Personal Blog

Race In Peace, Super Sic! (Sepang dalam Duka)

Sepang, 23 Oktober 2011!


Telat dikit aku, baru berhasil naik ke tribun saat race 125 CC sudah mulai beberapa lap. Sontak aku memekik! OMG! Here come! Yeeaahhhh…!!! Busyeetttt, ngacirnya kayak setan banget!

copyright-edi

Hahh, meski aku nggak pernah tahu seperti apa sebenarnya kalau setan lari sekencang-kencangnya, namun yang pasti nggak pernah kusaksikan motor di manapun yang bisa lari sekencang itu. Apalagi ntar yang Moto2 ya, 600 CC? Apalagi yang tim utama MotoGP ya?!


Waktu mengalir, pekik-pekiku pun larut dalam badai lengking knalpot. Lalu beralih ke seri Moto2. Banyak banget! Gileeee, dan ketika lampu hijau start nyala, sontak motor-motor gila itu membelah track lurus start. Ah, kebetulan banget posisiku di daerah start, juga berhadapan langsung dengan jejeran paddock masing-masing pabrikan, sehingga sangat leluasa kuambil gambar kala mereka baru keluar paddock, melintas di depanku, dan masuk ke trek.

copyright-edi


Bradl langsung memimpin, disusul beberapa pesaing ketatnya, mulai Luthi, Iannone, dll. Sayang, Marquez nggak bisa turun karena dibebat cidera. Tapi, sudahlah, itu tak mengurangi derum knalpot yang membakar adrenalin di dadaku.


Dan, seperti yang sudah-sudah, pada tikungan pertama yang begitu tajam usai trek lurus, banyak motor yang bergelimpangan. Ya eyalaahh, gimana nggak mau guling, Bro, lha larinya bahkan mampu ngalahin setan sih kalau yang Moto2 ini!

copyright-edi

Saat trek lurus di depanku, mereka benar-benar beradu akselerasi sedemikian dahsyatnya, bahkan saling pepet, yang begitu tajam mengiris akal sehatku, bagaimana mungkin ya mereka mampu melakukan semua kegilaan berkendara itu, meliuk dalam kecepatan super mengerikan, ke kanan ke kiri, kayak tarian Poco-poco aja.


Ahhh, benar betul, bahwa mereka adalah orang-orang gila sempurna mewakili kombinasi skill, pengalaman, keberanian, dan sekaligus prestis.


Kurang dua lap dari finish, race Moto2 dihentikan gara-gara ada pembalap yang terbanting ke trek dan terkapar.


Begitulah, setelah selebrasi posium, berlanjut ke press conference, lalu mulai deh seri paling ditunggu, MotoGP!


Derum-derum knalpot dari balik paddock masing-masing begitu memekakkan telinga, apalagi aslinya ya kalau udah keluar, begitu pikirku. Lalu kulihat pertama kali tim Repsol Honda keluar 4 motor.


Buseyeettttttt!!!!!


Itu diaaa, pekikku…


Lalu disusul tim Ducati, dan…OMG! Itu my hero, Rossi!!!!

copyright-edi

Terus tim-tim lain bergilir mengeluarkan motornya dari paddock masing-masing, lalu satu-persatu mereka melintas di depanku, menuju trek.

copyright-edi

copyright-edi

“Ya Tuhannnnnnnnnnn…..thx for this moment!” jeritku.


Tak mau kehilangan momen, kutembak mereka satu-satu, tentu dong, terutama my hero, Rossi!


Warming up lap pun mulai, dipimpin tentu saja oleh safety car yang suara kanlpotnya pun nggak kalah gahar dibanding motor-motor balap terhebat di jagat raya itu.


Dan, start!

copyright-edi

Stoner memimpin, bersama tandemnya dari Rapsol Honda. Di antaranya ada Rossi, dan lainnya. Saat mereka melintas di depanku, masya Allah, itu kumpulan suara knaplot begitu perkasa menjebol dadaku sampai bergetar hebat. Kuping berasa pepat sepepat-pepatnya saking terbungkam dijejali pekikan knalpot. Tapi, nggak mau aku pakai penutup telinga, wong aku ke sini untuk menikmati gemuruh atmosfir itu!


