Rapor ini saya tulis dalam keadaan sadar; sadar
bakal banyak jamaah Felix yang gedek, lalu (seperti biasanya) ngejudge
saya liberalis, JIL, atau Syi’ah, dan ujungnya dikafirin. Tetapi,
tulisan ini tetap harus saya tuliskan dengan utuh, dalam rangka bersikap kritis
atas rasa nyesek saya melihat tampang Islam ala sosmed yang kian “dangkal,
gampangan, galak”, di kalangan anak-anak muda yang tak berkesempatan nyantri
dan sekolah Islamic Studies yang intensif.
Saya saranin panjenengan baca tuntas
tulisan ini, lalu monggo direnungkan. Tulisan ini panjang, jadi sediakan
waktu luang, jangan menyimpulkan sepenggal-sepenggal.
Pertama, khilafah. Kita tahu Felix adalah pejuang
khilafah (pemerintahan Islam) di Indonesia. Di bio Fans Page-nya,
dengan terbuka ia menuliskan hal itu. Ia berdiri sejajar bersama kelompok HTI
di sini. Setidaknya, secara ideologis. Gerakan ini bisa diurai dari Ikhwanul
Muslimin, Mesir.
Ia pernah menulis begini: “Nasionalisme itu tak
ada dalilnya, lebih jelas membela Islam, jelas dalil dan pahalanya.”
Ia pun pernah mengaplod sebuah video di Youtube
yang menyajikan forumnya tentang khilafah. Dengan bersemangat, ia
menyimpulkan bahwa menegakkan khilafah itu kewajiban bagi umat Islam. Ia
mengutip beberapa ayat tentang politik Islam, juga sejarah Ottoman. Meski ia
tampak tidak menguasai Ilmu Nahwu lantaran salah baca harakat slide Arab
gundul yang ditayangkannya, juga “salah ingat” ketika mengatakan bahwa pengarang
kitab Al-Muwattha’ yang merupakan salah satu dari Kutub al-Tis’ah
adalah Imam Syafi’ie, padahal aslinya adalah Imam Malik bin Anas, kepiawaiannya
berolah kata sebagai public speaker berhasil membius ratusan orang di
forum itu. Ya, orang-orang yang pasti tak bisa baca kitab gundul juga.
Perlu Panjenengan sekalian
ketahui bahwa tak ada sepotong ayat pun dalam al-Qur’an, juga hadist Rasul,
yang memberikan panduan legal-formal sistem pemerintahan Islam. Yang ada adalah
ayat-ayat “prinsip etik” bagaimana sebuah sistem pemerintahan itu dijalankan. Musawah
(persamaan), syura (musyawarah), ta’awun (tolong-menolong), dan ‘adalah
(keadilan), hanya itu prinsip-prinsip etiknya. Selebihnya, mekanisme teknis
diserahkan kepada setiap umat, tentu berdasar zaman dan tempat hidupnya. Mau pakai
monarki ala Ottoman atau demokrasi ala Indonesia, tidak ada petunjuk legal-formalnya
sama sekali.
Felix juga kudu mencermati sejarah Rasulullah
dalam memimpin Madinah. Tidak ada satu pun hadits yang mengatakan bahwa
kepemimpinan Rasulullah di Madinah itu adalah praktik kekhalifahan
(kenegaraan). Istilah khalifah sebagai fa’il dari khilafah
yang berupa masdar, baru muncul sepeninggal Rasulullah. Khulafaur
Rasyidin disebut khalifah oleh masyarakat setempat BUKAN karena
menjalankan sebuah sistem Negara Islam, tetapi semata sebutan fungsional dalam
bahasa Arab yang menunjuk pada pemimpin itu.
Tentu, kewajaran belaka dalam sebuah komunitas
harus ada pemimpinnya. Demikian pula yang terjadi di tanah Madinah kala itu.
Sebab kondisi sosial-kultural masa itu adalah Islam, maka wajar saja bila
aturan-aturan sosial-kemasyarakatan yang dijalankan saat itu adalah Islam.
Tetapi, tetap saja harus ditegaskan bahwa hal itu bukanlah representasi legal-formal
pemerintahan Islam yang harus dijalankan sepanjang zaman dan tempat.
“Antum a’lamu biumuri dunyakum,” sabda
Rasul. “Engkau lebih tahu tentang urusan duniawimu.”
Dalam literatur keislaman salaf maupun
kontemporer, isu tentang khilafah ini juga berada dalam posisi minor.
Hanya ada sosok Abul A’la al-Maududi sebagai top leader-nya yang pernah
menuliskan garis-garis besar haluan (GBHN) Negara Islam. Sistem khilafah
yang benar-benar legal-formal baru muncul di era Umayyah. Aslinya, sistem khilafah
masa itu lebih tepat disebut monarki. Monarki yang dijalankan berdasar asas
syariat Islam. Kondisi ini terus berlanjut hingga era Abbasiyah dan Ottoman (Utsmaniyah).
Catat di sini bahwa sepeninggal Rasulullah pun,
para khalifah penggantinya (4 sahabat) tidak menjalankan kepemimpinan
Islam dengan sistem monarki. Bila panjenengan membaca sejarah bagaimana transfer
kekuasan terjadi sepeninggal Ali bin Abi Thalib, yang sempat digantikan oleh
Hasan bin Ali, serta kemudian memantik peristiwa Karballa yang merenggut nyawa
Husein bin Ali, ke tangan Mu’awiyah bin Abu Sufyan, semua itu berjalan dalam “ranah
politik” murni, bukan agama.
Sampai di sini, perintah menegakkan khilafah
sama sekali tidak memiliki landasan normatif (ayat dan hadits) dan historisnya.
Inilah yang melandasi sikap kooperatif kubu
Islam di hadapan kubu Nasionalis dari founding fathers kita dulu, yang
dimotori M. Natsir, Agus Salim, Mohamad Roem, hingga Hasyim Asy’ari dan Ahmad Dahlan
(orang-orang yang pastinya ahli ilmu agama dan umum dong), untuk menerima
Pancasila sebagai dasar Negara Indonesia, bukan Syariah Islam. Bagi mereka,
Pancasila sudah sangat Islami karena sudah berlandas pada “prinsip etik” ajaran
politik Islam, sehingga harus diterima oleh umat Islam Indonesia
Kedua, tentang Syi’ah. Anak-anak muda muslim dan
muslimah kini begitu doyan menjadikan sebutan Syi’ah sebagai sebuah keburukan
dan kesesatan tanpa pilah pilih.
Mari teliti sejarah lahirnya Syi’ah. Syi’ah sejatinya
telah ada sejak berpulangnya Rasullullah, yang diisi oleh para sahabat yang
meyakini bahwa penerus Rasulullah haruslah dari Ahlul Bait, dalam hal ini Ali
bin Abi Thalib. Kaum Syiah pembela Ali ini kian menguat sikapnya sepeninggal Ustman
bin Affan. Sebagian faksi Syi’ah ini bahkan sampai pada level “menuhankan Ali”
dengan mengkafirkan Abu Bakar, Umar, Ustman,
dan siapa pun yang dituding “mengambil hak” Ali untuk menjadi pemimpin penerus
Rasulullah, yang sikap itu ditentang oleh Ali sendiri, .
Saat Ustman bin Affan terbunuh, sepupunya di
Suriah, Mu’awiyah bin Abu Sufyan yang memiliki massa militer dan politik besar,
menuntut Ali untuk menyerahkan pembunuhnya. Bila tidak, maka Mu’awiyah akan
memasuki Madinah. Para sahabat Madinah berang dengan ultimatum itu. Mereka
bersiap “menyambut” pasukan Mu’awiyah (belum Umayah).
