Semalam, saya
bertemu dengan seseorang. Pertemuan yang tak disengaja, tak terlintas bahkan.
Ia hadir
tiba-tiba dari balik pintu, menepuk pundak saya, lalu duduk begitu saja di
depan saya sambil tersenyum. Tak urung, saya pun tersenyum, meski tentu saja
senyum saya sangat tak lepas karena didera kebingungan dan keterkejutan.
Tanpa ampun,
dia pun bersuara, “Anda pasti orang yang sangat beruntung…”
“Ohh…” Pecahan
kata itulah yang melesat dari bibir saya yang tak sempurna mengatup.
“Tahukah
kenapa saya bilang demikian?”
Ah, tentu saja
saya tak tahu, dan kini saya akan segera tahu karena pasti Anda akan
mengatakannya, bukan?
“Saya tidak
akan menjelaskan mengapa saya bilang Anda orang yang sangat beruntung…”
Daebak!
Saya menjerit
dalam hati diterkam kalimat yang tak terduga itu. Saya tentu tak mampu
membendung curiga di hati bahwa Anda jangan-jangan memiliki kemampuan telepati
untuk membaca pikiran saya.
“Saya hanya
tahu bahwa Anda orang yang sangat beruntung…”
“Ohh…” Kembali
pecahan kaca itu melesat dari bibirku.
“Dan pasti
Anda ingin menjadi orang yang lebih beruntung, kan?”
Saya
menganguk. Pasti.
Saya mulai
berpikir kecil di kedalaman ceruk batin, jangan-jangan Anda adalah malaikat
atau penipu.
Malaikat, ya
karena Anda tampak begitu unik, mulai dari kehadiran yang begitu saja, duduk
yang tak biasa, lalu bicara yang sulit dicerna.
Penipu, ya
siapa tahu semua itu hanya trik Anda untuk menjungkir-balikkan langgam logika
saya, lalu Anda akan mudah masuk untuk menguasai saya.
“Saya tahu
bahwa Anda akan menjadi orang yang lebih beruntung lagi di masa yang akan
datang…”
“Amiinn…”
gumam saya pendek.
“Anda ingin tahu
caranya?”
“Tentu…” Saya
mulai terbawa alur obrolannya. Tapi saya tetap sepenuhnya sadar, tidak berada
dalam kuasa gendam. Tidak.
“Anda hanya
perlu melakukan satu hal…” Mantap suaranya!
Cara saya melemparkan
mata kepadanya sudah sangat mewakili kalimat saya, “Apa itu?”
“Enjoy your life…”
Ia lalu
berdiri, menepuk pundak saya, tersenyum sekelebatan, lalu pergi tanpa sanggup
saya cegah dengan seutas suara saya yang tersedak, “Maksudnya?”
Dia bukan
penipu! Berarti, dia malaikat!
Sambil
melontar asap dari bibir, lima
menit kemudian, saya panggil waitress
yang sedari 2 jam lalu berdiri saja di dekat pintu masuk itu.
“Iya, Mas…?”
sahutnya sigap setelah dekat. Tentu, tersenyum, walau tidak tulus.
“Berapa lama
kamu kerja di sini?”
Wajahnya
tergeragap, tapi cepat ia menutupinya dengan senyuman. Khas waitress. “Ehhm, hamper dua tahunan…”
“Suka dengan
pekerjaan ini?”
“Ehh…suu…suukaa…”
“Jawabanmu menjelaskan
kalau kamu tidak suka pekerjaan ini. Agar kamu menjadi orang yang beruntung, enjoy your life…”
Ia melongo
sempurna, lalu saya bangkit, dan berdiri melangkah setelah tersenyum kecil.
Sambil membayar billing di kasir,
saya berharap waitress tadi membatin
bahwa saya adalah malaikat!
Nanti, besok,
minggu depan, dan seterusnya, saya berharap dia akan melakukan hal yang sama
pada orang lain, sehingga akan kian banyak orang di luar sana yang bergumam dengan heran, “Dia
malaikat!”
Saya kebut SLK
250 whitepreal ini di jalanan yang
kian lelap dipeluk malam yang melegam. Ahhaaa, ternyata menjadi malaikat itu
sangat mudah ya. Cukup berpikir dan berbuat, “Enjoy your life…”
Daebak, Yu…
Jogja, 10 Oktober 2013
0 Komentar untuk "SAYA BERJUMPA MALAIKAT"