Berapa kecepatnnya ya?


Begini gambarannya: kebetulan kameraku bisa disetel full speed otomatis, dengan sekali jempret, maka akan bisa terambil sekaligus puluhan gambar. Tret-tret-tret, kira-kira begitulah.


Saat mereka start, aku jempret sebanyak-banyaknya, entah berapa ratus jepretan otomatis itu, pas kulihat kemudian di lcd kameraku, ehhh…hanya beberapa yang kena sasaran, selebihnya dapat aspal. Kesimpulannya, kecepatan kameraku jauh tertinggal oleh kecepatan akselerasi motor-motor gila itu.


Pekikku pun meledak, membahana, berserentak dengan semua penjejal tribun start ini.


Tapi, sontak semua bisu, ketika mata menyaksikan Simoncelli terguling, terseret ke kanan di sebuah tikungan, lalu kelindas ban depan Collin Edward, lalu Rossi turut menyerempet motor Edward.


Oh nooooo!!!!!


Super Sic tergeletak di aspal, tanpa gerak sama sekali. Helm nya lepas pula. Rossi bisa melanjutkan race. Aku memekik bahagia, tapi sontak senyap lagi menyaksikan Super Sic ditandu keluar, dan tetap dalam posisi tak bergerak. Red flag dikibarkan, pertanda rece dihentikan. Ya, belum tuntas lap kedua, balap distop.


Aku, dan seluruh penonton, berpikir yang sama, sebentar lagi pasti restart. Tapi, kok lama sekali, sampai hamper satu jam, kok belum ada tanda-tanda restart, malah motor-motor MotoGP yang semua diparkir di depan paddock masing-masing dimasukkan ke dalam.


Lho?


Ada apa?


Sejurus kemudian, announcer menyatakan bahwa race dihentikan total. Kami kecewa berteriak. Busyeetttt! Jauh-jauh ke sini hanya dapat satu setengah lap. Penonton mulai anarkis, melempar sampah, botol, kaleng, dll., ke sirkuit. Memekik. Menjerit. Menuntut race dilanjutkan.


Tapi semua mulai diam begitu mengetahui bahwa ternyata Marco Simoncelli, si Super Sic yang pada saat akan start itu menunjukkan sebuah situs resmi barunya, ternyata meninggal!

copyright-edi

OMG!


Tidak, tidakkk….!


Semua tepekur, lalu beranjak pulang meninggalkan tribun dengan seribu sesal dan sesak di dada. Ah, kebayang betul, bagaimana polah Super Sic selama ini, yang bagi sebagian orang dianggap bengal, tapi sesungguhnya dengan action dia yang begitu itulah MotoGP menjadi seru, hidup, panas, bergairah, dan mampu menyedor perhatian seabrek manusia dari seluruh dunia.


MotoGP benar-benar kehilangan sosok hebat itu, sang masa depan itu, yang digadang-gadang akan menjadi penerus Rossi.


Super Sic, race in peace, teruslah membalap, di kepalaku, ingatanku, meski aku sungguh tak bahagia menjadi saksi mata langsung kematianmu di trek yang amat kamu cintai itu.


Aku telah bertahlil untukmu, Bro, alfaatihah…


Sepang, 23 Oktober 2011
4 Komentar untuk "Race In Peace, Super Sic! (Sepang dalam Duka)"

momen yang sangat bagus dan memilukan . kunjungan pertama. salam kenal

Wow... cerita yang sngat dalam, Mas Edi.... Dan rupanya sudah tayang menjadi cerpen di KR hehe (tapi belum sempat baca versi cetaknya)... Selamat, jadi senang mau baca-baca cerpen pean seperti tahun 2000-an gitu...

Back To Top