Di tengah situasi genting inilah, Ali membuat deal
dengan Mu’awiyah, yang di antara isinya ialah menyerahkan tongkat kepemimpinan
umat Islam ke tangan Mu’awiyah sepeninggalnya kelak. Di antara sahabat kecewa
atas sikap politik Ali ini. Sebagian dari mereka memilih keluar dari kubu Ali sebagai aksi protes dan
dikenal dengan nama Khawarij yang memang radikal.
Salah satu ciri Syi’ah secara teologis ialah
menolak semua hadits yang tidak diriwayatkan oleh Ahlul Bait. Abu Hurairah,
misal, yang riwayat-riwayat haditsnya banyak diambil sebagai hadist shahih,
ditolak oleh kubu Syi’ah, meski dalam perkembangannya mengalami perubahan-perubahan pula. Namun, penting dicatat segera di sini, bahwa sebagian
hadist shahih yang diriwayatkan oleh kaum Syi’ah diterima oleh Bukhari dan
Muslim.
Penting pula dimengerti bahwa di dalam
tubuh Syi’ah itu sendiri terdapat begitu banyak faksi. Ada faksi yang sangat
radikal, yakni Syi’ah Rafadhah. Ada pula faksi yang sangat besar dan intelek,
yang melahirkan mazhab fiqh sendiri, yakni Syi’ah Zaidiyah. Faksi ini lebih concern
pada kemazhaban, dan tidak sibuk dengan urusan kafir-mengkafirkan.
Di masa Fathimiyah, yang mendirikan Universitas
al-Azhar, mazhab Syi’ah inilah yang dipakai, sebelum kemudian diganti oleh
Salahuddin al-Ayyubi menjadi beraliran Sunni. Tetapi, dulu, Mazhab Syi’ah
Zaidiyah ini diajarkan di sana. Bahkan, mazhab ini juga masih diajarkan
berjejer dengan mazhab-mazhab fiqh lainnya hingga kini di banyak universitas
dunia sebagai kajian komparatif.
Jadi, catat, Syi’ah pada mulanya lahir sebagai
“faksi politik”, lalu sebagiannya berkembang menjadi sebuah aliran mazhab dalam Islam.
Syi’ah tak patut untuk digebyah uyah sebagai keseluruhannya sesat (sama
halnya dengan kubu aliran lain apa pun), sebab secara teologis ada pula
kelompok Syi’ah yang sejatinya sama dengan Sunni; sama-sama sebagai sebuah aliran
teologis, sama-sama bagian dari Islam.
Lalu, di sini, di tangan muslim awam umumnya,
Syi’ah dipuklul rata sebagai sesat, bahkan kafir, bukan bagian dari Islam.
Memang benar bahwa sebagian ritual Syi’ah ada
yang berbeda dengan ritual Sunni yang kita anut di sini dan di banyak negara
berpenduduk muslim lainnya. Tetapi, dalam ranah apa pun, perbedaan akan selalu
ada dan tidak perlu dibesar-besarkan, bukan? Mengurai itu tentu akan butuh
penelitian khusus yang intensif. Syi’ah begitu populer di Irak dan Iran,
misalnya. Mungkin, bila panjenengan lahir dan hidup di Iran, panjenengan
dengan sendirinya akan menjadi penganut Syi’ah. Bukankah mayoritas kita dalam berislam
dan bermazhab mewarisi siapa orang tua kita, ya?
Kita di sini lalu gampangan mengatakan Syi’ah
itu sesat, bukan bagian dari Islam, secara gebyah-uyah, sebab mayoritas kita memang tak paham peta sejarah
dan teologis ini. Sebab yang ada di cakrawala Islam kita hanyalah Islam Sunni,
plus keawaman itu, jadilah yang berbeda dengan Sunni cenderung mudah divonis
sesat. Demikian faktanya.
Ketiga, Islam liberal. Di sini, kian ke sini, istilah Islam liberal seolah merupakan hantu buruk rupa yang wajib dijauhi. Betapa mudahnya anak-anak muda yang awam studi akademik Islam itu menyebut Islam liberal sebagai sesat, bahkan kafir. Dan, Felix berada di rel yang sama dalam memperlakukan istilah liberal ini.
Baiklah, mari cermati ini. Kita semua tahu,
termasuk Felix dan Reza, bahwa Islam itu terbagi jadi dua: unsur normativitas
(dalil-dalil) dan unsur historisitas (kesejarahan, kezamanan).
Al-Qur’an dan hadits pun, bila panjengan
tahu ilmu asbab al-nuzul dan ilmu asbab al-wurud untuk hadist, sebagiannya
merupakan respons Allah dan RasulNya terhadap realitas zaman yang terjadi di
tanah Arab, tempat diturunkannya kedua sumber utama Islam itu. Artinya, di
dalam normativitas Islam termuat historisitas. Dalam ilmu Musthalah Hadits,
misal, ada kaidah bahwa hadits ada yang bersifat qaulan (ucapan), fi’lan
(perbuatan), dan taqriran (penetapan) Rasulullah.
Dalam kitab al-Ilm fi Ushul al-Fiqh
karangan Abdul Wahhab Khallaf, sebuah kitab primer di pesantren-pesantren, suatu
hari Rasulullah mengutus Mu’adz bin Jabal ke Irak untuk berdakwah. Beberapa
masa kemudian, sekembalinya ke Madinah, Mu’adz melapor pada Rasulullah bahwa di
Irak ia mendapat pertanyaan dari masyarakat setempat tentang sebuah hukum yang
Mu’adz sendiri tak pernah tahu statusnya dari Rasulullah. Lalu, karena zaman
itu belum ada gadget, Mu’adz berijtihad memutuskan status hukum itu.
Beliau menanyakan kepada Rasulullah tentang sikapnya itu, dan Rasulullah membenarkannya
mengambil langkah itu.
Inilah yang di kalangan ulama Ushul Fiqh (Ilmu
tentang metodologi pembentukan hukum Islam/fiqh) disebut-sebut sebagai ijtihad
pertama dalam sejarah Islam yang terjadi di masa Rasul masih sugeng.
Terlihat dari i’tibar ini bahwa wajah hukum
Islam tidaklah sama karena perbedaan realitas sosial-kultural antara Madinah
dan Irak, yang relatif dekat. Apalagi wajah Islam Madinah dengan Indonesia.
Dalam studi akademik Islam, inilah yang lazim
disebut kontekstualisasi Islam; berkesesuaiannya dalil-dalil Islam dengan
realitas masa dan tempat hidup umat Islam. Maka, Islam ala Arab tidaklah harus
dijiplak habis-habisan oleh umat Islam Indonesia, misal, lantaran pada sebagian
fenomenanya tidaklah sesuai.
Apakah ini berarti bahwa wajah hukum Islam akan
terus berubah?
Iya. Tepatnya, berdinamisasi. Dinamisasi hukum Islam
ini hanya pada hal-hal yang sifatnya mu’amalah, bukan ‘ubudiyyah.
Shalat Subuh di Masjidil Haram Mekkah yang dua rakaat akan selalu sama dengan
shalat Subuh di masjid Bantul atau masjid di dekat Gua Pindul Gunung Kidul yang
juga dua rakaat. Ini ‘ubudiyyah.
Makan kurma atau memelihara jenggot yang di
Arab sangat subur tidaklah harus diikuti oleh umat Islam Indonesia, sebab kurma
sulit dan mahal di sini, serta gen kita tidak “murah hati” pada jenggot. Ini mu’amalah.
Wujud hijab sebagai penutup aurat di Arab yang berkurung lebar, bahkan
sebagiannya ditambahin cadar, tidaklah harus ditiru atas nama apa pun oleh
muslimah Indonesia, sebab keduanya memiliki kultur yang berbeda.
