Personal Blog

SRINTIL SIMILIKITIL

Nama Srintil saya temukan dalam buku Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari. Sosok wanita muda yang tumbuh jadi tledek, ronggeng, yang tanpa ampun harus melakoni beragam ritual nyeleneh, termasuk keperawanannya.
Sambil membaca novel itu ditemani kopi dan french-fries di sebuah kafe, juga Marlboro tentunya, saya terseret pada pemandangan di seberang meja yang menyajikan dua orang gadis setengah bugil ditemani dua orang lelaki sebayanya yang sedari tadi cekikikan, sesekali berangkulan, berdemokan, plus menenggak beberapa botol birnya. Yah, begitulah adanya.
Saya berpikir membayangkan bahwa Srintil dalam novel itu hanya akan berpose sensual saat manggung, nari ronggeng, tapi tidak dengan dua wanita di seberang meja ini. Keduanya sensual forever, bahkan di tengah dingin malam gini, sampai saya terbersit: “Apa nggak masuk angin ya mereka?”
Mereka lebih sranthalan dari Srintil yang asli. Lebih Srintil Similikitil dari Srintil yang sesungguhnya…
Ahh, jelas mereka bebas begitu dong, itu hak mereka. Mau cekikikan sampe Subuh, plus demok-demokan di depan umum gitu, juga terseret aroma bir, ya itu emang urusan mereka. Tapi, pikiran saya nggak bisa berhenti hanya sampai di sini, toleransi untuk dua Srintil itu untuk mengekspresikan jati dirinya, karena saya yakin mereka adalah mahasiswa!
Ya, mereka mahasiswa, yang datang dari kota jauh, dikirim oleh ortunya untuk nyari ilmu, agar kelak masa depan mereka lebih lapang terbuka dalam persaingan dunia kerja keras ini.
Saya ngebayangin ortu mereka harus pontang-panting untuk ngirimi duit setiap bulan, yang amat besar kemungkinannya sebagian duit itu adalah hasil utang, jual pekarangan, perhiasan ibu, dan lainnya. Orangtua akan selalu berjuang untuk memenuhi pinta anaknya, mulai dari urusan makan, kost, hingga yang similikitil begitu.
Orangtua pun pasti amat rajin berdoa, bahkan di tengah malam buta dalam khusyuk Tahajjudnya, agar anaknya di kejauhan sana bisa kuliah lancer, lulus ujian, pintar, lulus cum laude, lalu kelak dapat pasangan yang ideal, kerja yang nyaman, berketurunan, maka bahagialah orangtua. Orangtua tak pernah menghitung berapa utang yang telah bertumpuk, berapa kebon yang telah dijual, berapa perhiasan kesayangan ibu yang kudu rela dilego, semata demi kelancaran biaya kuliah anaknya di kota ini.
Dan….ternyata anaknya hanya menjadi Srintil Similikitil begitu!
“Bapak, Ibu, mohon doakan aku ya, sebentar lagi mau ujian akhir, banyak sekali materinya, kuliahnya berat, semoga aku lulus ya. Ini juga masih perlu beli buku-buku kuliah itu, transfer ya…”
Ringan benar mulut anak menyatakan hal itu. Tanpa mau tahu uang dari mana lagi. Tanpa berpikir bahwa kibulannya untuk membeli buku-buku yang sedianya hanya untuk hang out bersama teman-teman gendakannya gitu akan sangat melukai perasaan orangtuanya.
Orangtua pun menangis dalam Tahajjudnya, memohon pada Tuhan. “Ya Allah, lancarkanlah kuliah anakku, luluskanlah dengan baik, berilah nilai yang tinggi, kuatkan ia dalam belajar, agar ia bisa lulus dengan bagus, agar kelak mudah nyari kerja yang disukainya, demi kebaikan masa depannya…”
Bapak yang berdoa demikian khusyuk, ibu yang mengamini di belakangnya. Langit pun bergetar oleh ratapan tulus orangtua. Arsy pun guncang. Tapi, semua malaikat menyaksikan bahwa anak yang didoakan orangtua itu ternyata tengah ngebir di sebuah kafe, cekakak-cekikik dengan dandanan nyaris bugil , yang kemudian melangkah gontai keluar kafe sambil agak limbung kena alcohol, lalu hilang di pekat dini hari ini, entah terkapar di kost siapa kemudian.
Tarikan nafas saya begitu dalam, berat, mengingat bahwa saya kini pun telah memiliki anak-anak. Ya Tuhan, jangan jadikan anak-anakku Srintil Similikitil seperti mereka, plis ya Allah…
Saya nggak sanggup membayangkan lebih lanjut, jika di depan umum aja mereka begitu entengnya berangkulan begitu, berdemokan, apalagi di sebuah kamar kost? Saat bapak dan ibu membanting tulang untuk ngirimi anaknya kuliah, ternyata anaknya sedang lelap kecapekan habis melekan, ngebir, dan make love?!
Busyetttt!!!
Saya lalu menulis di wall facebook, begini: “Jika kutahu dewasamu akan jadi Srintil Similikitil begitu, sudah sejak orok kucekik kau…”
Huffhhhh…kemudian saya nggak bisa berbuat apa-apa memang. Kecuali pulang, lalu menyimak gurat wajah anak saya yang sedang lelap, mencium keningnya lekat, dan berdoa, “Ya Allah, selamatkanlah anak-anakku…”
Jogja, 22 Pebruari 2012
1 Komentar untuk "SRINTIL SIMILIKITIL"

Ya pak, memang membayangkan nanti di tahun 2022 anak kita jadi apa, kadang menakutkan krn zaman sudah berubah, tak lagi seperti dulu. 10 tahun kemudian apa yang berubah juga tidak tahu, jika saat masih ABG sudah dimaklumi berpacaran lalu tidak mau bersekolah dgn baik dan menggunakan uang ortunya sia-sia, itu bukanlah impian orang tua.

yg hanya bisa ortu lakukan hanya berdoa saja dan berdoa, semoga tetap berada di jalan yg lurus dan kebaikan. walo terkadang suatu hari melenceng, tapi akhirnya ia tetap kembali ke jalan yg lurus lagi. amin

Back To Top