Waktu berkelebat begitu kilat, tahu-tahu telah tiba saya di suatu Subuh terakhir di Masjid Nabawi, Madinah.
Inilah masa yang penuh romantika di dalam dada. Saya selalu menyempatkan diri untuk “pamitan” kepada Kanjeng Nabi sebelum berangkat ke Mekkah.
Cara yang saya kira paling mudah ialah datang lebih awal ke masjid, sebelum Subuh, lalu masuk lewat pintu Babus Salam, terus berjalan pelan menyisiri setiap jengkal karpet lembut yang menghampar hingga melintasi areal Raudhah.
Di sebelah Raudhah inilah, Kanjeng Nabi beristirahat. Dinding-dinding terbuat dari kayu berukir kaligrafi, berwarna hijau dan kuning keemasan, dengan lubang-lubang angin, memberikan saya peluang untuk mengintip tempat peristirahatannya.
Assalamu’alaika ya Rasulallah, ya Habiballah.
Allahumma shalli wa sallim wa barik ‘ala sayyidina wa maulana Muhammad wa ‘ala alihi wa ashahibi ajma’in.
Di sebelah persis kuburan beliau, terdapat kuburan dua sahabat yang amat dicintainya, Abu Bakar dan Umar bin Khattab.
Tidak ada nisan apa pun. Di antara remang ruangan di dalam itu, hanya tampak sebentuk tanah yang agak bergunduk, di atasnya ditutupi kain hijau berkaligrafi kuning keemasan.
Saya terus melintas dengan hati bershalawat. Memohon kepada Allah agar saya sekeluarga seketurunan senantiasa diberikan kesempatan lagi dan lagi berkunjung ke masjid mulia ini.
Lalu tapak-tapak kaki saya berakhir di Babul Baqi’. Saya terus memutar, kembali ke arah Babus Salam, lewat sisi luar masjid. Lalu berhenti di bagian dinding yang di atasnya terdapat kubah hijau.
Inilah kubah yang di bawahnya tepat menyimpan jasad mulia Kanjeng Rasul.
Saya kembali bershalawat dan berdoa panjang lebar, dengan impian mendapatkan syafaatnya kelak dan bisa kembali ke sini lagi di lain hari.
Pagi yang tak begitu berangin, Subuh yang sebentar lagi segera menyapa.
Saya pamit dulu, Ya Rasul, hendak berangkat ke Mekkah. Semoga tahun depan saya bisa kembali lagi ke sini, berziarah ke masjidmu lagi, ke Raudhahmu lagi, ke kuburmu lagi.
Allahumma amin. Allahumma amin. Istajib du’a’ani, ya Allah. Amin. Allahumma shalli ‘ala Muhammad.
Inilah masa yang penuh romantika di dalam dada. Saya selalu menyempatkan diri untuk “pamitan” kepada Kanjeng Nabi sebelum berangkat ke Mekkah.
Cara yang saya kira paling mudah ialah datang lebih awal ke masjid, sebelum Subuh, lalu masuk lewat pintu Babus Salam, terus berjalan pelan menyisiri setiap jengkal karpet lembut yang menghampar hingga melintasi areal Raudhah.
Di sebelah Raudhah inilah, Kanjeng Nabi beristirahat. Dinding-dinding terbuat dari kayu berukir kaligrafi, berwarna hijau dan kuning keemasan, dengan lubang-lubang angin, memberikan saya peluang untuk mengintip tempat peristirahatannya.
Assalamu’alaika ya Rasulallah, ya Habiballah.
Allahumma shalli wa sallim wa barik ‘ala sayyidina wa maulana Muhammad wa ‘ala alihi wa ashahibi ajma’in.
Di sebelah persis kuburan beliau, terdapat kuburan dua sahabat yang amat dicintainya, Abu Bakar dan Umar bin Khattab.
Tidak ada nisan apa pun. Di antara remang ruangan di dalam itu, hanya tampak sebentuk tanah yang agak bergunduk, di atasnya ditutupi kain hijau berkaligrafi kuning keemasan.
Saya terus melintas dengan hati bershalawat. Memohon kepada Allah agar saya sekeluarga seketurunan senantiasa diberikan kesempatan lagi dan lagi berkunjung ke masjid mulia ini.
Lalu tapak-tapak kaki saya berakhir di Babul Baqi’. Saya terus memutar, kembali ke arah Babus Salam, lewat sisi luar masjid. Lalu berhenti di bagian dinding yang di atasnya terdapat kubah hijau.
Inilah kubah yang di bawahnya tepat menyimpan jasad mulia Kanjeng Rasul.
Saya kembali bershalawat dan berdoa panjang lebar, dengan impian mendapatkan syafaatnya kelak dan bisa kembali ke sini lagi di lain hari.
Pagi yang tak begitu berangin, Subuh yang sebentar lagi segera menyapa.
Saya pamit dulu, Ya Rasul, hendak berangkat ke Mekkah. Semoga tahun depan saya bisa kembali lagi ke sini, berziarah ke masjidmu lagi, ke Raudhahmu lagi, ke kuburmu lagi.
Allahumma amin. Allahumma amin. Istajib du’a’ani, ya Allah. Amin. Allahumma shalli ‘ala Muhammad.
Madinah, 27 Mei 2015
Tag :
Traveling
4 Komentar untuk "UMRAH (3): SAYA PAMIT DULU, YA RASUL…."
semoga saya dan keluarga bisa kesampaian ke rumah Allah juga...
Aminn
Terharu pak.. Semoga saya kelak bisa membawa Ibu ayah saya mengunjungi Kanjeng Rasul
betapa senang ada di situ