Inilah kontekstualisasi dalil-dalil Islam;
pembumian dalil-dalil Islam dengan realitas hidup umatnya. Dan, catat,
kontekstualisasi ini secara epistemologis berbeda dengan liberalisasi Islam.
Secara epistemologis, kontekstualisasi Islam ialah
“sekadar” upaya menyelaras-sesuaikan ajaran Islam dengan realitas hidup sebuah
masyarakat. Membumikan, menyambung-kelindankan, menjadikannya spirit/ruh
perilaku masyarakat setempat. Tentu, di dalamnya dibutuhkan tafsir yang
dinamis.
Liberalisasi Islam, secara epistemologis,
adalah gerakan menafsirkan atau memahami dalil-dalil Islam dengan semangat progresif
berkebebasan.
Perbedaan paling mencolok di sini ialah bila
kontekstualisasi Islam menjadikan dalil sebagai hierarki nomor satunya dalam
spirit menafsirkan sesuai realitas zaman dan tempat, maka Liberalisasi Islam “cenderung”
mendahulukan kekuatan nalar di atas normativitas itu.
Tak heran, dalam beberapa tafsirnya, Islam
Liberal memang terlihat mengejutkan kalangan awam. Ya, dalam sebagainnya lho,
dalam sebagian lainnya tidak. Misal, tafsir liberalis bahwa wine yang notabene
mengandung zat yang memabukkan itu halal dengan menimbang unsur manfaatnya. Memeluk
lawan jenis non muhrim itu boleh dalam kaidah qiyashi terhadap ajaran idkhal
al-surur (menyenangkan orang lain). Ini beberapa contoh tafsir baru kaum
liberalis yang mengejutkan kaum awam, yang juga tidak diamini oleh kaum
kontekstualis.
Maka, sepatutnya, ke depan, kita hanya perlu lebih
jeli dalam menimbang sebuah “fatwa” itu apakah layak kita terima atau tidak,
sesuai atau tidak dengan konteks realitas hidup kita. Plus, yang tak kalah
pentingnya, menjadikan maqashid al-syar’ie (tujuan pokok hukumnya)
sebagai landasannya (nanti saya bahas khusus hal ini).
Sungguh menjadi ironi bila segala apa yang “baru”,
disebut liberalis dalam artian sesat dan kafir. Menyedihkan sekali ini. Parah
lagi sedihnya bila judge ini distigmakan oleh Felix yang banyak
jamaahnya, sehingga otomatis jamaahnya yang awam akan mengamininya tanpa ampun.
Jadi, Felix harus mengerti betul peta ini;
bagaimana kaidah metodologis dalam memperlakukan dalil-dalil yang “teks mati” dan
tak bakal bertambah lagi di hadapan realitas zaman yang “manusia hidup” yang
akan terus bergerak. Felix perlu pula membaca biografi Imam Syafi’ie, misal,
yang menerbitkan Qaul Qadim untuk kemudian dilengkapi dalam Qaul
Jadid, sebagai bukti empirik betapa imam hebat sekaliber beliau pun memiliki
spirit tafsir kontekstual seiring perpindahan realitas hidupnya.
Keempat, maqashid al-syar’ie. Di kalangan pelajar
atau ahli Ushul Fiqh, maqashid al-syar’ie ini menjadi “ibu” dari segala
penyimpulan hukum Islam (al-asas fi istinbath al-hukmi al-islami).
Sebuah hukum baru timbul selalu karena dua hal: fenomena baru dan landasan
normatifnya (dalil). Dalil sampai akhir zaman akan tetap begitu adanya. Mabni.
Alias tetap. Di dalam setiap dalil, terkandung maqashid al-syar’ie. Ia
juga mabni, alias tetap. Tetapi, catat segera di sini, maqashid al-syar’ie
itu adalah spirit atau tujuan pokok yang dikandung sebuah dalil.
Misal, ayat tentang menghormati orang tua.
Ayatnya begini, “Janganlah kamu berkata uuhh pada kedua orang tuamu.”
Penafsir yang memegang metodologi tafsir yang baik, Ushul Fiqh itu, harus
mencari tahu dulu apa gerangan maqashid al-syar’ie dari ayat ini. Oke,
sebutlah maqashid al-syar’ie-nya adalah “dilarang berkata kasar pada
orang tua”. Inilah yang harus selalu
dipegang oleh setiap penafsir.
Di sisi lain, kita mengerti bahwa etika itu relatif
aktualisasinya dalam banyak adat masyarakat. Boleh jadi seorang anak biasa
berkata “Bro” pada ayahnya, dan itu diterima sebagai etik oleh kedua orangnya,
maka itu tak perlu disebut melanggar ayat itu. Tetapi boleh jadi dalam sebuah
keluarga, salaman dengan tidak mencium tangan orang tua dianggap lancang, maka itu
berarti pelanggaran terhadap maqashid al-syar’ie itu.
Perhatikan dengan detail di sini, bahwa yang
paling pokok ialah menegakkan maqashid al-syar’ie itu, bagaimana caranya
agar ia terpelihara, sedangkan remah-remah teknisnya bukanlah masalah untuk
berbeda antar satu wilayah dan masa dengan wilayah dan masa lainnya. ‘Illah
al-hukmi-nya pegang, selebihnya biarkan dinamis bentuknya.
Tafsir dinamis apa pun bila esensinya menabrak maqashid
al-syar’ie ini, maka ia tidak layak digugu. Sebaliknya, tafsir Felix pun yang
begitu sibuk dengan remah-remah teknis yang notabene alamiah untuk
berbeda-beda sebab kejamakan realitas masyarakat, sampai menyulitkan hidup
kita, dan apalagi ternyata bukanlah esensi dari sebuah ajaran atau dalil (maqashid
al-syar’ie) itu, ya tidak perlu didapuk.
Selfie, misal. Hari ini tak ada seorang pun yang
tidak memiliki gadget. Dan setiap gadget selalu ada kameranya. Panjenengan
bakal jadi aktor Srimulat bila datang ke counter handphone, lalu mencari
handphone yang tidak ada kameranya sebab takut dosa karena tergoda selfie.
Come on, Felix, dengan memahami dulu maqashid al-syar’ie
setiap ajaran atau dalil, lalu didakwahkan secara membumi, hukum Islam akan
menjadi mudah diikuti kok. Yassir wala tu’ashshir, mudahkanlah dan
jangan mempersulit.
Baiklah, dalam fatwa Felix tentang selfie
itu, anggap saja ia sangat mengedepankan kehati-hatian. Agar hati tidak obah
jadi ujub, riya’, dan takabbur, sebab itu semua penyakit hati
yang berbahaya. Tetapi Felix juga harus fair dan proporsional bahwa
kehati-hatian tidaklah sama dengan paranoid. Bila semua laku kita sehari-hari
dibelenggu oleh kehati-hatian agar tak ujub, riya’, dan takabbur,
yang itu berarti poinnya adalah tentang niat di dalam hati, maka berhentilah
kita menulis, ngetwet, tampil di podium, sebab khawatir hati jadi goyah, jadi ujub,
riya’, dan takabbur. Berhentilah bersedekah sebab khawatir hati jadi
sombong di hadapan dhuafa yang menerimanya.
Ini bukan lagi kehati-hatian, tetapi paranoid;
kafa Sigmund Freud, itu adalah kondisi neurosis pengidap masalah jiwa. Sorry
to say. Demikian pula dalam fatwa Felix tentang keharaman televisi.
Akan lebih bijak bila dalam konteks kehati-hatian
agar hati tidak ujub, riya’, dan takabbur ini, cukuplah Felix
menyandarkan pemahamannya pada hadits, misal, “Siapa yang di hatinya ada
sebesar biji zarrah dari kesombongan, maka ia tidak berhak atas surga Allah.”
