam ayat-ayat-Nya, sehingga yang berbeda dengannya itu salah, dan karenanya harus dibenarkan seperti pahamnya?
Kalau ada yang berani menjamin, acungkan jempol kedua tangan dan kakinya sekaligus….!
Emangnya elu udah diangkat jadi wakil Tuhan gitukah? Kapan? Dimana? Bagaimana prosesnya? Sama saja, saya, dia, dan kamu sepenuhnya bukan siapa-siapa untuk menyatakan diri sebagai wakil Tuhan. Kita semua sama-sama hanya mampu berusaha memahami maksud-Nya dari ayat-ayat-Nya dengan menggunakan berbagai metodologi ilmu pengetahuan, yang hasilnya kemudian kita pegang sebagai prinsip hidup kita dalam berislam, yang kondisi tersebut juga dialami orang dan kelompok lain.
Realitasnya begitu.
Lha kok masih rempong mulu ngatain Valentine itu haramlah, kafe itu bejatlah, facebook itu sesatlah, belajar filsafat itu buruklah, shalat model begitu salahlah, dan sebagainya?
Ini sama saja kita masih kayak PSSI, yang terus-menerus meributkan statuta, yang ujung-ujungnya untuk menjatuhkan kelompok lain di luar kelompoknya, demi mengangkat kelompoknya sendiri.
Sama persis kita rempong banget memperdebatkan halal/haram dan benar/salah terhadap ayat-ayat Tuhan, yang ujung-ujungnya bertujuan menjatuhkan kelompok lain, demi melambungkan kelompoknya sendiri.
Tentu saja, ini hanya akan terus menjadi blunder beragama kita. Akibatnya, kita terus terjebak pada perdebatan kusir tanpa akhir, sampai-sampai kita lalai untuk membangun akhlak kita masing-masing, yang ternyata akhlak itu merupakan tujuan utama kerasulan Muhammad Saw. Jelas to, innama bu’isttu diutammima makarimal akhlak, sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia, kata Rasulullah Saw., merupakan tujuan utama segala macam statuta Islam yang terwakili dalam al-Qur’an dan hadits nabi itu.
Ironis sekali, sangat amat sangat, di kala orang-orang lain yang non-muslim telah intens membangun etika global, yang terwujud dalam tingkah-laku kesehariannya yang sangat memuliakan orang lain tanpa sekat perbedaan paham apa pun, eehhhh kita masih rempong dengan halal/haram dan benar/salah Valentine dll. Ingat selalu, kerempongan halal/haram dan benar/salah itu hanya akan selalu memicu sesat-menyesatkan, kafir-mengkafirkan, yang itu jelas sangat-sangat-sangat-sangat-sangat-sangat-sangat-sangat-sangat tidak mencerminkan akhlak karimah.
Lalu (sungguh getir saya untuk menuliskan pertanyaan akhir ini) jika benar-benar demikian adanya kita dalam berislam, bukankah mereka yang non-muslim, yang menjunjung tinggi etika global itu, sebenarnya jauh lebih Islami, lebih berakhlak karimah tingkah-lakunya dibanding kita yang mengaku membela dan memperjuangkan Islam tetapi kurang berakhlak karimah?
Lemessss….
Jogja, 15 Pebruari 2012
0 Komentar untuk "BERISLAM KOK MENURUT-MENURUT YANG REMPONG, KAYAK PSSI AJA…"

Back To Top