Singkat kata,
dalam tekanan apa pun, Dek Gara tetap kokoh dengan idolanya: Marq Marquez.
Huh!
Tahun lalu,
saat kami ke Sepang, begitu nyampe di pintu masuk sirkuit, dia ngotot banget
minta dibeliin kaos Marq. Lalu minta langsung dipakai saat itu juga.
Duh, saya
hanya bisa mengelus dada, tak bisa berbuat apa-apa lagi, setelah segala macam
argumentasi, analisis, dan pendekatan metodologis gagal total untuk membuatnya
beralih pada Valentino Rossi. Ya sih ya, anak muda memang begitu, karena belum mbeneh
ya suka grusa-grusu, asal menjatuhkan pilihan, kurang dilandasi analisis
mendalam. Plus hikmah hasanah.
Lalu,
semalam, dalam perjalanan pulang, Dek Gara mendengar obrolan saya dengan Om
Nunu yang berencana mau ke Sepang lagi ntar tanggal 23-25 Oktober 2015.
“Aku ikut!”
teriak Dek Gara.
“Kamu kan
sekolah, Le,” sahut saya.
“Ikut!”
“Sekolah to.”
“Pokoknya
nggak boleh nggak ikut, nggak boleh dilarang karena sekolah, pokoknya ikut.
Biar ketemu Marq lagi!”
Duh, Marq
lagi, gumam saya. Anak muda emang begitu ya, militansinya grusa-grusu.
“Sekolahnya
terus gimana?”
“Sekolah itu
gampang, Yah, nonton MotoGP itu penting. Setahun sekali juga. Ijin aja dulu.
Kan ayah kenal sama kepala sekolahnya," jawabnya. Mantap.
Kami
terbahak. Semobil!
Saya
menggeleng-geleng dengan perut kejang. Oh gitu ya, jadi mentang-mentang ayah
kenal sama kepala sekolahnya, Dek Gara menyuruh saya untuk bisik-bisik sama
beliau memintakan ijin untuk nonton MotoGP.
Good boy…
“Iya, ikut
deh,” kata saya kemudian, meski saya tahu di belakang pasti mamanya mengerutkan
kening karena baginya masuk sekolah adalah koentji. Lalu saya meminta Ve
untuk ngecek web MotoGP untuk booking tiket nontonya. Berhubung kaum
Hawa notabene aktivis MTQ tulen, minus Ve dan Bella, mereka bilang tak
mau ikut lagi. Bosan, begitu kata mereka. Kalau umrah mah, hayuk kapan
saja. Demikianlah ideologi kaum MTQ.
Hebat ya kaum
MTQ itu. Nggak ada bosannya ngaji, tapi bosan sama MotoGP. Suksess ya
saaayyy…..
Saya tahu
Rossi akan juara tahun ini. Oke, itu memang hal normal belaka dalam sebuah
kompetisi. Hanya saja, yang sensitif buat saya, sungguh saya tak ingin Dek Gara
pulang dari Sepang sambil berurai air mata gara-gara Marq terjengkang lagi
diasapin Rossi. Sepertinya, saya harus mengingatkan Marq untuk sedikit tahu
diri di hadapan Rossi. Demi kesehatan Dek Gara.
Le,
Marq itu hebat memang, tapi dia masih terlalu fakir pengalaman, ciri khas anak
muda, sehingga sering grusa-grusu mengambil keputusan. Marq belum
selevellah sama Rossi rahihahullah.
Begitu saya
berkata, dalam hati. Sebab saya tahu, segala nasihat saya sebagai seorang ayah
takkan pernah digubrisnya sama sekali bila berkaitan dengan Marq ini.
Jogja, 2
Mei 2015
Tag :
Yang Serba Nakal
12 Komentar untuk "DEK GARA, IJIN SEKOLAH, DAN MOTO GP"
hahah akhir-akhir ini lagi sering nulis tentang si buah hati, ya, Om. ah jadi pengen ketemu mereka, deh :) titip salam buat Gara :)
Pak.. Kumau ikut.. Kumau bertemu Rossi... Kumaaaau ikut :"""
Heee iyaaa lucu gtu dia
Hayukkk
Pak, tadi Rossi naik podium ke 200 :-)
Assalamu'alaikum.
Mohon maaf sebelumnya, masihkah ada buku-buku gratis mas, kebetulan kami sangat membutuhkan untuk taman bacaan khususnya anak-anak.
ini alamat komunitas kotabaru sa-ijaan mas :
https://www.facebook.com/groups/KTB.GUNUNGNYA.BAMEGA/
No. HP saya : 0813-4848-5725.
Kotabaru Kalimantan Selatan.
Wassalam.
kalo udah suka gitu tuh apa aja dilakuin sampe ijin sekolah karena pengen nonton GP :D
gpp tuh mas ijin sekolah buat nnton motor GP ?
Saya yg mintain ijinnya. Gpplah sesekali biar bs rame2 jalannya. Xd
Haaa iyaaa
Juara 3
Lucu Dek Gara. Jadi ingat waktu foto KF Dek Gara nyempil :-D