Hadits ini bisa diurai begini bila menggunakan metodologi ilmiah Ushul Fiqh: maqashid
al-syar’ie-nya adalah jangan pernah sombong dalam hal apa pun.
Pelaksanaannya bagaimana? Biarkan umat personal yang mencernanya. Sebagai
sebuah geliat hati berupa niat, ya itu sangat privat. Yang penting, sebagai
ustadz yang menegakkan jalan dakwah, ente sudah menyampaikan bahwa Allah
membenci orang sombong.
Saking pedulinya saya sama ente, saya
sungguh cemas lain hari ente akan mengharamkan traveling, outbound,
internet, otomotif, gethuk, tiwul, dll., sehingga suatu kelak Indonesia
ini akan hidup di abad pertengahan bersama kaum Khawarij, sementara
bangsa-bangsa lain sudah pelesiran ke bulan dan Mars.
Kelima, komodifikasi. Hari ini, komodifikasi
merupakan strategi marketing yang sangat ampuh, yang karenanya didaku
oleh banyak orang dan perusahaan besar. Komodifikasi ialah “bisnis” alias
jualan sebuah produk, boleh barang atau konsep, dengan dilabeli nilai-nilai agama.
Intinya ya jualan itu, bisnis itu. Biar lebih mencengkeram hati segmen yang
disasarnya, dikemaslah ia dengan label-label Islam. Orang awam akan mangap
dan menelannya begitu saja, dengan sugesti bahwa inilah yang dikehendaki oleh
Allah dan RasulNya. Bila panjenengan jalan-jalan ke Mekkah, lihatlah di supermarket
Bin Daood, misal, betapa cerdasnya brand Coca Cola melakukan komodifikasi
ini dengan menuliskan merek Coca Cola dalam bahasa Arab, sehingga bagi jamaah
umrah/haji yang awam, yang faktanya itu adalah mayoritas, ia dianggap minuman buatan
Mekkah yang sama berkahnya dengan Zamzam.
Dalam sebuah presentasi di kelas doktoral yang
mengangkat tema Komodifikasi Agama ini, saya sampai pada kesimpulan bahwa
sebagai sebuah strategi marketing, komodifikasi itu hebat banget, tetapi
sebagai sebuah pertanggungjawaban moral muslim, itu tega banget. Itu adalah pembodohan
umat.
Beberapa waktu ini, kita dijejali dengan slogan
bernama Hijab Syar’ie. Hijab yang secara maqashid al-syar’ie untuk
menutupi aurat bergeser menjadi fatwa-fatwa marketing Hijab Syar’ie ala
komodifikasi: sebuah model hijab yang didesain sedemikian rupa, sehingga “efek fiqh-nya”
adalah siapa pun muslimah yang tidak mengenakan hijab demikian belumlah
sempurna ia menunaikan kewajibannya menutup aurat. Belum sempurnalah
kemuslimahannya.
Bila fiqh menutup aurat ini dikembalikan
kepada Mazhab Syafi’ie, misal, jelas bahwa aurat wanita adalah seluruh tubuhnya
kecuali wajah dan telapak tangannya. Sudah. Kalau mengikuti mazhab lainnya,
misal Hanafi, batasannya sedikit lebih longgar.
Tidak ada kaitan sama sekali antara kewajiban
menutup aurat bagi muslimah dengan kewajiban mengenakan hijab model begini dan
begitu itu. Nggak ada blas! Yang penting sudah sempurna menutup aurat,
ya sudah cukup. Di Topkapi, Istanbul, sampai hari ini masih menyimpan jubah
Fatimah, putri Rasulullah, yang bentuknya biasa saja. Tidak aneh-aneh, ora
ndakik-ndakik kudu menjuntai kanan-kiri dan begini begitu.
Sungguh messakke para simbok dan simbah
kita di kampung bila Hijab Syar’ie yang notabene tidak murah harganya
itu, sebutlah merek Alila milik Felix, dijadikan ukuran benar menutup aurat muslimah
yang dikehendaki oleh Allah dan RasulNya. Sungguh kasihan.
Efek lain dari komodifikasi Hijab Syar’ie yang
laris manis berkat fanatiknya orang awam pada fatwa rente ini ialah bermunculannya
turunan komodifikasi lainnya, mulai kaos kaki Syar’ie, sepatu dan sandal Syar’ie,
baju renang Syar’ie, dan entah kelak Syar’ie-Syar’ie apa lagi.
Tentu saja, Felix juga manusia biasa seperti
saya yang suka duit, karenanya ia berdagang bagai Rasulullah (sebutlah begitu),
itu sah-sah saja. Tetapi, sebagai idola umat, sewajibnya Felix memahami
kapasitas dirinya sebagai ustadz di satu sisi dan pedagang di sisi lain.
Membaurkan kedua pangkat itu, demi larisnya dagangan, sungguh sangat memilukan.
Memfatwakan sesuatu atas nama Syariat, tetapi efeknya menjadikan larisnya
sebuah dagangan, sungguh itu cara mengais nafkah yang tergopoh.
Keenam, terakhir, ilmu dan konsistensi. Seseorang
menjadi anutan umat, dan akan kian terhormat, bila memiliki kedalaman ilmu dan konsistensi
tinggi. Saya tidak berkepentingan untuk meragukan kapasitas Felix. Tidak, sama
sekali tidak. Namun saya hanya hendak mengatakan di sini bahwa seorang mufti
(pemberi fatwa) seperti yang kerap dilakukan Felix harus melandaskan fatwanya
selalu pada metodologi ilmiah ilmu pengetahuan yang kapabel: secara ilmu alat
tafsir (sebutlah ilmu Ushul Fiqh, Asbab al-Nuzul, Asbab al-Wurud, Nasakh
Mansukh, ilmu bahasa macam Nahwu, Sharf, Mantiq, dan Balaghah,
hingga ilmu muqaranah al-mazahib) dan secara ilmu umum (sebutlah
sosiologi, antropologi, hingga hermeneutika).
Felix hanya perlu menyadari bahwa fatwa-fatwanya
akan memiliki dampak kepada (setidaknya) jamaahnya, menjadi prinsip hidup,
kemudian perilaku. Apa jadinya bila sebuah fatwa dilahirkan dengan ugal-ugalan tanpa
memiliki landasan metodologis yang kuat. Yang terjadi bukanlah tuntunan hidup umat,
tetapi kegelisahan umat.
Dalam kitab Al-Luma’ fi Ushul al-Fiqh
karangan Abu Ishaq Ibrahim, disebutkan bahwa seorang mufti (kayak Ustadz
Felix) harus pula memenuhi syarat amanah dan terpercaya. Dalam bahasa kita,
ustadz pemberi fatwa haruslah memiliki konsistensi tinggi. Ini mencerminkan
betapa sangat tingginya derajat mufti yang bukan hanya pandai menarikan
jempolnya di atas gadget untuk kultwet, tetapi juga harus selalu
konsisten perilakunya agar patut digugu.
Bila manusia umum macam saya ini sukanya isuk
kedele sore tempe, Nakmas Bagus Felix ndak boleh lho begitu. Atas
nama kredibilitas ente yang harus konsisten sebagai seorang mufti.
Sebab fatwa ente akan diasup jamaah ente, jadi ente harus selalu
sahih konsistennya.
Ndak elok to, Felix, bila ente memfatwa
tivi haram tapi ente terima order untuk tampil di sana atas nama dakwah,
misal. Pun ndak jumawa to bila ente bilang selfie
itu mengancam hati tetapi ente ya selfie di Vatikan. Pun
menyedihkan saya lihatnya kala ente begitu heorik mencuci otak jamaah untuk
mendukung ideologi ente menegakkan khilafah di sini, sampai tega
bilang nasionalisme itu tak ada dalilnya dan pula tak berguna (masak sih harus
saya ajarin tentang ajaran hizbu al-wathan), tetapi ente menikmati
kewarganegaraan Indonesia dalam bentuk KTP dan passport lho.
