Personal Blog

CINTAI ITU SEPERTI MINT DAN CABE

“Beib, hjkl lmhnk khlmuulln…?”

“Oke, nght jhylk…”

“Ahhh…!!”

“Lho, hklm ghtre dfgtrgjht creett…

Berantem lagi. Perang lagi. Nggak aman benar dunia ini, bentar-bentar ribut. Bahkan sering untuk masalah yang aslinya bukan masalah tapi sontak menjadi masalah gara-gara dipermasalahkan sebagai masalah yang sungguh nggak penting dipermasalahkan dan hanya memicu masalah yang ruwet dalam keruwetan masalah!

Huufghg, begitulah cinta.

Orang lama bilang, “Kalau nggak pengen terbakar, jangan main api, kalau nggak pengen basah, jangan main air…” Kalau nggak pengen mumet, jangan jatuh cinta. Haiihh, apakah cinta itu biangnya kemumetan ya?

Ya, jika cinta diterjemahkan dengan kemumetan, maka ia akan menjelma sumur kemumetan, tapi kalau diterjemahkan tidak dalam kemumetan maka ia takkan menjadi kemumetan sehingga kamu terbebas dari cenat-cenut kemumetan.

“Kalo begitu, ini sebenarnya hanya soal penerjemahan ya?” ucap Ferdinan sambil garuk-garuk tititnya (wwwkkk..wkkk....).

“Ya, butull..butuull…” sahut Badrull, playmaker Malaysia itu.

Ini soal penerjemahan, tapi kudu diingat, bahwa dalam menerjemahkan apa pun, termasuk cinta, setiap orang punya cara pandang sendiri-sendiri, yang keragamannya bisa saja kemudian meletupkan kemumetan tersendiri bila gagal diterima sebagai kewajaran dalam keragaman hidup ini.

“Kalo begitu ini juga soal penerimaan atas penerjemahan dong?” tanya Ferdinan lagi.

“Ya, butuull…butuulll…” sahut Badrull lagi.

Ini soal penerimaan juga, tapi kudu dingat pula, bahwa kemampuan menerima atas keragaman penerjemahan itu berkait erat dengan keluasan dada masing-masing kita sendiri, yang keluasan itu akan sangat mempengaruhi ukuran akhir kelegaaan itu dalam melakukan penerimaan.

“Jadi, kalau begitu ini juga berkaitan dengan rasa lega plong itu ya?” ujar Ferdinan lagi.

“Ya, butuull..butuulll…” jawab Badrull lagi.

Ini soal rasa lega plong, tapi kudu diingat, bahwa lega plongnya kita sama modus operandinya dengan saat kita menelan permen mint itu, yang rasa fresh-nya mampu melegakan tenggorokan dan dada kita sehingga sontak kita berasa lebih rileks dan nyaman.

“Ooohh, paham, paham, kalo begitu aslinya cinta itu adalah permen mint itu ya?” tukas Ferdinan lagi.

Ya, ya, ya, cinta itu sebenarnya seperti permint mint, mampu menghadirkan rasa fresh, plong, lega. Siapa sih yang kagak demen kalo dibisiki, “Beib, aku sayang kamu, siang malam, pagi sore, bahkan abis Subuh pun sering lho kuingat kamu sambil nongkrong di toilet…”

Luasnya trek cinta yang melintasi segala ruang dan waktu itu, dari ruang tamu hingga toilet itu, dari pagi sampai pagi lagi itu, mencerminkan bahwa rasa fresh yang mampu dihadirkan cinta sama sekali tidak dikondisikan oleh unsur-unsur material apa pun di luarnya, tetapi sepenuhnya bekerja di dalam jiwa kita.

Mau pacaran sambil naik ontel di tengah hujan badai ala Ve Srukat itu, tetap aja cinta itu indah. Mau sambil jalan kaki di kebun binatang ala Be Therther yang juara mendengkur itu, sambil say hallo pada sobat-sobatnya itu, tetap saja cinta itu indah. Begitu pun dengan cara nongkrong di kafe ala Endik Koeswoyo yang sudah kondang dengan sebarek bonnya di banyak kafe itu, tetap aja indah banget rasa cinta itu.

Fresh-nya cinta yang begini hanya bisa hadir jika dilandaskan pada kemampuan memberikan penerimaan terhadap penerjemahan cinta yang diekspresikan pasangannya. Kalau udah tahu pasanganmu bukanlah tipe lelaki yang romantis, suka ngasih bunga (boro-boro bunga bank, saldo ATM aja sering nggak cukup buat bayar administrasinya, sampe kudu dauber debt collector untuk bayar administrasi 15.000 itu, haa…), tapi malah juara ngentut dan ngekek kayak kuntilanak jantan, cukup terimalah keterbatasannya itu sebagai bagian utuh cintanya padamu.

Nggak perlu kamu bandingin dengan lelaki lain yang selalu wangi, selalu bilang “beib”, selalu ngasih bunga (deposito, maksudnya), haaa…, sebab ini hanya akan menyemburatkan kegagalan di hatimu untuk menerima pasangan yang telah kau pilih dengan sadarmu sendiri. Ini hanya akan menebarkan racun kegalawwan to!

Berhasil menerima adalah jaminan lahirnya segarnya cinta ala mint itu. Gagal menerima adalah jaminan lahirnya pedesnya cinta ala cabe.