Hormat dan maaf saya yang sebesar-besarnya
untuk panjengenganipun, Nakmas Bagus Felix Siauw, bila banyak mata
pelajaran dalam rapor ini yang masih berwarna merah. Tetapi, percayalah, saya
melakukan ini karena tiga hal belaka: pertama, selo banget, lalu kedua,
peduli banget sama anak-anak muda muslim/muslimah yang aslinya awam ilmu agama
tetapi begitu militan memperjuangkan hal-hal yang belum diketahuinya dengan
baik, dan ketiga, sebab saya merindukan ente, Felix, jadi
cendekiawan muslim yang sanggup menyumbangkan kesejukan dan kedamaian bagi
bangsa ini.
Kulo nuwun.
Jogja, 22 Januari 2015
Tag :
Kajian Agama,
Utak-utik Agama
456 Komentar untuk "SEBUAH “RAPOR” UNTUK FELIX SIAUW Oleh Edi AH Iyubenu"
«Oldest ‹Older 401 – 456 of 456 Newer› Newest»Makin terbukti kata Rosulullah SAW kalau manusia dibagi 3: Muslim, Kafir dan Munafikun :(
Alhamdulillah sudah membaca semuanya~~
Saya membutuhkan waktu cukup lama untuk menela'ah semua yang bapak tulis...
hm.. saya hanya ingin berterima kasih kepada bapak penulis yang telah menambah kepercayaan saya kepada islam.
dan dari tulisan anda saya menjadi yakin, yakin dan sangat yakin 100% akan kebusukkan, kerusakkan, kebathilan, dari pemikiran LIBERAL -_-
karena Allah telah berfirman bahwa haq dan bathil itu terpisah dalam surat (QS ath-Thariq [86]: 12-14) yang artinya:
"Demi langit yang mengandung hujan; demi bumi yang mempunyai tumbuh-tumbuhan. Sesungguhnya al-Quran itu benar-benar firman yang memisahkan (antara yang haq dan yang batil). Sekali-kali ia bukanlah gurauan."
sekali lagi terima kasih karena anda telah membongkar sendiri kebusukkan pemikiran Liberal yang anda emban. good job,. (y)
melihat tulisan anda ini saya jadi teringat surat (QS at-Taubah [9]: 9). yang artinya :
"Mereka menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit, lalu mereka menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka kerjakan."
menurut saya apa yang anda tulis ini adalah gambaran orang-orang yang menukar ayat-ayat Allah dengan harga murah seperti yang di firmankan Allah dalam surat at-Taubah [9]: 9 tersebut.
Alhamdulillah, Allah telah memperlihatkan kepada saya Kebathilan yang sesungguhnya lewat tulisan Anda.
Saya do'akan , semoga Allah membukakan pintu hati anda untuk kembali kepada jalan Kebenaran(Islam) - *tanpa embel2 Liberal
dan untuk Ustadz Felix Siauw :
Saya banyak-banyak terimakasih kepada Beliau(Ustd Felix) karena lewat lisan beliau (Video ceramah), status Fb dan tweet beliau, saya di pertemukan oleh Hizbut Tahrir.
Saya belajar banyak tentang Islam yang sesungguhnya didalam per-halqoh-an yang di bina oleh hizbut tahrir.
semangat terus Ustadz Felix,
ingatlah selalu surah Al-Fushilat 33 yang artinya :
“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal shaleh dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?”
(QS. An-Nahl: 125) artinya ;
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.
dan surat (at-Taubah: 111) yang artinya :
“ Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan syurga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan al- Quran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan Itulah kemenangan yang besar”.
untuk bapak penulis dan ustadz felix Siauw - dari saudarimu yang hanya ingin mengingatkan sebagai bentuk kewajiban sesama muslim yaitu amar ma'ruf nahi munkar.
sesungguhnya yang malam tidak akan menjadi siang, dan sudah tampak jelas antara yang haq dan yang bathil. jika nasionalisme baik dan bisa menyatukan umat islam seluruh dunia seperti zaman khulafa rsyidin tidak ada salahnya nya kita pakai dan adopsi, tapi jika tidak maka kita harus melirik kenapa zaman dulu umat islam bisa satu, satu kepemimpinan, satu wilayah, satu kitab dan satu tuhan. jika nasionalisme mampu menerapkan hukum allah secara kaffah apa salahnya kita pakai tapi jika tidak.? anda mesti bertanya kenapa dulu islam mampu diterapkan secara kaffah..
Al Musnid Al Allamah AL Arifbillah Habib Umar bin Hafidz BSA
..." manusia yg tidak mempunyai guru yg tersambung sanadnya dgn Rasulullah Saw , sungguh gurunya adalah setan..."
Jadi berhati-hatilah dalam memilih guru. Harus jelas backgroundnya dari mana, belajar agama dimana ? gurunya siapa ? sanad keguruannya dari siapa ?
Karena menurut ana tulisan pak edy ini sudah bagus, karena udah banyak di indonesia ini ustadz dadakan yang memang background dan sanad keguruannya blm jelas. Dan menyebarkan paham-paham berdasarkan logika mereka sehingga salah mengartikan maksud dari ayat yang di bicarakan. Teruskan pak edy. Insya Allah Kher.
Nda bener kalo main fitnah Ust. Felix begitu, yang di tanya kan mana dalil membela nasionalisme? ada nda? kalo ada buktikan
Maaf Saya Atheis....
Tapi saya Suka menjalankan Ajaran islam.. Karena saya tau islam mengajarkan menuju kebaikan....
Saya juga suka sekali Membaca Sejarah Islam Dan yang saya tau Nabi Muhammad diutus di dunia untuk Menyempurnakan Akhlak manusia Menjadi lebih bai,Dan bermoral...
Saya Juga sering Membaca persoalan2 yang menghinggapi umat islam di indonesia
Yang saya tau...
-Islam Mengajarkan Kebaikan
-Islam Itu Toleran
-Islam Tidak pernah mengajarkan radikalisme
-Bahkan saya pernah dengar nabi Muhammad pernah mengucap yang intinya.. Kalau ada dari kaumku yang menyerang kaum lain (Non Muslim) sedangkan mereka tidak memusuhi kita.. Maka akulah yang harus mereka hadapi lebih dahulu...
-Come on... Jangan mudah dipecah belah...
-Islam itu satu.... Menuju kepada kebaikan... Bukan menuju kepada golongan...
-jangan mudah dipecah belah
-Jangan Mudah Di adu domba soal Syi'ah, Sunni, Bid'ah dsb
-Dahulu Rasullullah berdakwah kepada Kaum Kafir... Lantas apakah Nabi Muhammad memusuhi mereka??? Itu salah satu contoh nabi dalam menjalankan ajaran Islam
JANGAN MUDAH DIPECAH BELAH
Pin 7D5FB2EA
Maaf Saya Atheis....
Tapi saya Suka menjalankan Ajaran islam.. Karena saya tau islam mengajarkan menuju kebaikan....
Saya juga suka sekali Membaca Sejarah Islam Dan yang saya tau Nabi Muhammad diutus di dunia untuk Menyempurnakan Akhlak manusia Menjadi lebih bai,Dan bermoral...
Saya Juga sering Membaca persoalan2 yang menghinggapi umat islam di indonesia
Yang saya tau...
-Islam Mengajarkan Kebaikan
-Islam Itu Toleran
-Islam Tidak pernah mengajarkan radikalisme
-Bahkan saya pernah dengar nabi Muhammad pernah mengucap yang intinya.. Kalau ada dari kaumku yang menyerang kaum lain (Non Muslim) sedangkan mereka tidak memusuhi kita.. Maka akulah yang harus mereka hadapi lebih dahulu...
-Come on... Jangan mudah dipecah belah...
-Islam itu satu.... Menuju kepada kebaikan... Bukan menuju kepada golongan...
-jangan mudah dipecah belah
-Jangan Mudah Di adu domba soal Syi'ah, Sunni, Bid'ah dsb
-Dahulu Rasullullah berdakwah kepada Kaum Kafir... Lantas apakah Nabi Muhammad memusuhi mereka??? Itu salah satu contoh nabi dalam menjalankan ajaran Islam
JANGAN MUDAH DIPECAH BELAH
Pin 7D5FB2EA
Menjurus ke point yang kelima (klimaks).
Mungkin mbesok bakalan ada brand baru, Vodka Syar'i
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, (Al Ahzab:70)
niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar. (Al Ahzab:71)
Hijab itu wajib bagi wanita muslim... Yang dimaksud kultur adalah pemakaian cadarnya.... Kayaknya artikelnya nyebutin gitu.... Di Arab itu wanita harus pakai cadarnya untuk melindungi dari dari laki2... Saya punya teman yang pernah kerja sebagai perawat jamaah haji... Ketika keluar ruangan otomatis pakai cadar dan harus ada pria yang mendampingi... Karena di Arab, wanita rentan thdp pelecehan seksual
Harus selalu ingat semboyan diatas langit masih ada langit.... Artinya manusia harus selalu belajar, jangan merasa paling pintar
Saya memang meragukan kemampuan ustadz yang suka muncul di televisi. Menurut saya, mereka adalah barang mentah yang dipoles dengan emas
Al Musnid Al Allamah AL Arifbillah Habib Umar bin Hafidz BSA
..." manusia yg tidak mempunyai guru yg tersambung sanadnya dgn Rasulullah Saw , sungguh gurunya adalah setan..."
Lanjutkan pak edi.
bedakan antara thariqah, uslub dan wasilah. twitter hanyalah wasilah (sarana) dakwah. uslub (cara), thariqah (metode). Jd, twitter tak jadi masalah. dakwah via FB, BBM, Wa pun tak masalah. wallahualam bishawab
Terima kasih atas artikel blog-nya. Quite a refreshing perspective.
Maap mas saya kurang setuju tentang hijab itu , hijab bukan penghias mas, hijab jg bukan pengganti rambut kan , hijab syar'i itu sederhana , ga mesti ribet ini itu , ga mesti dihias sedemikian rupa ,ga jg membentuk lekuk tubuh , lagian ustad felix ada benarnya tentang hijab itu , fungsi pakaian islam kan untuk melindungi si pemakai dari pandangan mata yg bukan muhrim , sementra hijab jaman sekarang itu malah semakin mengundang seseorang untuk nikmat memandang , orang awam yg kurang mengerti agama pun pasti percaya dg perkataan mas ini , perbedaan pendapat gausah d besar2kan apalagi dg menjudge ust felix salah , mas nya jg instropeksi setiap perkataannya :)
Mas... Edi. Setelah anda baca semua komentar... apa manfaatnya tulisan anda? gak ada mas.. yang ada hanya perang pola pemikiran...
pembahasan yang bagus, ilmiah, dan mencerahkan. apalagi klo bisa mencerahkan kulit agar terhindar dari penuaan dini. caranya... rajin minum susu pencerah kulit glucogen
lha nasionalisme emang gak ada dalilnya dalam al quran dan hadist, gitu aja ko repot..
http://glucogenbiocell.net/
Assalamu'alaikum...Bapak Edi
Dari beberapa tulisan bapak, mungkin saya komentari bahwa tulisan bapak bagus sekali, dan alangkah baiknya semua tulisan itu sebelumnya bapak berdiskusi dlu kepada ustad felix yang bersangkutan...
Bapak, kami paham NU, bukan kami tidak menghormati perjuangan dari KH. Hasyim As ari, bukan, melainkan tahu banget dengan perjuangan beliau pada masa penjajah dari sejarah, tapi apakah bapak masih belum mendengar mengenai ini :
Al-AHDU BIL JADIIDI Al-ASLAHI (Ambilalah yang Baru Yang Lebih Maslahat).
coba kita renungkan jika negeri ini yang bertahan dengan NKRI saja sudah seperti ini ahlaknya, seperti ini bobrok ahlaknya, Zina dihalalkan, korupsi dimana-mana,...
coba kita tengok di Madinah, disana mereka menerapkan Khilafah (kata ustad felix) tenntramnya seperti itu, itu kan enak kalau negeri kita ini disamakan dengan Madinah... ? Menurut mas edi gimana ? apakah mas edi tidak mau disamakan dengan madinah ??
aku paham mengenai perjuangan KH. Hasyim As'ari , tapi aku yakin Beliau sangat bahagia jika negeri tercinta ini akan banyak mengenal islam dan berahlak mulia,.. bukan begitu bapak edit..
Meskipun misalkan Khilafah yang dilontarkan mas edi itu tidak ada di beberapa refrensi, tapi setidaknya kita akan lebih baik ahlaknya, para remaja akan baik ahlaknya, dan juga mengenai fanatik kepada selfie... itu masih dalam tahap proses bapak edi, karena orang awam kalau tidak ditakuti seperti itu, khawatirnya mengentengkan,... jika mengentengkan maka khawatir melalaikan bapak edi...
Nunggu sampe Maret, nggak nongol2 haditsnya.... :(
Bro Amar: top
Itulah gunanya media sosial: menyampaikan sikap kritis tanpa perlu bertemu langsung orang yang dikritik, di saat yang sama dapat dibaca untuk dipahami semua orang--yang juga boleh mengkritisi isi tulisan tersebut. Itulah risiko tiap orang ketika menyampaikan pemikirannya ke khalayak ramai. Felix melakukan itu. Pak Edi juga melakukan itu. Fair-fair saja. Kalau Felix keberatan, tinggal balas dengan tulisan pembelaan diri, buktikan bahwa tulisan ini yg salah. Inilah jaman modern. Felix pun paham hal itu, makanya dia juga puya akun FB dan Twitter (sosmed yg 'konon' milik orang 'kafir').
ckckck adminnya keliatan goblok banget dari gaya nulisnya, dari awal juga emang uda kelihatan mw di arahkan kemana ini tulisan
Sudah terlalu banyak orang indonesia punya pemikiran dan pemahaman seperti Pak Edi ini, maka nya tugas ustadz felix adalah memperbaiki pemikiran dan pemahaman seperti bapak edy ini, aturan islam yang mengikuti hawa nafsu nya lebih cendrung pada kesesatan.Mudah - mudahan Pak Edy selalu dapat bertambah ilmunya dan dapat ditunjukkan jalan yang benar, amiin.
http://felixsiauw.com/home/tentang-selfie/
Mohon penulis untuk bisa baca ini
Ini baru tulisan dari orang yang ngerti, paham dan menguasai ilmu keagamaan....
Jelas, cerdas, bernas.... Tpi yg bisa memahami tulisan ini hanyalah orang2 cerdas dengan pemahaman ilmu yg cukup, bukan orang2 yg baru belajar agama satu dua bulan tpi sudah koar koar merasa paling benar.
Sy pikir tulisan ini sangat bagus dan sopan, kecuali bagi orang yang dihatinya ada keangkuhan, kesombongan, dan fanatik buta tanpa logika terhadap sebuah ajaran....
Orang berilmu akan berbicara dengan kejernihan akal pikiran, bukan dengan kemarahan.....
Kesalahan Felix Siauw adalah : sangat mudah mengeluarkan fatwa, padahal dalam ilmu Ushul Fiqih sangat dilarang seorang yg kapasitas ilmu agamanya terbatas mengeluarkan fatwa, hukumnya HARAM....