So, situasi terbalik ini, di mana cinta justru membuatmu kepedesan, terjadi lantaran semata kamu gagal menerima itu. Ya itu saja aslinya! Nggak ada lainnya.

Bukan cintanya yang salah, tapi cara kamu dalam menerima lika-liku pasanganmu itu yang bermasalah. “Menerima” di sini jelas nggak relevan dong kalau dikaitkan dengan hal-hal yang serba enak, nyaman, menyenangkan, sebab untuk urusan yang yummy gitu, nggak perlulah orang dipaksa untuk menerima, tapi pasti nyosor sendiri. “Menerima” di sini kudu dipasangkan dengan hal-hal yang serba bikin eneg, nggak nyaman, dan aslinya mengecewakan, yang sungguh emang membutuhkan kekuatan jiwa untuk menyediakan diri sebagai penerimanya. Bayangkan aja misalnya pasanganmu memiliki sebagian di antara kategori ini: doyan kentut, keringat, ngiler, cerewet, bawel, bau ketek, pemalas, bangun kesiangan terus, kalau janjian suka ngaret, doyan ngeles, suka plirak-plirik, atau menderita penyakit akut dompet busung lapar sepanjang tahun.

Sungguh, Bro/Sist, banyak sekali hal-hal yang kudu diterima dengan dada lega agar hatimu plong dalam menempuh kehidupan cintamu, yang bila itu gagal kamu terima, maka hanya akan membuat cintamu pedes bagai diulek segenggam cebe hasil tanam para gajah.

Dan, kata kunci penting dalam poin ini adalah kemampuanmu menerima sepenuhnya bergantung pada seberapa mampu kamu untuk membendung segala keinginanmu terhadap pasanganmu. Jadi, ini sepenuhnya tentang kamu, bukan dia, karena ini adalah masalahmu, bukan masalah dia!

Cobna aja cermati, segala “keinginanmu” jelas merupakan serangkaian harapan dan kehendak yang kamu bangun berdasarkan sudut pandangmu sendiri kan. Kamu ingin dia wangi selalu, tersenyum manis selalu, punya duit selalu, selalu siap mengantarmu selalu, dll., itu semua kan selalu berada di dalam alam kehendak pikiranmu sendiri. Bukan dia!

Lantas, saat bangunan keinginanmu itu kamu lancarkan kepadanya, pasanganmu, di sinilah mulai terjadi “perkawinan” dua kutub itu. Kutubmu dan kutubnya. Jika ternyata perkawinan kutub-kutub itu banyak yang bertentangan, maka hanya ada satu solusi untuk mendamaikannya: “MENERIMA”.

Soal apakah hasil final menerima ini berdasarkan proses komunikasi yang baik atau nggak, itu bukan poinnya. Tapi bahwa finalnya harus ada penerimaan, itu intinya. Jika penerimaan terwujud, maka cintamu adalah perment mint. Tapi jika tak terwujud, maka cintamu adalah cabe.

Contoh sederhana aja gini.

Suatu malam, kamu diajak oleh kekasihmu menghadiri acara ultah temannya. Saat acara santai, tiba-tiba kekasihmu diseret ke panggung oleh teman-temannya untuk menyanyikan lagu berbahasa Inggris sebagai hadiah buat sohibnya yang lagi ultah. Tak terelakkan, dia kudu nyanyi. Akhirnya, dengan terpaksa dia pun mulai bernyanyi, meski kamu tahu betul betapa dia sangat nggak bisa nyanyi (sekadar napas pun udah fals, megang mike pun udah fals, berdiri aja pun udah fals, pakai sepatu pun aja udah fals):

“So why or a jump you…jump you go down tell a…so why or a cat em you…cat em you peace and ga why gell a…”
Semua orang di acara ultah itu diam terperangah.

“Lagu apa itu, Bro?” celetuk seseorang.

“Suwe Ora Jamu…” sahut kekasihmu sambil turun dari panggung.

“Kok gitu?”

“Dalam bahasa Inggris…”

Wawkkkk…wkkkk…wkkkkk…wkjkkkkk….guling-gulinglah semua orang di situ, ngakak menahan sakit perut, antara lucu, mual, dan mules kebelet ke WC!

Eehhh…lalu kamu marah! Sepanjang jalan pulang, kamu cembetut aja. Kamu merasa malu banget oleh lagu nggak jelasnya itu. Kamu ngerasa kehilangan muka (sehingga selama pulang kamu nggak bisa pakai muka lagi) oleh betapa buruknya ia dalam urusan menyanyi. Sepanjang perjalanan pulang, cintamu seketika berasa cabe!

Hadehhh…umpama yang terjadi sebaliknya, kamu memilih ikut terbahak karena lagu konyolnya itu, pastilah sepanjang perjalanan pulang itu, cintamu berasa permen mint banget kan.

Hah, bahkan untuk kasus yang sama persis, cinta bisa berwajah dua: antara mint dan cabe! Mau pake yang banyak cabe, silakan, mau pake yang banyak mint, silakan, Tinggal pilih kok…

Jogja, 22 November 2011
1 Komentar untuk "CINTAI ITU SEPERTI MINT DAN CABE"

kurang menggigit notenya yahh... ga seperti biasanya..

Back To Top