Banyak kok fatwa fatwa yang dikeluarkan Felix Siauw tanpa berpegang/berlandaskan Al-Qur'an dan Hadits, jadi terkesan ngarang ngarang, ini sangat berbahaya..... Klo ketemu orang wahabi salafi sy yakin beliau ustadz Felix akan habis dikafir kafirkan....
Kok kayak gini , jadi memancing umat saling bertikai ,. Zaman skarang ini sungguh susah untuk menyatukan umat , entah cara penyampaian nya yg salah atao orang2 nya yg kurang memahami , tapi inilah manusia dengan segala kelebihan dan kekurangan .
Di atas suruh baca buku MUI
trus di sini menghujat ''sampek kapan MUI di turuti trus''.
lah bahasa kasarnya (maaf) yang bego siapa ye ?
saya malah heran dengan anonim
kok GJ gitu
manusia bukan yak?
Astagfirullah saya berlindung dari orang yang lebih suka saling menjelekan dari pada mengkoreksi diri sendiei
yang membela syi'ah hanyalah orang-orang syi'ah....
yang jurusnya pade ngebohong, yang suka ngehina sahabat nabi n kerjaannye nyiksa diri di hari asy-syuro..
syi'ah BUKAN ISLAM udah jelas2 beda aqidahnya...
Buat Admin... saya minta ijin tuk mempelajari artikel anda... sangat bagus buat pembelajaran....
buat sahabat2 yang pada komen...saya ikut tersenyum aja dch atas semua unek2nya... PERLU SAHABAT2 INGAT. Apa yag kalian ucapkan semua itu hanya pada sisi historis islam dulu, dan bukan masa sekarang. jika kalian hanya memperdebatkan soal SUNNI itu benar, SYI'AH itu sesat, DLL...
SATU yang jadi catatan penting saya.. jika Negara kita ingin dijadikan sistem khilafah ya Monggo silahkan...tapi yang sabar mawoon, jangan memaksa2... Selama di Nusantara ini masih ada orang2 yang menjalankan tradisi dari para ULAMA2 seperti Simbah KH. Hasyim Asy'ari, Simbah KH. Cholil Bangkalan yang mengikuti ajaran para Wali Songo... buat HTI dn temen2nya ya jngan marah apalagi tidak terima kalau Negara kita akan selalu dalam ranah Pancasila dan UUD 45, karena munculnya Pancasila tidak lepas dari peran istikharah para Ulama' Kharismatik di Indonesia.
kerudung yang sempurna menutupi aurat itu harus diulur sampai menutupi dada kan ya pak edi, yang tidak membentuk lekuk tubuh gitu kan ya pak, ya gapapa juga mungkin bagus maksud ust felix supaya para wanita pakai baju sesuai dengan yang diperintahkan oleh Allah, eh sekedar informasi juga banyak kok yang pak edi bilang syar'i notabene tidak murah itu, malah lebih murah dari yang di sebut bukan syar'i... dan mereknya bukan cuma alila hehe dan kalo dilihat pun, memang bajunya sesuai dengan pakaian yang di perintahkan harus dikenakan oleh para perempuan di Alqur'an..coba liat dulu model bajunyaa pak edi..mirip juga ya sama baju fatima di topkapi yang justru gak banyak variasi..jangan bercanda ah pak edi hehehe oh iya saya bukan penjual baju syar'i, bukan juga team fanatik ust felix, dan masih suka selfie, gak maksud bela siapa2 juga hehe
Saya mualaf dan saya merasa tidak ada yg memalukan dalam tulisan ini. Tulisan ini cerdas dan logis, meski sayang banyak pembaca yg gagal paham karena terlalu fanatik atau parno. Saya sebagai mualaf malah lebih malu dengan sikap org2 muslim yg fanatik dan anarkis, juga yg menelan segala berita atau apapun bulat2 asal dilabelin agama.
Hidup daulah khilafah islamiyyah!! Baqiyah!! Semoga islam bersatu memerangi syi'ah dan kaum kapitalis serta sekuleris yg sembunyi di ketiak sebuah slogan 'humanisme'. !!
Daulah islamiyyah yes!! Isis yes!! Allahu akbar!! ( mau ente bilang khawarits kek, takfiri kek, bodo amat) isis tetap eksis dan makin jaya. Allahu akbar!!
Pak edi anda cerdas, awalnya bahkan saya sempat terkecoh seolah anda Sunni, e ee belakangan saya mengetahui anda pembela syi'ah dan liberal. Anda lebih memihak amerika daripada daulah khilafah islamiyyah ternyata. Ingat, kemerdekaat indonesia tdk diraih dg lemah lembut, namun jg melalui proses panjang, berdarah2 bahkan perang saudara. Menyembelih syi'ah yg memerangi Sunni bukanlah kejahatan, apalagi jika yg di sembelih isis adalah para pilot basyar assad yg sudah menjatuhkan bom bom kepada anak2 dan ibu2 di wilayah daulah islam. Saya tdk memvonis anda salah. Saya menganggap rapor anda baik2 saja, namun jika anda membawa judul felik siauw, alangkah bijak jika anda adu argumen dan adu ilmu dengan felix secara langsung. Itu baru gentlement. Bukannya ngoceh di dunia maya. Afwan katshira.
Apakah komentar saya ini akan anda hapus juga?.. akan saya lihat.
Pak edi anda cerdas, awalnya bahkan saya sempat terkecoh seolah anda Sunni, e ee belakangan saya mengetahui anda pembela syi'ah dan liberal. Anda lebih memihak amerika daripada daulah khilafah islamiyyah ternyata. Ingat, kemerdekaat indonesia tdk diraih dg lemah lembut, namun jg melalui proses panjang, berdarah2 bahkan perang saudara. Menyembelih syi'ah yg memerangi Sunni bukanlah kejahatan, apalagi jika yg di sembelih isis adalah para pilot basyar assad yg sudah menjatuhkan bom bom kepada anak2 dan ibu2 di wilayah daulah islam. Saya tdk memvonis anda salah. Saya menganggap rapor anda baik2 saja, namun jika anda membawa judul felik siauw, alangkah bijak jika anda adu argumen dan adu ilmu dengan felix secara langsung. Itu baru gentlement. Bukannya ngoceh di dunia maya. Afwan katshira.
Apakah komentar saya ini akan anda hapus juga?.. akan saya lihat.
Ketika umat islam dibodohi pemikirannya dengan liberalisme, tinggal tunggu azab dr Allah...Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali( agama )Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu ( masa Jahiliah ) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang- orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat- ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.( 103 )Dan janganlah kamu menyerupai orang- orang yang bercerai- berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang- orang yang mendapat siksa yang berat. (105 )
Kayaknta yang kepalanya dipenggal cuma 1 orang deh. :/
Hsrusnya ente yg belajar islam kaffah. Jgn separo2
Long life guru felix The redeemer.
Long life guru felix The redeemer.
Ealaahh.... yang komen kok malah luweh sangar ngene
Assalamualaikum. Mas Edi. Apa kabar? Semoga selalu sehat disana.
Sepertinya saya telat tempo hari. Sudah banyak yang memberi tanggapan disini. Saya pribadi setuju mas untuk khilafah bentuknya tidak harus seperti 'itu', tapi saya kurang setuju kalau demokrasi harus seperti 'ini'. Setau saya setelah baca-baca catetan soekarno, bukan interpretasi tulisannya, justru bentuk demokrasi ini yang ingin beliau hindari. Soal fiqihnya? Wah saya bukan anak pesantren mas. Tahu apalah. Mungkin mas edi bisa ngajarin saya soal itu. Saya lagi nyari mentor2 dari berbagai perspektif soalnya.
Itu aja, semoga mas edi sehat selalu. (Hati-hati dengan penghalalan 'pacaran'nya mas). Saya tau mas benar. Sayangya kebenaran seringkali diinterpretasikan untuk kepentingan. Biasalah, anak muda. Wkwkwk...
Saya cuman mau belajar mas, Islamnya Rasulullah Saw. yang benar itu bagaimana..
Wassalamualaikum.wr
Oh ya, saya senang lo baca komen-komen disini mas. Komen-komen yang mungkin ga bakal kita temuin beberapa puluh tahun tahun silam (iyalah, blom internetan). Sekarang banyak yang pro khilafah, pro hijab yang lebih tertutup, pro ga perlu pacaran tapi juga ga perlu taaruf ribetin, pro ekonomi syariah, pro anti-riba tanpa alasan cari nafkah. Mungkin mas, mungkin.. Kita para pemuda ini sudah sedikit lebih siap dibawa ke Islam yang "lebih' kaffah. Saya pun bersyukur dapet temen2 di kampus yang bisa sejalan, bahkan tanpa saya harus ikut organisasi apa-apa.
Kapan-kapan kalau ke jogja saya mau mampir ke rumah mas, kalau boleh, sekedar silaturahim.
Menurut saya sebaiknya pak edi menyampaikan langsung kritik tersebut kepada ust. Felix. Apalagi sesama penulis, bukan seperti rakyat kepada pemerintah yang memang prosesnya rumit dan berbelit-belit.maklumlah ust. Felix adalah seorang mualaf, ilmunya mungkin belum sebanyak dan sekaya pak edi yang sudah menjadi kandidat doktor di uin.
Kemungkinan Pak eddy ini berkeinginan agar syiah berkembang pesat di Indonesia. Semoga ummat Islam Indonesia semakin cerdas, sehingga tdk tertipu dengan orang2 yang pintar kebilinger yang tidak mau taat pada Al-qur'an dan Assunnah.
Muslim satuu dengan muslim yang lain itu mempunyai kewajiba untuk saling menjaga nama baiknya. alangkah baiknya jika saudara2 muslimku ini mau untuk menjaga perasaan satu sama lain.
muslim harus bersatu, muslim yang taat, muslim yang berserah diri, muslim yang hanya mengharapkan kehidupan akhirat.
Hahahhaaaa kumaha maneh weh ah @-}--
Justru Bahasa Sdr Edy ini sangat membius pembacanya dengan menggunakan bahasa bersayap yang sangat cerdas..mengkritisi Ust Felix Siaw seolah2 dengan bahaa yang sangat bijak dan halus justru maksudnya sangat Provokatid dan destruktif..Ust Felix Siaw di posisikan sbg seorang yg Paranoid, men-judge prilaku kekinian, tidak relevan dengan kondisi saat ini dgn dalih agama dll sebenarnya Sdr Edy selaku penulis saya sangat berterima Kasih krn sudah disarankan agar membaca dengan cermat oleh anda dan saya berasumsi bahwa justru anda pun melakukan Pen-Judge thd seseorang, mengambil fakta sejarah tdk relevan krn adanya interest yg tersembunyi dlm diri anda sendiri hingga anda secara halus dan seolah mampu menciptakan halusinasi pembacabahwa Islam yang di syiarkan oleh Ust Felix Siaw sdh tidak relevan utk saat ini dan itu sama saja Anda sebagai salah satu pelaku sejarah yg justru penghambat dan pengkerdilan nilai2 Syar'i dengan menggulirkan sepengal2 hadist yang kita tdk tau sanad dan perawi nya hasan atau Dloif..ironis, Justru Islamophobia lah esensi dari tulisan ini entah dipengaruhi oleh misi pribadi atau golongan, interest ataupun pesanan faktor krusial utk menciptakan kekuatan penyeimbang guna mendapatkan antusiasme masyarakat Indonesia spt yg lazim dilakukan bangsa koloni khususnya fakta historis bangsa ini spt Belanda yg menggunakan misi 3G ( Gold, Gospel, Glory ) serta Jepang dgn Misi 3A ( Jepang Cahaya Asia, Jepang Pemimpin Asia, Jepang Pelindung Asia ). Semuanya jelas dan nyata agar hiden agenda atau Grand desain utk mengerdilkan kekuatan serta akidah Ummat Islam di Indonesia berjalan mulus dan masif dan mengganti dengan budaya pop yang di agung2kan dan menjadi kebebasan hakiki seorang yang namanya manusia modernis. Naudzubillah Min Dzhaliq
Yg dituding belajar lewat Internet & yg menuding belajar lewat guru yg salah yg hanya mengandalkan logika,dari bahasanya jelas ini kelompok bibir sumbing makanya ngomongo ngelantur
Yg dituding belajar lewat Internet & yg menuding belajar lewat guru yg salah yg hanya mengandalkan logika,dari bahasanya jelas ini kelompok bibir sumbing makanya ngomongo ngelantur
Wah wah apalah daya saya yang masih awam akan agama ini, malah jadi berpikir bahwa rentetan tulisan Anda yang menunjukkan bakat Anda untuk bisa menulis naskah sinetron beratus-ratus episode ini, justru menunjukkan kalau Anda kurang bisa mengambil tindakan yang tepat dalam menyikapi kekurangsukaan Anda akan Felix Siauw. Bahkan masyarakat awam pun akan berpikir, jika Anda kurang suka dengan pemikiran2 yang diutarakan yang bersangkutan, kenapa tidak Anda hubungi Felix Siauw dan bicara empat mata dengannya? Kenapa Anda justru membuat tulisan seperti ini? Justru masyarakat malah berpikir kalau Anda sedang men-judge seseorang, dan menyiratkan kepada semua orang kalau Anda-lah yang benar, Anda-lah yang lebih berilmu dari Felix Siauw, Anda-lah yang tau segalanya. Kembali lagi ya, bukankah manusia itu tempatnya salah? Di dunia ini ada milyaran orang dengan pemikiran yang berbeda-beda, ribuan orang yang sedang memperjuangkan khilafah, apa Anda hanya akan men-judge Felix Siauw terutama terkait masalah tersebut? Jika Anda tidak setuju dengan perkara-perkara berkaitan tentang khilafah, hijab syar'i, dll yang diutarakan Felix Siauw, atau jika Anda berpikir Anda lebih tau yang benar seperti apa, kenapa tidak membicarakannya dengan orang yang bersangkutan sebagai sesama orang-orang yang berilmu? Tiap orang punya pemikiran dan pendapat masing-masing, saya bukan penganut atau penyuka aliran-aliran tertentu, tapi saya yakin hijab syar'i adalah hakikat yang sebenarnya dari cara berpakaian seorang muslimah, tidak seharusnya perempuan hanya asal tutup aurat tapi tidak mempertimbangkan terlihatnya lekuk tubuh dan nafsu para lelaki. Apa Anda akan tidak setuju juga dengan semua pemikiran saya? Sangat disayangkan, saya hanyalah orang yang awam dalam masalah agama, saya hanya mengomentari tulisan Anda dengan kata-kata saya yang tidak berlandaskan apapun, selain pemikiran saya sendiri. Terima kasih. :)
Masing2 orang memiliki sudut pandang berbeda. Hanya karena ust. Felix berbeda dgn Anda, tdk berarti dia salah. Dan bukan berarti Anda berbeda, tidak berarti Anda juga salah. Cukuplah Allah yang Maha Tahu yang menentukan, siapa yang memiliki raport merah...
Saya salut sama mas Edi yang berani membeberkan secara terbuka agenda HTI dan Felix Siauw.Justru harus dilakukan terbuka seperti ini karena secara terang terangan HTI dan Felix Siauw juga selalu memasarkan ide Islam versi Asing ala HTI.Sayang banyak generasi alay yg g kenal agama scr mendalam justru mudah terpengaruh.Sekali lg,salam hormat untuk Ustad Edi.